top of page

Langkah Pengurusan Surat Cerai dan Mengajukan Gugatannya

Gambar penulis: HukumkuAdminVAHukumkuAdminVA

Cerai

Foto: Hukumku


Download aplikasi kami dan tanyakan masalah hukum pada advokat pilihanmu!


Jakarta, Hukumku - Perlu diketahui bahwa untuk dapat bercerai resmi secara hukum, salah satu pihak atau kuasanya dapat mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan. Gugatan cerai dapat diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang beragama islam dan Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain islam. 


Gugatan cerai dapat diajukan oleh pihak istri sedangkan jika keinginan cerai datang dari pihak suami, maka suami yang dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Hal ini karena pengajuan gugatan/permohonan talak di hadapan pengadilan sangat penting dilakukan. 


Perceraian dianggap telah terjadi terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan, untuk agama lain perceraian dianggap terjadi apabila ada segala akibat terhitung saat perceraian didaftarkan oleh pegawai pencatatan oleh kantor pencatatan. 


Syarat dan Cara Pengurusan Surat Gugatan Cerai


Persyaratan Gugatan Cerai

Untuk dapat mengajukan gugat cerai dibutuhkan beberapa dokumen penting untuk melengkapi persyaratan dalam mengajukan gugatan cerai. Berikut beberapa persyaratan dokumen yang perlu disiapkan, yaitu: 

  1. Surat nikah asli;

  2. Salinan surat nikah sebanyak 2 lembar yang telah dilegalisir dan bermeterai;

  3. Salinan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dari penggugat;

  4. Surat keterangan dari kelurahan jika tergugat/termohon tidak diketahui alamatnya dengan jelas;

  5. Salinan Kartu Keluarga (“KK”);

  6. Fotokopi akta kelahiran anak (jika memiliki anak) yang sudah bermaterai dan terlegalisir.


Persyaratan diatas adalah persyaratan gugatan semata, jika ingin melanjutkan proses gugatan dengan urusan harta gono gini terdapat beberapa syarat tambahan yaitu: 

  1. Surat Kendaraan Bermotor (STNK);

  2. Sertifikat Tanah;

  3. Sertifikat Rumah; dan

  4. Bukti kepemilikan harta lainnya.


Cara Pengurusan Surat Cerai

Sebagai bukti perceraian, kedua belah pihak memperoleh surat cerai atau istilah hukumnya yaitu akta cerai. Berikut adalah cara untuk pengurusan akta cerai : 


1. Cara Mengurus Akta Cerai di Pengadilan Agama 


Pendaftaran putusan perceraian

Penita Pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk maksimal 30 hari mengirimkan 1 salinan pengurusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatatan Nikah (PPN) yang wilayahnya meliputi kediaman penggugat dan tergugat. 


JIka perceraian dilakukan di wilayah berbeda dengan wilayah PPN, maka salinan putusan tersebut dikirimkan pula ke PPN di tempat perkawinan dilangsungkan. 


Panitera memberikan akta cerai

Maksimal 7 hari sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap diberitahukan kepada para pihak, panitera wajib memberikan akta sebagai surat bukti cerai kepada para pihak. 


2. Langkah Mengurus Akta Cerai di Pengadilan Agama

  1. Panitia atau pejabat pengadilan yang ditunjuk mengirimkan salinan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, tanpa bermaterai kepada pegawai pencatatan di tempat perceraian terjadi;

  2. Pegawai pencatatan mendaftar putusan perceraian;

  3. Para pihak yang bercerai melaporkan perceraian kepada instansi pelaksana maksimal 60 hari sejak putusan;

  4. Para pihak mengajukan permohonan penerbitan akta perceraian dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen penetapan perceraian, KTP, KK, dan akta nikah asli. 


Dalam mengajukan gugatan cerai, ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya gugatan cerai setidaknya terbagi menjadi 9 sampai dengan 15 rincian biaya salah satunya adalah biaya pendaftaran. 


Alasan Gugatan Cerai 

Alasan gugatan cerai ini juga telah diatur Pasal 39 UU Perkawinan, Pasal 19 PP 9/1975, serta Pasal 116 KHI. Berikut merupakan beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan hakim dalam perkara perceraian : 

  1. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina;

  2. Salah satu pihak menjadi penjudi;

  3. Salah satu pihak menjadi pemabuk berat atau pecandu hal lainnya yang sulit disembuhkan;

  4. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

  5. Salah satu pihak divonis hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

  6. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

  7. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

  8. Terjadi perselisihan terus menerus antara suami dan istri yang menyebabkan tidak adanya hidup rukun dalam rumah tangga;

  9. Suami melanggar taklik-talak;

  10. Salah satu pihak melakukan peralihan agama atau murtad.


Dasar hukum : 

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

  • Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

  • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.


Anda memiliki pertanyaan atau permasalahan legal seputar pernikahan? Segera download aplikasi kami dan temukan solusi permasalahan legalmu!

bottom of page