Setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun, tidak jarang timbul perbedaan pandangan antara perusahaan sebagai Wajib Pajak dan otoritas pajak terkait perhitungan atau penetapan kewajiban pajak.
Dalam situasi seperti ini, perusahaan memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan banding terhadap keputusan pajak. Mari simak penjelasan tentang proses keberatan dan banding pajak, termasuk definisi, kondisi pengajuan, syarat-syarat, serta langkah-langkah yang perlu diikuti dalam pengajuan keberatan dan banding.
Apa yang Dimaksud Keberatan dan Banding dalam Pajak?
Ketika perusahaan merasa bahwa penetapan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak sesuai dengan yang seharusnya, perusahaan berhak untuk mengajukan keberatan atau banding. Meskipun kedua proses ini sering kali dianggap sama, sebenarnya ada perbedaan penting antara keberatan dan banding dalam konteks pajak.
Keberatan adalah langkah awal yang diambil oleh Wajib Pajak untuk menolak atau mempermasalahkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam hal ini, Wajib Pajak menyampaikan protes secara resmi kepada DJP dengan harapan agar otoritas pajak melakukan revisi terhadap keputusan mereka.
Sementara itu, banding adalah proses lanjutan yang dilakukan apabila Wajib Pajak tidak puas dengan hasil keputusan keberatan. Banding diajukan ke Pengadilan Pajak sebagai langkah hukum selanjutnya setelah keberatan tidak dikabulkan sepenuhnya.
Kedua mekanisme ini dirancang untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak agar bisa mempertahankan hak-hak mereka jika merasa dirugikan oleh keputusan pajak, serta memastikan proses perpajakan yang adil.
Kapan Wajib Pajak Dapat Mengajukan Keberatan dan Banding?
Tidak semua keputusan pajak dapat langsung diajukan keberatan atau banding. Ada kondisi-kondisi tertentu di mana Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atau banding. Umumnya, pengajuan keberatan dilakukan ketika Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menetapkan jumlah pajak terutang, kurang bayar, atau lebih bayar yang berbeda dari perhitungan Wajib Pajak.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 25 menyebutkan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Selain itu, Wajib Pajak juga dapat mengajukan keberatan atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga yang dianggap tidak sesuai.
Batas waktu pengajuan keberatan juga diatur secara jelas. Wajib Pajak harus mengajukan keberatan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterbitkannya SKP atau sejak pemotongan/pemungutan pajak dilakukan. Jika keberatan ditolak atau hanya sebagian dikabulkan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam waktu 3 bulan setelah keputusan keberatan diterima.
Syarat Pengajuan Keberatan dan Banding Pajak
Untuk mengajukan keberatan dan banding pajak, terdapat beberapa syarat formal dan materiil yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak. Syarat ini penting untuk memastikan bahwa pengajuan dilakukan secara sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Syarat formal pengajuan keberatan mencakup:
Keberatan harus diajukan secara tertulis: Wajib Pajak harus menyusun surat keberatan yang memuat alasan yang jelas dan lengkap terkait ketidaksetujuan terhadap ketetapan pajak.
Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak penerbitan SKP atau sejak pemotongan pajak dilakukan.
Jumlah pajak yang terutang harus dibayar sebesar 50%: Sebagai prasyarat pengajuan keberatan, Wajib Pajak diwajibkan membayar setidaknya 50% dari jumlah pajak yang terutang menurut SKP yang diterima.
Syarat materiil terkait pengajuan banding meliputi:
Banding harus diajukan ke Pengadilan Pajak: Pengajuan banding harus dilakukan secara resmi melalui Pengadilan Pajak dengan melampirkan dokumen yang diperlukan.
Dokumen pendukung: Surat keputusan keberatan dan bukti pembayaran pajak yang relevan harus dilampirkan sebagai bagian dari dokumen pengajuan banding.
Jangka waktu pengajuan: Seperti halnya keberatan, banding juga harus diajukan dalam waktu 3 bulan setelah keputusan keberatan diterima oleh Wajib Pajak.
Bagaimana Wajib Pajak Mengajukan Keberatan dan Banding Pajak?
Proses pengajuan keberatan dan banding pajak tidaklah sederhana, namun dengan memahami langkah-langkah yang diperlukan, Wajib Pajak dapat melaluinya dengan lebih mudah. Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk mengajukan keberatan dan banding pajak:
1. Persiapkan Surat Keberatan
Langkah pertama dalam pengajuan keberatan adalah menyusun surat keberatan. Surat ini harus memuat alasan yang jelas mengapa Wajib Pajak tidak setuju dengan ketetapan pajak, termasuk bukti-bukti pendukung seperti laporan keuangan atau perhitungan pajak yang berbeda.
2. Ajukan Surat Keberatan ke DJP
Setelah surat keberatan siap, Wajib Pajak harus mengajukannya ke kantor pelayanan pajak (KPP) di mana Wajib Pajak terdaftar. Surat ini harus diajukan dalam waktu 3 bulan sejak penerbitan SKP atau pemotongan pajak.
3. Tunggu Keputusan DJP
DJP memiliki waktu 12 bulan sejak tanggal pengajuan keberatan untuk memberikan keputusan. Selama periode ini, Wajib Pajak harus menunggu keputusan apakah keberatannya diterima, ditolak, atau hanya sebagian diterima.
4. Pengajuan Banding
Jika keberatan ditolak atau hanya sebagian diterima, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam waktu 3 bulan sejak menerima keputusan keberatan. Pengajuan banding harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung, termasuk salinan surat keputusan keberatan dan bukti pembayaran pajak.
5. Proses Banding di Pengadilan Pajak
Setelah banding diajukan, Pengadilan Pajak akan memeriksa kasus tersebut dan memberikan keputusan akhir. Proses ini biasanya memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan pengajuan keberatan.
Ketentuan Sanksi pada Keberatan dan Banding Pajak
Selain memahami proses dan syarat pengajuan keberatan dan banding, Wajib Pajak juga perlu mengetahui ketentuan sanksi yang mungkin dikenakan apabila pengajuan keberatan atau banding tidak berhasil.
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang KUP, jika keputusan keberatan hanya dikabulkan sebagian atau ditolak sepenuhnya, dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding, maka Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar kekurangan pajak yang masih terutang beserta sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Sanksi ini berlaku untuk setiap bulan keterlambatan hingga maksimal 24 bulan.
Jika Wajib Pajak mengajukan banding dan banding tersebut ditolak, sanksi bunga 2% per bulan tetap berlaku. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan pengajuan keberatan dan banding dengan perhitungan yang matang dan bukti yang kuat.
Penutup
Menghadapi sengketa pajak memang bisa menjadi proses yang rumit dan melelahkan, terutama bagi perusahaan yang memiliki kewajiban pajak yang besar. Untuk itu, sangat disarankan bagi perusahaan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau konsultan pajak yang berpengalaman agar proses pengajuan keberatan dan banding dapat berjalan lancar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika Anda membutuhkan bantuan, Hukumku siap membantu perusahaan Anda dalam menangani segala masalah perpajakan, mulai dari konsultasi, penyusunan dokumen, hingga pendampingan dalam proses hukum di Pengadilan Pajak.
Comments