Dalam dunia bisnis, perjanjian merupakan dasar dari setiap transaksi yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Namun, tidak semua perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. Banyak kesepakatan bisnis yang hanya diucapkan secara lisan atau melalui pemahaman bersama tanpa adanya dokumen tertulis.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai perjanjian tidak tertulis dalam bisnis, apakah perjanjian lisan sah menurut hukum, contoh-contoh nyata dari perjanjian tidak tertulis, serta risiko dan tantangan yang mungkin timbul dari kesepakatan semacam ini.
Apakah Perjanjian Lisan Sah Secara Hukum?
Pertanyaan yang sering muncul dalam konteks bisnis adalah apakah perjanjian lisan sah secara hukum. Banyak orang menganggap bahwa hanya perjanjian tertulis yang memiliki kekuatan hukum, namun kenyataannya, perjanjian lisan juga dapat diakui secara hukum di Indonesia.
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), terdapat empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Pasal ini tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis, yang berarti perjanjian lisan dapat sah asalkan memenuhi empat syarat tersebut.
Meskipun demikian, perjanjian lisan memiliki kelemahan utama, yaitu sulitnya pembuktian apabila terjadi perselisihan di kemudian hari. Tidak adanya bukti tertulis dapat menyulitkan pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan klaim di pengadilan. Oleh karena itu, meskipun perjanjian lisan sah menurut hukum, sangat disarankan agar setiap perjanjian, terutama yang melibatkan nilai transaksi besar, dibuat dalam bentuk tertulis untuk menghindari kesulitan di kemudian hari.
Contoh Perjanjian Tidak Tertulis dalam Bisnis
Dalam praktik bisnis, perjanjian tidak tertulis sering terjadi, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan kerja yang sudah terjalin lama atau ketika transaksi dilakukan berdasarkan kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat. Salah satu contoh umum adalah kesepakatan verbal mengenai pembayaran, di mana seorang pengusaha mungkin berjanji untuk membayar pemasok setelah barang diterima tanpa membuat kontrak tertulis.
Contoh lain adalah dalam kerjasama bisnis, di mana dua perusahaan mungkin setuju untuk bekerja sama dalam proyek tertentu berdasarkan diskusi lisan dan pemahaman bersama, tanpa merinci kesepakatan mereka dalam dokumen tertulis. Meskipun ini umum terjadi, hal ini bisa menjadi masalah jika salah satu pihak tidak memenuhi janjinya, dan tidak ada bukti tertulis untuk mendukung klaim pihak yang dirugikan.
Perjanjian lisan juga sering terjadi dalam konteks pekerjaan, seperti janji untuk memberikan bonus atau kenaikan gaji setelah karyawan mencapai target tertentu. Meskipun janji tersebut diucapkan secara lisan dan karyawan memenuhi targetnya, tanpa adanya dokumen tertulis, sulit bagi karyawan untuk menuntut haknya jika perusahaan tidak menepati janji.
Risiko dan Tantangan Perjanjian Tidak Tertulis
Perjanjian tidak tertulis dalam bisnis memiliki risiko dan tantangan yang perlu dipertimbangkan. Salah satu risiko terbesar adalah kesulitan dalam pembuktian apabila terjadi perselisihan. Dalam proses hukum, pengadilan cenderung membutuhkan bukti yang jelas dan konkret. Tanpa adanya dokumen tertulis, pihak yang merasa dirugikan harus mencari bukti lain, seperti saksi yang hadir saat perjanjian dibuat, untuk mendukung klaimnya.
Selain itu, perjanjian tidak tertulis juga rentan terhadap kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat. Karena tidak ada dokumen yang mendetailkan kesepakatan, kedua belah pihak mungkin memiliki interpretasi yang berbeda tentang apa yang telah disetujui. Hal ini bisa menyebabkan konflik, yang pada akhirnya merugikan semua pihak yang terlibat.
Risiko lain adalah potensi ketidakpatuhan dari salah satu pihak. Tanpa adanya dokumen tertulis yang mengikat, satu pihak mungkin merasa tidak terikat secara moral atau hukum untuk memenuhi janjinya, terutama jika situasi bisnis berubah atau jika terdapat keuntungan lebih besar yang bisa diperoleh dengan melanggar perjanjian.
Konsultasikan Masalah Hukum Anda dengan Hukumku
Perjanjian tidak tertulis memang bisa sah menurut hukum, namun risiko yang terkait dengan kesepakatan semacam ini tidak boleh diabaikan. Jika Anda berada dalam situasi di mana Anda harus membuat perjanjian bisnis, sangat dianjurkan untuk selalu memiliki dokumen tertulis sebagai bukti yang kuat dan menghindari potensi konflik di masa depan.
Hukumku siap membantu Anda dalam menyusun perjanjian bisnis yang jelas dan mengikat secara hukum. Dengan tim pengacara berpengalaman, kami dapat memberikan konsultasi dan layanan hukum yang Anda butuhkan untuk melindungi hak-hak Anda dan memastikan setiap kesepakatan bisnis Anda berjalan dengan lancar. Jangan biarkan perjanjian tidak tertulis menjadi sumber masalah di kemudian hari; konsultasikan masalah hukum Anda dengan Hukumku sekarang juga.
Comments