Perceraian adalah keputusan besar yang sering kali diambil setelah berbagai upaya mempertahankan rumah tangga tidak lagi menemukan jalan keluar. Dalam hukum keluarga di Indonesia, proses ini tidak dapat dilakukan secara sepihak tanpa prosedur resmi. Salah satu tahap awal yang penting adalah menyusun surat cerai sebagai dasar pengajuan perkara ke pengadilan.
Artikel ini membahas secara praktis dan mudah dipahami tentang cara membuat surat cerai, jenis perceraian yang berlaku, syarat cerai, contoh dokumen, hingga prosedur mengurusnya di pengadilan sesuai ketentuan hukum Indonesia.
Pengertian Surat Cerai dalam Hukum di Indonesia
Surat cerai adalah surat gugatan atau permohonan resmi yang diajukan ke pengadilan untuk memohon putusnya ikatan perkawinan. Dokumen ini menjadi dasar dimulainya prosedur perceraian dan harus disusun secara tertulis, jelas, serta memuat identitas para pihak dan alasan perceraian.
Perlu dipahami bahwa:
- Surat gugatan cerai bukan akta cerai.
- Akta cerai baru diterbitkan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jenis Perceraian di Indonesia
Dalam sistem hukum Indonesia, perceraian dibedakan berdasarkan agama dan pihak yang mengajukan.
Cerai Gugat
Cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh istri terhadap suami.
Umumnya berlaku bagi pasangan Muslim dan diajukan ke Pengadilan Agama.
Cerai Talak
Cerai talak adalah perceraian yang diajukan oleh suami dengan permohonan izin menjatuhkan talak di hadapan pengadilan. Proses ini juga dilakukan di Pengadilan Agama bagi pasangan Muslim.
Untuk pasangan non-Muslim, baik gugatan maupun permohonan cerai diajukan ke Pengadilan Negeri.
Baca Juga: Biaya dan Layanan Jasa Pengacara Perceraian Terbaru 2025
Syarat dan Cara Pengurusan Surat Gugatan Cerai
Untuk dapat mengajukan gugat cerai dibutuhkan beberapa dokumen penting untuk melengkapi persyaratan dalam mengajukan surat gugatan cerai. Berikut beberapa persyaratan dokumen yang perlu disiapkan, yaitu:
- Surat nikah asli;
- Salinan surat nikah sebanyak 2 lembar yang telah dilegalisir dan bermeterai;
- Salinan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dari penggugat;
- Surat keterangan dari kelurahan jika tergugat/termohon tidak diketahui alamatnya dengan jelas;
- Salinan Kartu Keluarga (“KK”);
- Fotokopi akta kelahiran anak (jika memiliki anak) yang sudah bermaterai dan terlegalisir.
Persyaratan diatas adalah persyaratan gugatan semata, jika ingin melanjutkan proses gugatan dengan urusan harta gono gini terdapat beberapa syarat tambahan yaitu:
- Surat Kendaraan Bermotor (STNK);
- Sertifikat Tanah;
- Sertifikat Rumah; dan
- Bukti kepemilikan harta lainnya.
Baca Juga: Penyebab Gugurnya Harta Gono-Gini
Cara Mengurus Akta Cerai di Pengadilan Agama
Pendaftaran putusan perceraian
Penita Pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk maksimal 30 hari mengirimkan 1 salinan pengurusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatatan Nikah (PPN) yang wilayahnya meliputi kediaman penggugat dan tergugat.
JIka perceraian dilakukan di wilayah berbeda dengan wilayah PPN, maka salinan putusan tersebut dikirimkan pula ke PPN di tempat perkawinan dilangsungkan.
Panitera memberikan akta cerai
Maksimal 7 hari sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap diberitahukan kepada para pihak, panitera wajib memberikan akta sebagai surat bukti cerai kepada para pihak.
2. Langkah Mengurus Akta Cerai di Pengadilan Agama
- Panitia atau pejabat pengadilan yang ditunjuk mengirimkan salinan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, tanpa bermaterai kepada pegawai pencatatan di tempat perceraian terjadi;
- Pegawai pencatatan mendaftar putusan perceraian;
- Para pihak yang bercerai melaporkan perceraian kepada instansi pelaksana maksimal 60 hari sejak putusan;
- Para pihak mengajukan permohonan penerbitan akta perceraian dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen penetapan perceraian, KTP, KK, dan akta nikah asli.
Dalam mengajukan gugatan cerai, ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya gugatan cerai setidaknya terbagi menjadi 9 sampai dengan 15 rincian biaya salah satunya adalah biaya pendaftaran.
Alasan Gugatan Cerai
Alasan gugatan cerai ini juga telah diatur Pasal 39 UU Perkawinan, Pasal 19 PP 9/1975, serta Pasal 116 KHI. Berikut merupakan beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan hakim dalam perkara perceraian :
- Salah satu pihak melakukan perbuatan zina;
- Salah satu pihak menjadi penjudi;
- Salah satu pihak menjadi pemabuk berat atau pecandu hal lainnya yang sulit disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
- Salah satu pihak divonis hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
- Terjadi perselisihan terus menerus antara suami dan istri yang menyebabkan tidak adanya hidup rukun dalam rumah tangga;
- Suami melanggar taklik-talak;
- Salah satu pihak melakukan peralihan agama atau murtad.
Konsultasi Hukum Keluarga dengan Pengacara Berpengalaman
Mengurus perceraian membutuhkan langkah hukum yang tepat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Untuk itu, konsultasi dengan pengacara yang memahami hukum keluarga sangat disarankan sejak awal.
Melalui Hukumku, Anda dapat berkonsultasi online dengan ribuan mitra advokat profesional di bidang perceraian dan hukum keluarga.
Gunakan Jasa Hukumku!
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
