Dalam setiap transaksi Merger dan Akuisisi (M&A), dokumen hukum memiliki peran yang sangat penting. Dokumen-dokumen ini menjadi dasar pengaturan hak, kewajiban, dan struktur hubungan hukum antar pihak.
Salah satu tantangan dalam aktivitas M&A adalah banyaknya jenis dokumen hukum yang terdengar mirip. Untuk lebih mengetahui perbedaannya, artikel ini akan mengulas pengertian dan fungsi dari dokumen SPA, SSA, SHA, dan JVA dalam merger dan akuisisi.
Perbedaan Dokumen SPA, SSA, SHA, dan JVA
Proses transaksi merger dan akuisisi membutuhkan dokumen-dokumen pendukung yang memiliki peran berbeda, tergantung pada bentuk transaksi dan hubungan antar pihak. Berikut adalah keempat dokumen dalam transaksi merger dan akuisisi yang sering digunakan:
1. SPA (Sale and Purchase Agreement)
Share Purchase Agreement (SPA) adalah dokumen yang digunakan ketika seseorang membeli saham dari pemilik lama perusahaan. Transaksi ini disebut akuisisi sekunder, karena pembeli mengambil alih saham yang sudah ada, bukan saham baru yang diterbitkan perusahaan.
Dalam SPA dijelaskan beberapa hal penting terkait transaksi, seperti:
- Jumlah saham yang dibeli
- Harga jual-beli
- Hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Pihak yang terlibat biasanya adalah penjual (pemegang saham lama) dan pembeli (pemegang saham baru). SPA umumnya ditandatangani di tahap awal transaksi, bukan di akhir seperti akta jual-beli saham. Karena tidak terjadi perubahan struktur modal dalam perusahaan, dokumen ini tidak perlu dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM, hanya berfungsi sebagai bukti peralihan kepemilikan saham.
2. SSA (Sale and Purchase Agreement)
Share Subscription Agreement (SSA) adalah perjanjian yang digunakan ketika seseorang membeli saham baru langsung dari perusahaan, bukan dari pemegang saham lama. Transaksi ini disebut akuisisi primer, karena pembelian saham dilakukan pada saham yang baru diterbitkan perusahaan.
Dalam SSA biasanya memuat beberapa poin penting, seperti:
- Jumlah saham yang akan di-subscribe
- Harga pembelian saham
- Hak dan kewajiban masing-masing pihak
Perjanjian ini dilakukan antara perusahaan sebagai penerbit saham (issuer) dan pembeli sebagai subscriber, serta ditandatangani pada tahap signing sebagai bukti awal kesepakatan para pihak.
Karena pembelian saham baru berarti menambah modal dalam perusahaan, transaksi ini menyebabkan perubahan pada modal ditempatkan dan disetor, sehingga perlu diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar (AD). Namun, SSA tidak perlu dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM. Dokumen yang akan disampaikan adalah Akta Pengambilan Saham dan Akta Perubahan Anggaran Dasar, yang ditandatangani pada tahap closing.
3. SHA (Shareholders Agreement)
Shareholders Agreement (SHA) adalah perjanjian yang dibuat antara para pemegang saham untuk mengatur hubungan mereka dalam mengelola perusahaan. Dokumen ini biasanya berisi pengaturan yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Anggaran Dasar (AD).
SHA umumnya digunakan untuk:
- Mencegah kebuntuan dalam pengambilan keputusan
- Mengatur hak suara tertentu bagi pemegang saham
- Menetapkan mekanisme keluar atau penjualan saham.
Dalam beberapa kasus, perusahaan juga dapat menjadi pihak dalam SHA, terutama jika melibatkan investor strategis atau pembentukan joint venture.
Isi SHA bersifat lebih komersial dibanding Anggaran Dasar, dengan cakupan yang biasanya meliputi:
- Hak pemegang saham, seperti klasifikasi saham dan kebijakan dividen
- Mekanisme pengambilan keputusan, termasuk hak mencalonkan direksi dan keputusan yang membutuhkan persetujuan khusus
- Ketentuan keluar (exit mechanism), seperti transfer saham secara sukarela atau wajib.
Di Indonesia, belum ada kepastian hukum mengenai kedudukan SHA jika bertentangan dengan Anggaran Dasar. Namun, dalam praktiknya, SHA sering dijadikan acuan utama oleh para pemegang saham karena dianggap lebih fleksibel dan mampu merepresentasikan kesepakatan bisnis mereka secara menyeluruh.
4. JVA (Joint Venture Agreement)
Joint Venture Agreement (JVA) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk menjalankan bisnis bersama dengan tujuan tertentu. Dalam praktiknya, para pihak biasanya membentuk perusahaan baru yang dimiliki dan dikelola secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan awal.
Dokumen ini umumnya memuat hal-hal penting, seperti:
- Kontribusi masing-masing pihak, baik berupa modal, aset, maupun keahlian.
- Skema pembagian keuntungan.
- Struktur pengelolaan perusahaan hasil joint venture.
- Mekanisme apabila ada pihak yang ingin keluar dari kerja sama.
Berbeda dengan dokumen seperti SPA, SSA, atau SHA yang sifatnya umum dalam transaksi merger dan akuisisi, JVA tidak selalu diwajibkan secara hukum. Namun, jika tujuan kerja sama adalah membentuk joint venture, JVA menjadi dokumen utama karena menjadi dasar seluruh hubungan bisnis yang dijalankan. Tanpa perjanjian ini, kerja sama berisiko berjalan tanpa kepastian hukum yang jelas, yang dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Kapan dan Bagaiman Dokumen-Dokumen ini Digunakan Bersama?
Dalam praktik transaksi perusahaan, dokumen seperti SPA, SSA, SHA, dan JVA sering digunakan secara bersamaan untuk mengatur keseluruhan proses akuisisi atau investasi.
- SPA dipakai jika saham dibeli dari pemegang saham lama (secondary shares)
- SSA digunakan jika saham baru diterbitkan langsung oleh perusahaan (primary shares)
Setelah kesepakatan tercapai dan dokumen ditandatangani, proses akan berlanjut ke tahap penutupan (closing). Pada tahap ini, biasanya dilakukan penandatanganan akta jual beli saham di hadapan notaris untuk mencatat peralihan kepemilikan secara resmi.
Sementara itu, SHA dan JVA mengatur hubungan para pemegang saham setelah transaksi berlangsung:
- JVA mengatur mekanisme kerja sama dalam usaha patungan (joint venture)
- SHA berfokus pada hak dan kewajiban antar pemegang saham dalam perusahaan
Keempat dokumen ini saling melengkapi dan dirancang untuk memastikan transisi kepemilikan dan pengelolaan perusahaan berjalan lancar, baik dalam konteks merger maupun akuisisi.
Gunakan Pusat Database Dokumen Hukum Terlengkap oleh Hukumku
Penyusunan dokumen seperti SPA, SSA, SHA, hingga JVA tidak bisa dilakukan sembarangan. Strategi yang tepat dalam memilih jenis Penyusunan dokumen seperti SPA, SSA, SHA, hingga JVA tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Pemilihan jenis dokumen yang tepat, waktu penandatanganan yang sesuai, serta pihak-pihak yang terlibat harus disesuaikan dengan struktur transaksi. Kesalahan kecil dalam dokumen bisa berdampak besar terhadap perlindungan hukum para pihak.
Untuk membantu proses penyusunan dan analisis dokumen hukum, kamu bisa memanfaatkan pusat data hukum dari Hukumku. Platform ini menyediakan akses cepat ke regulasi, yurisprudensi, dan putusan pengadilan secara lengkap, semuanya dalam satu tempat.
Yuk, download aplikasi Hukumku sekarang dan permudah proses hukum bisnismu!
