Sebagai nasabah bank, kita sering kali merasa aman karena data keuangan kita dilindungi oleh prinsip kerahasiaan bank. Namun, kasus hukum yang melibatkan selebritas seperti Nikita Mirzani menunjukkan bahwa rahasia itu tidaklah mutlak. Ada momen-momen tertentu di mana bank diizinkan—bahkan diwajibkan—untuk membuka data rekening nasabah mereka kepada pihak lain.
Lalu, kapan tepatnya bank boleh membuka rekening nasabah? Dan apa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kasus Nikita Mirzani?
Dasar Hukum Pembukaan Rekening Nasabah
Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 40 UU ini secara jelas menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah dan simpanannya.
Namun, hukum juga mengatur pengecualian. Kerahasiaan ini dapat dibuka untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti:
- Kepentingan Perpajakan: Ini adalah salah satu pengecualian paling umum. Jika ada dugaan pidana di bidang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak berhak meminta data nasabah.
- Penyelesaian Utang-Piutang Bank: Bank juga dapat membuka data nasabah terkait penyelesaian utang-piutang.
- Harta Warisan: Data rekening nasabah dapat dibuka untuk kepentingan penyelesaian harta warisan.
- Kepentingan Peradilan dalam Perkara Pidana: Ini adalah poin paling relevan dalam kasus Nikita Mirzani. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, pihak berwenang dapat meminta izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membuka data rekening nasabah yang terindikasi terlibat dalam tindak pidana.
Polemik Pembukaan Data Rekening Nikita Mirzani Saat Persidangan
Dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, pemerasan, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), rekening Nikita Mirzani dijadikan alat bukti di persidangan. Pengacara dan pihak yang bersangkutan mungkin mempertanyakan tindakan bank yang dianggap “membobol” privasi nasabah. Namun, dari kacamata hukum, tindakan bank sudah sesuai dengan prosedur.
Baca Juga: Kejagung Bisa Sadap Nomor HP, Bagaimana Dasar Hukumnya?
Pihak Nikita Mirzani pun sempat keberatan atas pembukaan data rekeningnya. Ia mengaku kecewa pada salah satu bank swasta, yang ia nilai telah mengizinkan pihak penggugat mengakses data keuangannya tanpa izin atau pemberitahuan. Padahal, di dalam rekening tersebut terdapat bukti pembayaran dari berbagai pekerjaannya, seperti upah endorsement dan bayaran dari pekerjaan sebagai penyanyi off air.
Dasar Hukum Data Pribadi Boleh Dibuka untuk Penegakan Hukum
Polemik terkait pembukaan data rekening Nikita Mirzani di persidangan memunculkan pertanyaan tentang batas-batas kerahasiaan data pribadi. Menurut peneliti hukum dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Muhammad Saleh, secara hukum, tindakan ini memang dibenarkan.
Muhammad Saleh menjelaskan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), tepatnya Pasal 15 ayat (1) huruf b, memuat pengecualian yang memungkinkan akses terhadap data pribadi.
Hak-hak subjek data, termasuk hak untuk dilindungi, dapat dikesampingkan untuk kepentingan proses penegakan hukum. Proses ini mencakup seluruh tahapan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan.
Dengan demikian, jika aparat penegak hukum membutuhkan data perbankan seseorang, pembukaannya sah selama berada dalam kerangka pro justitia.
Meskipun secara hukum diperbolehkan, Saleh menekankan bahwa pembukaan data pribadi harus dilakukan dengan hati-hati. Ia menyoroti risiko penyalahgunaan wewenang jika prosedur yang tepat tidak diikuti. Salah satu contohnya adalah paparan data pribadi secara terbuka di persidangan yang dihadiri publik.
Menurut Saleh, hal ini tidak tepat. Data sensitif seperti informasi rekening seharusnya dipaparkan dalam sidang tertutup, yang hanya boleh dihadiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sidang baru dapat dibuka kembali untuk umum setelah bagian sensitif tersebut selesai dipresentasikan. Ia juga menegaskan perlunya batasan waktu, proporsionalitas, dan pengawasan ketat terhadap penggunaan data yang dibuka.
“Harusnya ada pengecualian, data apa saja yang bisa dibuka kemudian mekanismenya seperti apa. Termasuk juga perlindungan dan ada limitasi waktu, seberapa lama dia dibuka tidak boleh sepanjang waktu ada batasannya. Nah ini yang tidak dilakukan ada limitasi waktu, ada proporsionalitas, ada batasan waktu dan diawasi juga,” ujarnya sebagaimana dilansir dari Tirto.id.