Apakah Anda pernah mendengar kasus seseorang yang lolos dari jeratan pidana hanya karena tidak terbukti memiliki niat jahat? Atau sebaliknya, ada orang yang sudah berniat melakukan kejahatan tetapi belum bisa dihukum karena perbuatannya belum terjadi?
Dua contoh ini menunjukkan pentingnya memahami konsep mens rea dan actus reus dalam hukum pidana.
Dalam sistem hukum, tidak semua perbuatan yang merugikan orang lain otomatis bisa disebut tindak pidana. Harus ada kombinasi antara perbuatan nyata (actus reus) dan sikap batin atau niat jahat (mens rea) agar seseorang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Actus Reus: Perbuatan Nyata yang Dilarang
Actus reus berarti perbuatan fisik yang melanggar hukum, baik berupa tindakan aktif (seperti mencuri, memukul, atau membunuh) maupun kelalaian ketika hukum menuntut seseorang untuk bertindak.
Misalnya, Pasal 362 KUHP tentang pencurian menekankan unsur perbuatan “mengambil barang sesuatu”. Tanpa adanya perbuatan nyata ini, tindak pidana pencurian tidak bisa dianggap terjadi, meskipun seseorang mungkin sudah menyimpan niat jahat.
Mens Rea: Niat atau Sikap Batin
Mens rea merujuk pada kondisi batin pelaku, apakah ia melakukan sesuatu dengan sengaja (dolus) atau karena kelalaian (culpa).
Dasar hukum mengenai mens rea dapat dilihat dari ketentuan percobaan tindak pidana. Pasal 53 ayat (1) KUHP lama menyebutkan:
Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Rumusan serupa ditegaskan kembali dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP Nasional) yang akan berlaku pada tahun 2026:
Percobaan melakukan tindak pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata karena kehendaknya sendiri.
Kedua pasal tersebut menegaskan bahwa niat (mens rea) diakui secara eksplisit dalam hukum pidana Indonesia. Namun, niat saja tidak cukup; harus ada permulaan pelaksanaan (bagian dari actus reus) agar dapat dipidana.
Contoh Kasus: Tom Lembong dan Unsur Mens Rea
Kasus Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, bisa menjadi ilustrasi menarik. Ia sempat dilaporkan atas dugaan tindak pidana dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, aparat hukum tidak menemukan unsur mens rea (niat jahat) dalam tindakannya.
Artinya, meskipun terdapat actus reus berupa kebijakan yang diambil, tanpa adanya niat jahat, perbuatannya tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Kasus ini mempertegas bahwa mens rea adalah faktor krusial dalam membedakan tindakan pidana dengan sekadar kebijakan yang mungkin dianggap merugikan pihak tertentu.
Dualitas Mens Rea dan Actus Reus
Dualitas antara mens rea dan actus reus menunjukkan bahwa keduanya harus berjalan beriringan agar terbentuk suatu tindak pidana. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang harus hadir bersamaan agar suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Dualitas ini terlihat dari dua kemungkinan yang sering terjadi:
1. Actus reus tanpa mens rea
seseorang melakukan perbuatan, tetapi tanpa niat jahat. Misalnya, seseorang menabrak pejalan kaki karena rem blong. Ada perbuatan (menabrak), tetapi tidak ada niat jahat, sehingga yang dikenakan biasanya pasal kelalaian (culpa), bukan pembunuhan sengaja.
2. Mens rea tanpa actus reus
Seseorang punya niat jahat, misalnya ingin merampok bank, tapi baru sebatas menyusun rencana. Berdasarkan Pasal 53 KUHP lama dan Pasal 17 KUHP Nasional, niat baru bisa dipidana jika sudah ada permulaan pelaksanaan. Jika hanya sekadar rencana tanpa tindakan, belum dapat dijerat pidana.
Hal ini sejalan dengan asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Artinya, hukum pidana tidak hanya fokus pada hasil perbuatan, tapi juga pada kualitas kesalahan pelaku yang tercermin dari niatnya.
Penutup
Mens rea dan actus reus bukan sekadar istilah Latin dalam teori hukum, tetapi menjadi fondasi utama dalam praktik peradilan pidana. Tanpa actus reus, niat jahat hanya sebatas angan. Tanpa mens rea, perbuatan bisa dianggap kecelakaan.
