Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran yang dikenal juga dengan SEMA sebagai bentuk tanggapan atas persoalan hukum yang berkembang di masyarakat. Dokumen ini menjadi acuan penting bagi para hakim dalam menangani perkara, terutama saat terjadi kekosongan atau ketidakjelasan aturan hukum.
Meskipun tidak setingkat dengan undang-undang, SEMA sering dijadikan rujukan, sehingga memunculkan pertanyaan tentang kekuatan dan kedudukannya dalam sistem hukum nasional. Artikel ini membahas mengenai apa itu SEMA, dasar hukumnya, serta bagaimana peran dan kedudukannya dalam hierarki norma hukum di Indonesia. Pemahaman ini penting agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan fungsi SEMA.
Apa yang Dimaksud dengan SEMA?
Menurut M. Yahya Harahap (2005) dalam bukunya yang berjudul Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) merupakan instrumen hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan berfungsi sebagai pedoman teknis peradilan bagi para hakim di bawahnya.
Pandangan ini sejalan dengan Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menyebutkan bahwa:
“Mahkamah Agung dapat memberikan petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam melaksanakan tugasnya.”
Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai SEMA dalam pasal tersebut, akan tetapi ketentuan di atas memberikan dasar hukum bagi Mahkamah Agung untuk menjalankan kewenangannya dalam mengeluarkan arahan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas peradilan, salah satunya melalui instrumen seperti SEMA.
Fungsi dan Peran SEMA
Sebagai pedoman resmi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung, SEMA memiliki fungsi utama untuk memberikan arahan kepada para hakim dan penegak hukum lainnya di lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini bertujuan agar penerapan hukum dapat berjalan sesuai dengan prinsip yang berlaku.
Lebih jauh, membahas SEMA tidak terlepas dari peran pentingnya dalam sistem hukum Indonesia, yang antara lain meliputi:
- Menjaga konsistensi putusan pengadilan
SEMA membantu menyelaraskan penafsiran dan penerapan hukum agar tidak terjadi disparitas putusan antarhakim atau antarwilayah. - Memberikan kepastian hukum
Arahan yang tertuang dalam SEMA membuat penerapan hukum lebih terarah, sehingga para penegak hukum dan pencari keadilan dapat memahami arah putusan yang diambil. - Mengisi kekosongan hukum
Dalam situasi ketika peraturan perundang-undangan belum mengatur secara jelas suatu isu, SEMA menjadi acuan sementara yang dapat dijadikan pedoman.
Kedudukan dan Kekuatan Hukum SEMA dalam Hierarki Nasional
Berbicara mengenai kedudukan hukum SEMA, Sudikno Mertokusumo (2010) dalam bukunya yang berjudul Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, menegaskan bahwa SEMA bukanlah sumber hukum formil yang mengikat secara umum, melainkan hanya mengikat secara internal terhadap aparat peradilan.
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh Sudikno Mertokusumo menunjukkan, bila kekuatan hukum SEMA hanya terbatas sebagai pedoman bagi para hakim, karena fungsinya lebih pada memberikan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan di dalam praktik peradilan.
Namun, dalam kondisi tertentu, SEMA dapat memiliki kekuatan hukum yang lebih signifikan, terutama saat mengisi kekosongan hukum atau memperjelas aturan yang belum tegas sehingga dalam konteks ini, SEMA kerap dijadikan acuan oleh hakim saat mengambil putusan.
Percepat Riset Hukum dengan Legal Hero, Asisten AI Andalan!
Ingin akses putusan dan referensi hukum secara cepat dan akurat? Gunakan Legal Hero! Asisten hukum berbasis AI yang memudahkan lawyer menemukan putusan, aturan, dan referensi hukum relevan hanya dengan beberapa klik. Cek sekarang dan optimalkan riset hukum Anda!