Platform Riset Hukum Berbasis AI
Rekodifikasi menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan ketidakseragaman hukum di Indonesia. Perhatian terhadap isu ini semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan akan hukum yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat dan dinamika global.
Artikel ini membahas apa itu rekodifikasi, tujuan yang ingin dicapai, serta dampaknya bagi sistem peradilan.
Definisi Rekodifikasi Hukum
Rekodifikasi hukum dapat diartikan sebagai rangkaian proses penyusunan ulang kodifikasi hukum yang sudah ada, dengan cara memperbaiki, memperbarui, atau menyesuaikan materi hukum dalam kumpulan peraturan perundang-undangan agar selaras dengan perkembangan masyarakat.
Di Indonesia sendiri, penyusunan ulang KUHP mengadopsi model pembukuan terbuka terbatas. Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum., melalui bukunya yang berjudul “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana”, KUHP menjadi pusat dari sistem hukum pidana (sentralitas), namun tetap dimungkinkan adanya tindak pidana yang diatur di luar KUHP selama diperintahkan oleh UU KUHP itu sendiri atau UU tersebut bersifat khusus. Pandangan ini menyeimbangkan antara kebutuhan akan kesatuan hukum (konsolidasi) dan fleksibilitas untuk mengatur tindak pidana yang sangat spesifik di masa depan.
Perbedaan Kodifikasi dan Rekodifikasi
| Kodifikasi | Rekodifikasi |
| Mengumpulkan peraturan-peraturan yang masih tersebar dan belum sistematis. | Bertolak dari sebuah kitab undang-undang (kodifikasi) yang sudah ada namun dianggap usang. |
| Menciptakan kesatuan, kepastian, dan penyederhanaan hukum untuk pertama kalinya. | Memperbarui, menyelaraskan, dan menata ulang hukum yang sudah terkodifikasi agar relevan kembali. |
| Membentuk (formatif). | Memperbarui (reformatif). |
| Pemberlakuan Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek van Strafrecht (KUHP) oleh pemerintah kolonial Belanda. | Penggantian Wetboek van Strafrecht dengan KUHP Nasional (UU No. 1 Tahun 2023). |
Tujuan Rekodifikasi Hukum
Pada dasarnya, penataan kembali sistem hukum ini bertujuan untuk memperbarui dan menyelaraskan peraturan perundang-undangan agar tidak saling tumpang tindih dalam penerapannya sehingga kepastian hukum (rechtszekerheid) dapat terwujud.
Adapun tujuan rekodifikasi tersebut mencakup beberapa hal penting lainnya, antara lain:
1. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman
Penyusunan ulang kitab Undang-Undang dilakukan agar hukum tetap relevan dengan dinamika sosial, politik, ekonomi, dan teknologi masa kini.
2. Menghapus aturan yang lama atau tidak berlaku
Kodifikasi ulang bertujuan untuk menghapus atau menyesuaikan aturan lama yang sudah tidak relevan agar tidak menimbulkan kebingungan maupun ketimpangan dalam penerapan hukum.
3. Memberikan jaminan kepastian dan kesatuan hukum
Langkah pembaruan hukum juga membantu menciptakan aturan yang jelas dan konsisten sehingga hukum menjadi lebih pasti dan seragam.
Dampak Rekodifikasi Hukum bagi Sistem Peradilan
Bagi sistem peradilan, rekodifikasi hukum membawa dampak positif melalui pembaruan dan penyusunan ulang aturan-aturan hukum yang lebih jelas dan selaras. Upaya ini mendorong terciptanya putusan yang lebih konsisten serta memperkuat kepastian hukum dalam setiap proses peradilan.
Di Indonesia, rekodifikasi hukum sudah pernah dilakukan, salah satunya dengan melakukan pembaruan terhadap KUHP. Pembaruan ini menjadi tonggak dalam menggantikan KUHP lama warisan kolonial dengan sistem hukum pidana nasional yang lebih relevan, adil, dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Baca Juga: Meneropong Tantangan Praktisi Hukum dalam KUHAP Baru dan Strateginya
Selain menyederhanakan ketentuan pidana, rekodifikasi KUHP juga memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif dan mempertegas nilai-nilai hukum yang berpihak pada perlindungan hak asasi manusia.
Kodifikasi dalam R KUHP dan Implikasi terhadap Tatanan Hukum Pidana Indonesia
Dilansir dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), upaya kodifikasi total dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bertujuan untuk menyatukan seluruh aturan pidana, baik yang ada di dalam maupun di luar KUHP saat ini, dengan berlandaskan pada prinsip dekolonisasi, harmonisasi, dan demokratisasi.
Meskipun tujuannya adalah untuk menciptakan kesatuan dan mencegah tumpang tindih norma, model ini berimplikasi besar terhadap tatanan hukum yang ada, seperti undang-undang sektoral, peraturan daerah, hingga hukum pidana adat.
Semua kebutuhan dokumen hukum kini bisa diakses dengan lebih cepat, akurat, dan efisien melalui satu platform yang terintegrasi sepenuhnya melalui Legal Hero dari Hukumku. Download sekarang dan rasakan kemudahan riset hukum dalam genggaman Anda.