Platform Riset Hukum Berbasis AI
In Absentia adalah istilah hukum yang merujuk pada proses persidangan atau pemidanaan yang dilakukan tanpa kehadiran terdakwa. Konsep ini menjadi penting ketika terdakwa menghindar dari proses hukum, namun sistem peradilan tetap berjalan untuk menjamin keadilan.
Namun, apakah penerapan in absentia di Indonesia sejalan dengan prinsip fair trial dan hak asasi manusia? Mari kita kupas lebih lanjut dalam artikel ini untuk memahami ruang lingkup, syarat, dan kontroversi seputar praktik in absentia di ranah hukum pidana nasional.
Apa itu In Absentia?
In absentia merupakan terjemahan dari bahasa Latin yang memiliki arti “ketidakhadiran.” Adapun penjelasan mengenai proses hukum tanpa adanya terdakwa menurut Ahli, sebagai berikut:
- Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa, in absentia adalah suatu proses pemeriksaan dan pemutusan perkara tanpa kehadiran pihak yang seharusnya hadir di persidangan, meskipun telah dipanggil secara patut oleh pengadilan.
- Moeljatno menjelaskan bahwa pemeriksaan perkara pidana pada prinsipnya harus dihadiri terdakwa, namun dalam hal tertentu undang-undang memperbolehkan peradilan in absentia demi kepastian hukum, misalnya dalam tindak pidana korupsi.
Perkara Pidana
Berdasarkan pelaksanaan Hukum Pidana di Indonesia, peradilan in absentia dilarang atau tidak diperkenankan karena terdapat asas audi et alteram partem, artinya setiap orang berhak untuk didengar dalam ruang persidangan.
Meskipun demikian, hukum positif yang berlaku di Indonesia memberikan pengecualian dalam suatu kondisi tertentu, sebagaimana diatur dalam undang-undang seperti:
Tindak Pidana Korupsi
Pengaturan mengenai in absentia dalam Tindak Pidana Korupsi tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal tersebut memperbolehkan pemeriksaan dan pemutusan perkara korupsi dilakukan tanpa kehadiran terdakwa, dengan syarat terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tetapi tidak hadir tanpa alasan yang sah.
Baca Juga: Kapan Putusan Pengadilan Dianggap Inkracht? Ini Penjelasannya
Tindak Pidana HAM Berat
Selain dalam perkara korupsi, pengaturan in absentia berlaku dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Hal demikian dilakukan sebagai upaya menjaga kepastian hukum dan memastikan jalannya proses peradilan tetap berlangsung meskipun terdakwa berusaha menghindari persidangan.
Perkara Perdata
Dalam perkara perdata, proses ini dikenal dengan istilah verstek, yang merupakan putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa dihadiri tergugat, meskipun tergugat telah dipanggil secara patur oleh hakim.
Dasar hukum mengenai verstek diatur dalam Pasal 125 Herziene Indonesisch Reglement (HIR) yang diperuntukan wilayah Jawa dan Madura, serta diatur dalam Pasal 149 Rechtreglement Buitengewesten (RBg) untuk wilayah di luar Jawa dan Madura.
Dengan demikian, berdasarkan kedua pasal tersebut, apabila tergugat telah dipanggil secara sah dan patut tetap tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, hakim berwenang memutus perkara dengan putusan verstek.
Namun, tergugat memiliki hak untuk mengajukan verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek tersebut dalam tenggat waktu yang telah ditentukan.
Mau Riset Hukum Lebih Mudah? Gunakan Legal Hero
Dari penyusunan dokumen hingga analisis strategi hukum, Legal Hero siap mendukung Anda agar setiap keputusan lebih cepat dan profesional, sekaligus menghadirkan pelayanan terbaik untuk klien Anda.
