Kerusakan lingkungan tidak hanya menimbulkan dampak ekologis, tetapi juga konflik hukum yang sering kali melibatkan masyarakat, perusahaan, hingga pemerintah. Sengketa lingkungan dapat muncul dari pencemaran air, udara, kebakaran hutan, hingga aktivitas pertambangan yang merugikan banyak pihak.
Artikel ini akan membahas tata cara penyelesaian sengketa lingkungan secara komprehensif agar dapat menjadi panduan bagi masyarakat dan praktisi hukum.
Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Penyelesaian sengketa lingkungan di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat. Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memiliki kewajiban menjaga kelestariannya. Pasal 84 sampai Pasal 93 UUPPLH secara khusus mengatur mekanisme penyelesaian sengketa, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (non-litigasi).
Selain itu, UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) juga menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin. Hal ini menjadi dasar konstitusional bagi masyarakat untuk menuntut perlindungan melalui jalur hukum.
Dari sisi prosedural, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) memberikan ruang bagi masyarakat luas untuk mengajukan gugatan terhadap pencemar lingkungan secara kolektif.
Sementara itu, Pasal 92 UU 32/2009 mengatur mengenai legal standing bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan, sehingga organisasi dapat mengajukan gugatan demi kepentingan pelestarian lingkungan hidup.
Bentuk Sengketa Lingkungan
Sengketa lingkungan pada dasarnya muncul ketika terjadi pertentangan kepentingan antara masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah terkait pemanfaatan maupun pengelolaan sumber daya alam. Menurut Munadjat Danusaputro dalam bukunya Hukum Lingkungan (1981), sengketa lingkungan dapat berbentuk konflik antar individu, antar kelompok masyarakat, ataupun antara masyarakat dengan badan usaha dan pemerintah akibat pencemaran atau perusakan lingkungan.
Secara praktik, bentuk sengketa lingkungan dapat berupa:
- Sengketa perdata, yaitu tuntutan ganti rugi dan pemulihan akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan. Contohnya adalah masyarakat yang menggugat perusahaan karena limbah pabrik mencemari sungai hingga merugikan kesehatan dan mata pencaharian warga.
- Sengketa pidana, ketika pencemaran atau perusakan lingkungan dikategorikan sebagai tindak pidana, misalnya kasus kebakaran hutan yang disengaja untuk membuka lahan.
- Sengketa administrasi, yakni sengketa yang muncul karena adanya penerbitan atau pembatalan izin lingkungan yang dianggap merugikan masyarakat atau tidak sesuai prosedur hukum.
Tata Cara Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi)
Mekanisme non-litigasi dapat berupa mediasi, negosiasi, maupun arbitrase. Jalur ini biasanya ditempuh untuk mempercepat penyelesaian, mengurangi biaya, dan menjaga hubungan baik antara para pihak. Pasal 85 UUPPLH menegaskan bahwa penyelesaian di luar pengadilan lebih mengutamakan kesepakatan yang adil serta tetap memperhatikan pemulihan fungsi lingkungan.
Baca Juga: Memahami Negosiasi: Definisi, Tujuan, dan Contoh Strukturnya
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)
Litigasi ditempuh jika penyelesaian non-litigasi gagal atau tidak tercapai kesepakatan. Jalur litigasi dapat berupa gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan lingkungan (Pasal 87 UUPPLH), gugatan pidana terhadap pelaku pencemar atau perusak lingkungan (Pasal 88 UUPPLH), maupun gugatan administrasi terkait pembatalan izin lingkungan.
Selain itu, mekanisme class action sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2002 memungkinkan masyarakat yang terdampak luas mengajukan gugatan bersama. Di sisi lain, Pasal 92 UUPPLH juga memberi kewenangan legal standing kepada LSM lingkungan yang memenuhi syarat tertentu untuk memperjuangkan kepentingan pelestarian lingkungan hidup.
Kesimpulan
Penyelesaian sengketa lingkungan bukan hanya soal mencari ganti rugi, tetapi juga memastikan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat tetap terjaga. Bagi advokat, pemahaman ini menjadi landasan strategis dalam membela kepentingan klien sekaligus melindungi kepentingan publik.
Di sinilah Legal Hero hadir untuk membantu dalam melakukan riset hukum yang sistematis dan andal menggunakan AI, dilengkapi dengan jutaan dokumen putusan dan peraturan yang siap Anda akses kapan saja. Dengan Legal Hero, Anda dapat menemukan preseden dan dasar hukum yang relevan sehingga penyelesaian sengketa lingkungan dapat dijalankan lebih efektif, profesional, dan berbasis data.
