Transformasi regulasi peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia memasuki fase perkembangan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada Juli 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2025 tentang penyelenggaraan layanan P2P lending.
Berbeda dengan regulasisebelumnya yang berorientasi pada pertumbuhan ekosistem digital, ketentuan baru ini menempatkan penekanan yang sama kuatnya pada risk-based supervision dan perlindungan pengguna. Lalu, apa sebenarnya yang berubah dari regulasi dan bagaimana transformasi tersebut membentuk industri P2P di masa depan?
Pokok Perubahan dalam SEOJK 19/2025 tentang P2P Landing
Jika sebelumnya regulasi fokus pada pertumbuhan dan ekspansi digital, kini OJK menekankan tata kelola yang lebih kuat, transparansi yang lebih tinggi, dan manajemen risiko yang lebih ketat. Beberapa poin pembaruan utamanya meliputi:
Klasifikasi Pemberi Pinjaman (Lender)
Untuk pertama kalinya, OJK membedakan antara lender profesional dan non-profesional. Klasifikasi ini didasarkan pada profil risiko dan kapasitas finansial masing-masing pihak, sehingga tidak semua individu dapat menyalurkan pinjaman dalam skala besar. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pendanaan yang lebih seimbang dan bertanggung jawab.
Pengenalan Sistem Penilaian Kualitas Pendanaan
Penyelenggara P2P kini wajib memiliki sistem penilaian kualitas pendanaan yang menyerupai standar perbankan. Dengan sistem ini, setiap pinjaman dikategorikan berdasarkan tingkat risikonya agar lender lebih memahami potensi gagal bayar. Langkah ini menandai pergeseran besar menuju risk-based lending.
Penguatan Aspek Tata Kelola dan Kepatuhan
SEOJK 19/2025 menekankan kewajiban manajemen risiko yang terintegrasi dan pelaporan yang lebih ketat kepada OJK. Penyelenggara juga harus memiliki struktur pengawasan internal yang lebih jelas serta sistem keamanan data yang sesuai standar OJK.
Perlindungan Konsumen dan Transparansi Data
Penyelenggara diwajibkan menyediakan informasi lengkap mengenai peminjam, performa pendanaan, hingga metode penagihan. Tujuannya untuk melindungi lender dari informasi yang menyesatkan dan menjaga kepercayaan publik terhadap platform P2P.
Batasan Pendanaan dan Kewajiban Modal Minimum
OJK memperketat batas pendanaan per lender dan meningkatkan ketentuan modal minimum bagi penyelenggara. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mengurangi risiko sistemik akibat ekspansi yang terlalu agresif.
Implementasi dan Arah ke Depan
Perubahan yang dibawa oleh SEOJK 19/2025 menandai babak baru pengawasan industri peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia. Regulasi ini tidak hanya mempertegas standar kepatuhan dan tata kelola, tetapi juga menggeser pola pikir pelaku industri dari sekadar pertumbuhan ke arah keberlanjutan jangka panjang.
Tantangan berikutnya ada pada tahap implementasi: bagaimana penyelenggara mampu menyesuaikan sistem, proses, dan kebijakan internalnya dengan ketentuan baru tanpa mengorbankan inovasi. Jika dijalankan konsisten, aturan ini berpotensi membawa industri P2P Indonesia naik kelas—lebih sehat, kredibel, dan dipercaya publik.
Ingin Pertajam Analisis Hukum?
Dengan ribuan regulasi, putusan, dan analisis hukum yang terus diperbarui, Legal Hero hadir membantu Anda menavigasi lanskap hukum fintech yang dinamis. Melalui basis data dan insight hukum yang komprehensif, Legal Hero memastikan setiap langkah kepatuhan dan strategi bisnis Anda berjalan seiring dengan transformasi regulasi P2P di Indonesia.