Diantara berbagai pelanggaran korporasi, insider trading mungkin bukan yang paling sering terdengar dalam perbincangan publik. Dengan sifatnya yang tersembunyi dan jarang disorot, praktik ini kerap luput dari perhatian meskipun dampaknya bisa jauh lebih besar daripada apa yang terlihat di permukaan.
Artikel ini menelusuri bagaimana insider trading bekerja dalam konteks hukum Indonesia, seperti siapa yang termasuk “orang dalam,” bagaimana tanggung jawab manajemen bisa ikut terlibat, dan apa saja konsekuensi hukum yang menyertainya praktik insider trading.
Memahami Pelaku, Bentuk, dan Dasar Hukum Insider Trading di Indonesia
Secara sederhana, insider trading merujuk pada praktik orang dalam yang memanfaatkan informasi material yang belum tersedia untuk publik agar memperoleh keuntungan dalam transaksi efek. Dalam hukum Indonesia, praktik ini diatur dalam Pasal 95 dan 96 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang secara eksplisit melarang orang dalam melakukan transaksi berdasarkan informasi non-publik yang material.
Informasi yang dimaksud bukan sekadar data internal biasa, tetapi informasi yang jika diumumkan dapat memengaruhi keputusan investasi investor, misalnya rencana merger, akuisisi, perubahan manajemen strategis, delisting, laporan keuangan yang belum dipublikasikan, atau temuan yang berdampak signifikan terhadap nilai perusahaan. Ketika informasi seperti ini digunakan oleh orang dalam untuk membeli atau menjual saham sebelum informasi diumumkan secara resmi, maka itu tergolong sebagai insider trading.
UU Pasar Modal sendiri mendefinisikan “orang dalam” secara luas, tidak hanya terbatas pada direksi, komisaris, dan pegawai emiten atau perusahaan publik, tetapi juga mencakup pihak-pihak lain yang karena kedudukannya memiliki akses terhadap informasi tersebut. Termasuk di dalamnya adalah penasihat hukum, akuntan publik, notaris, bahkan pihak regulator yang menangani dokumen sensitif.
Praktik ini tergolong sulit dibuktikan secara langsung karena dilakukan oleh pihak yang memang sah memiliki akses informasi dan transaksinya dilakukan di pasar terbuka. Di Indonesia, kasus insider trading jarang muncul ke permukaan, baik karena minimnya pelaporan, lemahnya pengawasan, atau karena kasus baru terdeteksi setelah menimbulkan kerugian besar. Hal ini kontras dengan negara lain seperti Amerika Serikat, yang memiliki rekam jejak panjang dalam penindakan kasus insider trading secara agresif, seperti pada kasus Martha Stewart atau Raj Rajaratnam.
Implikasi terhadap Tanggung Jawab Manajemen Korporasi
Ketika pelanggaran dilakukan oleh anggota direksi atau orang-orang dekat dengan struktur manajerial perusahaan, pertanyaannya bukan hanya siapa pelakunya, tetapi juga sejauh mana perusahaan dan jajarannya bisa dimintai pertanggungjawaban. Hal ini menyentuh isu penting dalam hukum korporasi, yaitu tanggung jawab fiduciary dari para pengurus untuk bertindak demi kepentingan terbaik perusahaan.
Secara hukum, direksi memiliki kewajiban untuk menjalankan tugasnya dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan loyal kepada perseroan. Jika mereka menyalahgunakan informasi internal untuk kepentingan pribadi, atau gagal mencegah terjadinya pelanggaran oleh pihak lain yang berada di bawah pengawasannya, maka mereka bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Bentuknya bisa beragam: dari tuntutan pidana atas pelanggaran UU Pasar Modal, hingga gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH), atau sanksi administratif dari OJK.
Selain itu, perusahaan juga bisa menghadapi risiko reputasi dan kepercayaan investor yang sulit diperbaiki. Di sinilah pentingnya sistem pengawasan internal, kode etik, dan mekanisme whistleblowing untuk mencegah dan mendeteksi praktik seperti ini sejak dini. Insider trading bukan hanya soal pelanggaran individu, tapi juga cerminan kualitas tata kelola korporasi secara keseluruhan dan ketika praktik semacam ini dibiarkan, yang dirusak bukan hanya perusahaan, tetapi juga kredibilitas dan efisiensi pasar modal itu sendiri.
Navigasi Risiko Hukum Korporasi Anda dengan Hukumku!
Praktik insider trading seharusnya jadi alarm bagi manajemen untuk memperkuat integritas internal dan kepatuhan terhadap regulasi pasar. Karena saat kepercayaan publik terhadap perusahaan runtuh, yang terdampak bukan hanya reputasi, tapi juga keberlanjutan bisnis itu sendiri. Untuk membantu Anda menavigasi risiko hukum dan membangun fondasi tata kelola yang kokoh, Hukumku hadir sebagai mitra hukum yang siap mendampingi mulai dari konsultasi strategis hingga penyusunan dokumen hukum yang sesuai kebutuhan korporasi Anda.