Dalam beberapa putusan pidana, sering muncul istilah ad informandum yang mungkin terdengar asing bagi banyak orang, termasuk mahasiswa hukum. Meski tidak tercantum secara eksplisit dalam undang-undang, istilah ini memiliki peran penting dalam praktik peradilan pidana, terutama ketika hakim mempertimbangkan tindak pidana lain yang dilakukan oleh terdakwa tetapi tidak didakwakan dalam perkara yang sedang diperiksa.
Artikel ini membahas pengertian, dasar hukum, fungsi, batasan, dan risiko penggunaan ad informandum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Pengertian Ad Informandum
Istilah ad informandum berasal dari bahasa Latin yang berarti “untuk informasi” atau “sebagai bahan pertimbangan.” Dalam konteks perkara pidana, istilah ini digunakan untuk menyebut perbuatan lain yang dilakukan terdakwa, tetapi tidak termasuk dalam dakwaan yang diajukan di persidangan.
Beberapa karakteristik utama ad informandum:
- Perbuatan lain tersebut tidak menjadi dasar pemidanaan.
- Informasi dicantumkan oleh jaksa dalam surat tuntutan untuk memberi gambaran lebih lengkap mengenai perilaku terdakwa.
- Hakim tidak wajib membuktikan perbuatan tersebut karena tidak termasuk bagian dakwaan.
- Hakim hanya mempertimbangkannya sejauh relevan dengan konteks perkara, terutama dalam menentukan proporsionalitas pidana.
Konsep ad informandum merupakan bagian dari praktik hukum yang diadopsi dari sistem hukum Belanda (Nederlandse Strafrecht). Walaupun tidak diatur dalam KUHP maupun KUHAP, penerapannya diakui dalam doktrin dan yurisprudensi peradilan Indonesia sebagai bagian dari prinsip keadilan substantif.
Ad Informandum dalam Pembuktian dan Penjatuhan Pidana
Dalam praktik pengadilan pidana, ad informandum berfungsi sebagai informasi pendukung. Hakim menggunakan informasi tersebut untuk memperjelas:
- latar belakang tindakan terdakwa,
- motif dan pola perilaku,
- derajat kesalahan,
- dampak sosial perbuatan pidana.
Beberapa poin penting terkait penggunaannya:
- Tidak memerlukan pembuktian formal karena bukan bagian dari dakwaan.
- Tidak boleh dijadikan dasar menjatuhkan pidana tambahan di luar perbuatan yang didakwakan.
- Hanya digunakan sebagai konteks untuk menentukan berat ringannya pidana.
Dengan demikian, ad informandum berfungsi sebagai penjelas yang membantu hakim menilai perkara secara lebih menyeluruh tanpa merusak struktur dakwaan.
Batasan dan Risiko Penggunaan Ad Informandum
Penggunaan ad informandum harus tetap berada dalam batasan hukum agar tidak menimbulkan pelanggaran terhadap asas-asas hukum pidana. Beberapa batasan utamanya meliputi:
1. Tidak boleh melanggar asas ne bis in idem
Seseorang tidak boleh dipidana dua kali atas perbuatan yang sama. Perbuatan yang dicantumkan sebagai ad informandum tidak boleh digunakan untuk memproses terdakwa kembali di kemudian hari jika telah dianggap dipertimbangkan oleh hakim.
2. Tidak boleh memperluas dakwaan secara terselubung
Jaksa tidak dapat menggunakan ad informandum untuk memasukkan perbuatan yang seharusnya menjadi dakwaan baru.
3. Tidak boleh memengaruhi pidana secara berlebihan
Pertimbangan harus tetap proporsional. Ad informandum tidak boleh membuat terdakwa dihukum lebih berat dari batas kewajaran.
4. Perlu alasan yang jelas dalam putusan
Hakim wajib memberikan pertimbangan yang rasional dan transparan ketika menjadikan ad informandum sebagai bagian dari analisis putusan.
Jika digunakan secara tidak hati-hati, ad informandum dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengaburkan perbedaan antara fakta hukum dan informasi pendukung.
Kesimpulan
Ad informandum merupakan salah satu instrumen penting dalam praktik peradilan pidana yang memungkinkan hakim memahami perbuatan terdakwa secara lebih komprehensif. Meskipun tidak diatur dalam undang-undang, konsep ini diakui melalui praktik peradilan dan doktrin hukum. Penggunaannya harus hati-hati, proporsional, dan tidak boleh melanggar asas-asas fundamental hukum pidana.
Pemahaman istilah seperti ad informandum sangat penting bagi mahasiswa, praktisi, dan peneliti hukum. Legal Hero membantu mempercepat pencarian definisi, putusan pengadilan, dan regulasi terkait secara tepat dan terstruktur, sehingga analisis hukum dapat dilakukan lebih efektif dan akurat.
