Praktik aborsi dilarang oleh pemerintah berdasarkan Pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009. Namun terdapat pengecualian terhadap individu yang aborsi karena pemerkosaan, mereka diizinkan menggugurkan kandungan.
Bagaimana ketentuan hukum aborsi bagi korban pemerkosaan? Artikel ini membahas apa itu aborsi dan aturan hukum mengenai aborsi korban pemerkosaan. Kemudian menjelaskan bagaimana proses dan prosedur aborsi yang bisa dilakukan pihak korban.
Ketentuan Hukum Aborsi bagi Korban Pemerkosaan di Indonesia
Kebijakan aborsi karena pemerkosaan diatur melalui beberapa peraturan, mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan masih banyak lagi.
Mengutip definisi dari KBBI, aborsi merupakan pengguguran kandungan. Kriteria aborsi ada dua, kriminalis aborsi yang dilakukan dengan melanggar UU dan legal aborsi yang dipraktikan sesuai atau diketahui pihak berwenang.
Pasal 346 KUHP menyebutkan bahwa kegiatan pengguguran kandungan bisa terkena hukuman “pidana penjara paling lama empat tahun”. Ketentuan hukum ini berlaku bagi perempuan yang sengaja mematikan kandungan atau menyuruh individu lain melakukan aborsi.
Kemudian Pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009 melarang pengadaan aborsi, terkecuali ada kasus yang memang mengharuskannya. Dari aturan ini, aborsi bagi korban pemerkosaan di Indonesia legal untuk dilakukan sesuai dengan yang tertulis dalam Pasal 75 ayat (2) poin a.
Dengan begitu, aturan aborsi karena pemerkosaan sebenarnya sudah sah sejak 2009 silam. Adapun Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terbaru menyebutkan aborsi boleh dilakukan “dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai ketentuan dalam KUHP”.
Pemerintah saat ini bahkan sudah menyediakan Pelayanan Aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Kriteria tersebut dideskripsikan lewat Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016.
Aborsi korban pemerkosaan atau faktor lain, bisa dilakukan oleh dokter yang memenuhi standard profesi, pelayanan, dan prosedur operasional. Selain itu, dilakukan atas persetujuan orang yang hamil, tidak diskriminatif, dan tak memperhatikan materi.
Proses dan Prosedur Aborsi bagi Korban Pemerkosaan
Sesuai aturan Permenkes Pasal 13 ayat (2) No. 3 Tahun 2016, aborsi dapat dilakukan di puskesmas, klinik pratama, klinik utama, dan rumah sakit, yang sudah ditetapkan Menteri. Adapun aborsi karena pemerkosaan secara jelas diatur tindakannya melalui Pasal 19 ayat (1).
“Tindakan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pratindakan dan diakhiri dengan konseling pascatindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.”
Berikut ini beberapa proses dan prosedur aborsi bagi korban pemerkosaan.
1. Pergi ke Fasilitas Kesehatan Terdekat
Sebagai hal yang paling utama, fasilitas kesehatan perlu dikunjungi terlebih dahulu oleh orang yang ingin aborsi karena pemerkosaan. Dengan sertifikasi beserta kewenangannya, pihak layanan kesehatan akan membantu Anda menggugurkan kandungan.
2. Mengikuti Konseling Pratindakan
Kasus aborsi bagi korban pemerkosaan tentu tidak dapat langsung dilakukan, melainkan wajib mengikuti konseling terlebih dahulu dengan dokter spesialis yang menangani permasalahan serupa. Korban akan ditinjau berdasarkan kesehatan, kelayakan, dan perizinannya.
3. Proses Aborsi
Setelah konseling aborsi korban pemerkosaan dilakukan dan korban dinyatakan sesuai persyaratan medis maupun perizinan, maka proses pengguguran kandungan bisa dijalankan. Pelaksanaannya sesuai standar operasional yang ditetapkan Menteri.
4. Mengikuti Konseling Pascatindakan
Penanganan kasus aborsi karena pemerkosaan tidak berhenti di proses, namun ada pula konseling terakhir setelah operasi. Korban akan diperiksa kembali kesehatannya secara berkala dan ditinjau pemulihannya.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang aturan aborsi bagi korban pemerkosaan, kita dapat menyimpulkan bahwa kegiatan ini legal dan bisa dilakukan. Namun, praktiknya hanya diperbolehkan bagi sejumlah individu yang terkena kasus khusus.
Peraturan ini sebenarnya sudah diatur sejak 2009 silam melalui UU Kesehatan No. 36, kemudian berlanjut hingga kemunculan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023. Aborsi karena pemerkosaan dapat dijalankan di beberapa fasilitas kesehatan terdekat.
Sementara itu, prosesnya akan dimulai dengan konseling pratindakan yang dilakukan sebelum prosedur aborsi berjalan. Seandainya sesuai persyaratan, pihak korban dapat mengikuti proses pengguguran kandungan.
Mereka yang telah berhasil aborsi akan dipantau oleh dokter secara berkala sebagai tahapan pascatindakan. Dengan begitu, korban pemerkosaan bisa tetap menjalani kehidupannya secara sehat dan baik-baik saja.
Komentar