top of page

Anti-Suit Injunction dalam Arbitrase: Penerapan dan Kontroversinya


Temukan informasi lengkap mengenai anti-suit injunction, dari definisi hingga penerapan dan kontroversinya dalam arbitrase di Indonesia dan luar negeri.

Ditulis oleh Dr. Sugiarto Raharjo Japar, S.H., M.H. - Legal Opinion by Mitra Advokat Hukumku


Dalam hukum common law, perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction)  adalah instrumen yang umum digunakan untuk menjaga integritas proses arbitrase, sedangkan dalam sistem hukum civil law, penerapannya sering dianggap asing dan dapat menimbulkan perlawanan. Temuan menunjukkan bahwa meskipun perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dapat berfungsi sebagai alat pelindung dalam arbitrase, penerapannya menimbulkan kontroversi yang didukung  dengan berbagai contoh kasus baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terutama mengenai prinsip kedaulatan negara dan hak akses ke pengadilan dalam penyelesaian sengketa. 


Artikel ini bertujuan untuk menganalisis apa itu perintah anti-gugatan(Anti-suit injunction), dasar hukum perintah anti-gugatan(Anti-suit injunction),  penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dan dampak penerapannya dalam arbitrase internasional maupun arbitrase nasional, dengan fokus pada perbedaan antara sistem hukum common law dan sistem hukum civil law.


Apa Itu Anti-Suit Injunction


Anti-suit injunction adalah instrumen hukum yang digunakan untuk mencegah para pihak memulai atau melanjutkan proses hukum di yurisdiksi lain, yang dapat mengganggu proses arbitrase yang sedang berlangsung. Instrumen ini memainkan peran penting dalam arbitrase internasional, terutama dalam menjaga integritas dan efisiensi proses penyelesaian sengketa.


Perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) berfungsi untuk melindungi proses arbitrase dari litigasi paralel yang dapat merugikan salah satu pihak. Dengan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction), pengadilan atau majelis arbitrase dapat mengeluarkan perintah untuk mencegah pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa mengajukan gugatan di pengadilan lain, yang dapat menyebabkan kebingungan dan menunda penyelesaian sengketa.


Dasar Hukum Anti-Suit Injunction di Indonesia dan Luar Negeri


Di Indonesia, perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) tidak secara eksplisit diatur oleh undang-undang. Namun, penerapan prinsip-prinsip arbitrase internasional dapat menjadi dasar untuk memanfaatkan instrumen ini. Dalam konteks hukum arbitrase, Indonesia mengacu pada Konvensi New York 1958 dan Hukum Model UNCITRAL, yang menyediakan kerangka kerja untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.


Di negara-negara common law seperti Inggris dan AS, perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) diakui secara luas dan memiliki dasar hukum yang kuat. Di Inggris, instrumen ini diakui dalam berbagai keputusan pengadilan yang menegaskan wewenang pengadilan untuk mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk melindungi proses arbitrase. Contoh kasus penting adalah The Angelic Grace, di mana pengadilan Inggris mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk mencegah litigasi di yurisdiksi lain. Di AS, penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) juga diatur dalam konteks hukum federal dan negara bagian. Pengadilan AS sering menggunakan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk mencegah litigasi yang dapat mengganggu proses arbitrase, mengacu pada prinsip-prinsip kontrak dan hukum arbitrase.


Bagaimana Penerapan Anti-Suit Injunction dalam Arbitrase di Indonesia dan di Luar Negeri


Penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) bervariasi di berbagai sistem hukum. Di yurisdiksi sistem hukum common law, seperti Inggris dan Amerika Serikat, perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) lebih umum digunakan dan diakui sebagai tindakan yang sah untuk melindungi proses arbitrase. Sebaliknya, dalam sistem hukum civil law, penerapannya sering dipandang kontroversial dan dapat menimbulkan tantangan hukum, karena dianggap sebagai gangguan terhadap hak akses ke pengadilan.


Meskipun Undang-Undang  Arbitrase Indonesia tidak secara eksplisit membahas perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction), praktik ini telah muncul dalam konteks arbitrase internasional yang melibatkan pengadilan domestik. Sebagai penandatangan Konvensi New York 1958, yang mengatur pengakuan dan penegakan putusan arbitrase internasional, Indonesia telah menetapkan kerangka hukum untuk arbitrase. Namun, undang-undang juga mengatur penerbitan tindakan sementara oleh majelis arbitrase. Dalam praktiknya, ada kasus, seperti Astro Nusantara International B.V. v. PT Ayunda Prima Mitra, di mana Mahkamah Agung Indonesia menolak untuk mengakui dan menegakkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) yang dikeluarkan oleh majelis arbitrase di yurisdiksi lain. Keputusan ini menyoroti tantangan hukum yang tetap ada dalam penerapan dan penegakan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction), khususnya dalam sistem peradilan Indonesia.


Dampak terhadap Proses Arbitrase


Penggunaan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dapat berdampak negatif pada proses arbitrase itu sendiri. Jika salah satu pihak mengajukan gugatan di pengadilan yang berbeda meskipun ada perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction), hal ini dapat menyebabkan kebingungan dan menunda penyelesaian sengketa. Selain itu, jika pengadilan domestik menolak untuk mengakui perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) yang dikeluarkan oleh majelis arbitrase, ini dapat merusak kepercayaan pada sistem arbitrase internasional.


Mengapa Anti-Suit Injunction Menjadi Hal yang Kontroversial dalam Arbitrase


Penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dalam arbitrase telah menjadi kontroversial karena berbagai alasan, terutama terkait dengan perbedaan tradisi hukum, prinsip-prinsip dasar arbitrase, dan dampaknya terhadap kedaulatan negara


1. Perbedaan Tradisi Hukum


Perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) lebih umum digunakan dalam sistem hukum hukum umum, seperti yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Dalam konteks ini, pengadilan memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk melindungi proses arbitrase dari litigasi paralel. Namun, dalam sistem hukum civil law, yang lazim di banyak negara Eropa dan Asia, perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dipandang sebagai instrumen "asing" dan sering ditolak. Hal ini disebabkan oleh perspektif bahwa perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) dapat mengganggu hak akses ke pengadilan dan dianggap sebagai intervensi dalam proses hukum yang berlaku di negara tertentu.


2. Prinsip Kedaulatan Negara


Salah satu alasan utama mengapa perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) kontroversial adalah potensi pelanggaran kedaulatan negara. Ketika pengadilan di satu negara mengeluarkan perintah untuk mencegah litigasi di negara lain, hal ini dapat menciptakan ketegangan antara sistem hukum yang berbeda. Negara yang menerima perintah tersebut mungkin tidak mengakui atau menegakkannya, yang dapat menyebabkan konflik hukum dan mengganggu proses penyelesaian sengketa.


3. Prinsip Kompetenz-Kompetenz dan Party Autonomy


Dalam konteks arbitrase, prinsip-prinsip kompetenz-kompetenz dan otonomi partai sering digunakan untuk mendukung penggunaan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction). Namun, perspektif yang berbeda tentang bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan di berbagai sistem hukum dapat menyebabkan ketegangan dan kontroversi. Misalnya, negara-negara hukum civil law dapat menekankan hak akses ke pengadilan, sementara yurisdiksi hukum common law cenderung memprioritaskan perlindungan proses arbitrase.


Contoh Kasus Anti-Suit Injunction


1. Kasus di Inggris 


Salah satu kasus yang sering dirujuk dalam konteks perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) di Inggris adalah kasus UAU v HVB. Dalam hal ini, pengadilan Inggris mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk mencegah salah satu pihak mengajukan gugatan di yurisdiksi lain yang dapat mengganggu proses arbitrase yang sedang berlangsung. Keputusan ini menegaskan bahwa pengadilan Inggris memiliki wewenang untuk melindungi integritas proses arbitrase melalui penggunaan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction).


2. Kasus di Amerika Serikat

 

Kasus Rumah Sakit Memorial Moses H. Cone v. Mercury Construction Corp. adalah contoh penting dari penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction). Dalam hal ini, Mahkamah Agung AS menegaskan bahwa pengadilan memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk melindungi proses arbitrase. Pengadilan memutuskan bahwa litigasi pengadilan negara bagian dapat diperintahkan jika ada perjanjian arbitrase yang sah antara para pihak.


3. Kasus di Indonesia


Kasus Astro Nusantara International B.V. v. PT Ayunda Prima Mitra di Indonesia menjadi contoh yang relevan. Dalam hal ini, majelis arbitrase di Singapura mengeluarkan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) untuk menghentikan gugatan yang diajukan di pengadilan Indonesia. Namun, Mahkamah Agung Indonesia menolak untuk mengakui dan menegakkan perintah tersebut, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam penerapan perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) di Indonesia, terutama mengenai pengakuan putusan arbitrase internasional. 


Kesimpulan


Perintah anti-gugatan (Anti-suit injunction) adalah instrumen penting dalam arbitrase internasional yang dapat membantu menjaga integritas dan efisiensi proses penyelesaian sengketa. Namun, penerapannya membutuhkan pertimbangan yang matang, mengingat perbedaan sistem hukum dan potensi konflik yang mungkin timbul.


Perlunya harmonisasi praktik hukum internasional untuk mengatasi tantangan yang timbul dari perbedaan sistem hukum.







Comments


bottom of page