Dalam dunia hukum, terdapat prinsip-prinsip dasar yang tidak hanya berlaku di satu negara, tetapi juga dikenal secara luas di berbagai sistem hukum. Prinsip ini disebut asas hukum yang berlaku secara internasional.
Asas ini berfungsi sebagai pedoman universal yang menjembatani perbedaan sistem hukum nasional. Ia menjadi fondasi bagi terciptanya kepercayaan, keteraturan, dan keadilan, baik dalam hubungan antarindividu, antarperusahaan, maupun antarnegara. Tanpa asas ini, interaksi hukum lintas batas akan rawan menimbulkan ketidakpastian dan sengketa.
Dasar Hukum
Pengakuan terhadap asas hukum global ini didasarkan pada beberapa rujukan utama:
1. Statute of the International Court of Justice (ICJ), Pasal 38(1)(c)
Menyebutkan bahwa Mahkamah dapat menggunakan “the general principles of law recognized by civilized nations” sebagai sumber hukum. Artinya, prinsip hukum yang diakui oleh banyak negara dapat dijadikan dasar hukum internasional.
2. Praktik Negara dan Kebiasaan Universal (Customary Practice)
Bila suatu prinsip dijalankan konsisten oleh negara-negara dan diyakini sebagai kewajiban hukum (opinio juris), maka prinsip itu diakui sebagai asas global.
3. Putusan Pengadilan dan Doktrin
Banyak putusan pengadilan internasional maupun nasional menggunakan asas hukum global sebagai pertimbangan, sehingga memperkuat posisinya sebagai prinsip universal.
Dengan dasar ini, asas hukum global dipandang sebagai fondasi bersama hukum modern lintas negara.
Asas-Asas Hukum yang Berlaku Internasional
1. Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Harus Ditaati)
Pacta Sunt Servanda adalah prinsip yang menegaskan bahwa setiap perjanjian yang sudah dibuat wajib dipatuhi oleh para pihak. Tidak ada alasan sepihak untuk mengingkarinya, kecuali memang disepakati bersama.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 26 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 yang menyebutkan:
Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith.
Dengan kata lain, begitu perjanjian berlaku, maka ia mengikat penuh. Asas inilah yang menjadi pondasi kepercayaan antarnegara maupun antarperusahaan lintas negara.
2. Good Faith (Itikad Baik)
Asas ini melengkapi pacta sunt servanda. Tidak cukup hanya menaati isi perjanjian secara formal, para pihak juga wajib melaksanakannya dengan niat baik.
Prinsip ini juga tercantum dalam Pasal 26 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 melalui frasa:
…must be performed by them in good faith.
Artinya, para pihak tidak boleh mencari celah hukum untuk merugikan pihak lain meskipun secara teknis masih “sesuai aturan”. Dengan itikad baik, keadilan dan kejujuran tetap terjaga.
3. Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt (Perjanjian Tidak Mengikat Pihak Ketiga)
Asas ini melindungi pihak yang tidak ikut menandatangani sebuah perjanjian. Intinya, perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang setuju, dan tidak membebani pihak lain di luar itu.
Dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 34 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 yang menyatakan:
A treaty does not create either obligations or rights for a third State without its consent.
Contohnya, jika dua negara sepakat menjalin kerja sama dagang, negara ketiga tidak otomatis ikut terbebani oleh perjanjian tersebut.
4. Freedom of Contract (Kebebasan Berkontrak)
Asas ini memberikan kebebasan bagi para pihak untuk menentukan apakah mereka ingin membuat perjanjian, dengan siapa, dan bagaimana isi perjanjiannya.
Kebebasan ini tercermin dalam Pasal 19 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, yang memberi ruang bagi negara untuk merumuskan isi dan syarat perjanjian sesuai kepentingannya.
Namun, kebebasan tersebut bukan berarti tanpa batas. Ia tetap dibatasi oleh hukum yang berlaku serta kepentingan umum, sehingga keseimbangan tetap terjaga.
5. Non-Retroactivity (Asas Non-Retroaktif)
Prinsip ini menegaskan bahwa perjanjian tidak berlaku untuk peristiwa yang terjadi sebelum perjanjian itu mulai berlaku, kecuali memang ada kesepakatan sebaliknya.
Hal ini diatur dalam Pasal 28 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969:
…its provisions do not bind a party in relation to any act or fact which took place… before the date of the entry into force of the treaty…
Dengan demikian, sebuah negara tidak bisa dihukum atas tindakan yang dilakukan sebelum ada aturan yang melarangnya. Prinsip ini menjaga kepastian hukum.
6. Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali (Asas Legalitas Pidana)
Asas ini berarti seseorang tidak bisa dipidana atas perbuatan yang pada saat dilakukan belum ada aturan yang melarangnya.
Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang menyatakan:
“No one shall be held guilty of any criminal offence… at the time when it was committed.”
Prinsip yang sama juga ditegaskan kembali dalam Pasal 22 Rome Statute of the International Criminal Court 1998. Prinsip ini melindungi masyarakat dari kriminalisasi sewenang-wenang, serta memastikan hukum hanya berlaku ke depan, bukan ke masa lalu.
Relevansi dan Penerapannya di Dunia Internasional
Asas-asas hukum yang berlaku global ini bukan sekadar teori, melainkan benar-benar menjadi pegangan dalam praktik hubungan lintas negara. Relevansinya terlihat dalam beberapa aspek:
1. Dasar kepercayaan dalam perjanjian lintas negara
Hubungan antarnegara maupun antarperusahaan internasional hanya bisa berjalan jika ada rasa saling percaya. Prinsip seperti pacta sunt servanda menjamin perjanjian yang sudah disepakati benar-benar dijalankan, sehingga kepercayaan tetap terjaga.
2. Memberi kepastian hukum lintas batas
Tanpa kepastian hukum, kerja sama internasional akan mudah goyah. Dengan adanya asas seperti non-retroactivity atau kebebasan berkontrak, para pihak tahu sejak awal aturan mainnya, sehingga stabilitas hubungan hukum dapat terjaga.
3. Melindungi hak asasi manusia
Prinsip legalitas pidana menegaskan bahwa seseorang tidak boleh dihukum atas perbuatan yang pada saat itu belum dianggap kejahatan. Hal ini mencegah kriminalisasi sewenang-wenang dan menjadi jaminan perlindungan martabat manusia di ranah global.
4. Menjadi pedoman lembaga penyelesaian sengketa internasional
Forum seperti pengadilan internasional maupun arbitrase menjadikan asas-asas ini sebagai rujukan utama. Dengan begitu, putusan yang dihasilkan lebih adil dan dapat diterima secara luas.
Fondasi Universal Hukum yang Berlaku Global
Enam asas hukum yang berlaku global ini menjadi pondasi penting bagi tatanan hukum di dunia. Mereka hadir sebagai aturan main bersama yang mengikat banyak negara, sistem hukum, maupun aktor lintas batas.
Tanpa asas-asas ini, perjanjian akan kehilangan wibawa, kepastian hukum bisa runtuh, dan perlindungan hak asasi manusia akan melemah. Sebaliknya, dengan keberadaan asas-asas tersebut, kerja sama global dapat berjalan lebih tertib, adil, dan dapat dipercaya.
Karena itu, asas hukum yang berlaku global layak disebut sebagai fondasi universal yang bukan hanya teori akademis, melainkan pedoman praktis yang nyata diterapkan dalam hubungan antarnegara maupun interaksi global sehari-hari.
