Siapa yang berhak “memiliki” dasar laut di ribuan meter kedalaman Samudra Pasifik? Atau siapa yang dapat mengklaim sumber daya di bulan dan planet lain ketika teknologi eksplorasi semakin canggih?
Untuk menjawab pertanyaan itu, hukum internasional mengenal konsep Common Heritage of Mankind (CHM) — sebuah prinsip yang menegaskan bahwa wilayah atau sumber daya tertentu adalah milik bersama seluruh umat manusia, bukan milik negara atau pihak komersial mana pun. Artikel ini akan menjelaskan definisi, filosofi, hingga penerapan CHM dalam hukum laut internasional dan hukum ruang angkasa.
Filosofi Common Heritage of Mankind
Konsep Common Heritage of Mankind lahir pada pertengahan abad ke-20 sebagai respon terhadap perkembangan teknologi eksplorasi yang memungkinkan negara maju dan korporasi besar mengakses wilayah yang sebelumnya tak terjangkau.
Kekhawatiran muncul bahwa tanpa aturan global, wilayah seperti dasar laut internasional dan ruang angkasa dapat menjadi objek eksploitasi sepihak. Karena itu, konsep CHM diciptakan untuk menjadi mekanisme tata kelola global yang adil dan berkelanjutan.
Lima Prinsip Utama Common Heritage of Mankind
- Tidak ada kedaulatan nasional atas wilayah CHM.
Tidak ada negara yang dapat mengklaim kepemilikan atas dasar laut internasional, bulan, atau benda langit lainnya. - Larangan eksploitasi sepihak tanpa pengawasan.
Semua aktivitas pemanfaatan sumber daya harus tunduk pada pengaturan internasional untuk menghindari monopoli atau penyalahgunaan. - Pemanfaatan untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Konsep ini menegaskan prinsip benefit-sharing — manfaat sumber daya harus dibagi secara adil, termasuk untuk negara berkembang. - Pengelolaan melalui otoritas internasional.
Misalnya, International Seabed Authority (ISA) yang mengatur penambangan laut dalam berdasarkan UNCLOS 1982. - Penggunaan hanya untuk tujuan damai.
Wilayah CHM tidak boleh digunakan untuk keperluan militer atau pembuatan senjata.
Filosofi CHM juga sejalan dengan teori Intergenerational Equity dari Edith Brown Weiss, yaitu gagasan bahwa sumber daya global harus dikelola secara berkelanjutan demi generasi mendatang.
Penerapan CHM dalam Hukum Laut Internasional (UNCLOS)
Prinsip Common Heritage of Mankind paling jelas diterapkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, khususnya Bab XI yang mengatur wilayah “The Area” — dasar laut dan tanah di bawahnya di luar yurisdiksi nasional mana pun.
Pasal 136 UNCLOS menyatakan:
“The Area and its resources are the common heritage of mankind.”
Artinya:
- Tidak ada negara yang dapat mengklaim wilayah dasar laut internasional sebagai wilayah kedaulatannya.
- Sumber daya laut dalam tidak boleh dimonopoli oleh satu negara atau korporasi.
- Pemanfaatannya harus memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia, termasuk negara berkembang.
Untuk menjalankan prinsip ini, dibentuk International Seabed Authority (ISA) yang mengatur lisensi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya seperti polymetallic nodules dan mineral laut dalam lainnya.
Menurut pakar hukum laut Tullio Scovazzi, prinsip CHM di UNCLOS bertujuan mencegah dominasi ekonomi dan teknologi negara maju atas sumber daya global.
Penerapan CHM dalam Hukum Ruang Angkasa
Dalam konteks hukum ruang angkasa, Common Heritage of Mankind muncul karena kekhawatiran bahwa negara adidaya (AS dan Uni Soviet saat Perang Dingin) akan mengklaim kedaulatan atas ruang angkasa dan benda langit.
Untuk mencegah hal itu, disusunlah Outer Space Treaty (OST) 1967, sebagai dasar hukum eksplorasi ruang angkasa.
Pasal II OST 1967 menyatakan:
“Outer space, including the Moon and other celestial bodies, is not subject to national appropriation by claim of sovereignty, by means of use or occupation, or by any other means.”
Artinya:
- Tidak ada negara yang dapat menyatakan kepemilikan atas bulan, asteroid, atau planet lain.
- Eksplorasi ruang angkasa dilakukan untuk kepentingan seluruh umat manusia, dengan akses bebas bagi semua negara.
Selain OST, Moon Agreement 1979 mempertegas prinsip CHM:
- Pasal 11 ayat (1): Bulan dan sumber dayanya adalah warisan bersama umat manusia.
- Pasal 11 ayat (5): Pemanfaatan sumber daya bulan harus diatur rezim internasional agar pembagian manfaatnya adil.
Namun, Moon Agreement hanya diratifikasi oleh sedikit negara. Negara-negara besar seperti AS, Rusia, dan Tiongkok menolak bergabung, menyebabkan munculnya area abu-abu hukum dalam eksploitasi sumber daya ruang angkasa modern.
Tantangan Implementasi Common Heritage of Mankind
Meskipun prinsip CHM mengedepankan keadilan global, penerapannya menghadapi beberapa tantangan:
- Ketimpangan teknologi antara negara maju dan berkembang,
- Dominasi kepentingan ekonomi dalam eksplorasi ruang angkasa dan laut dalam,
- Lemahnya rezim internasional dalam penegakan aturan,
- Kurangnya ratifikasi perjanjian seperti Moon Agreement.
Dalam konteks hukum kontemporer, CHM menjadi dasar penting dalam isu sumber daya global, kebijakan energi, hingga eksplorasi ruang angkasa oleh sektor swasta.
Baca Juga: Mengenal Prinsip Cabotage dalam Hukum Perkapalan di Indonesia: Perlindungan atau Hambatan?
Kesimpulan
Dengan semakin majunya teknologi eksplorasi, Common Heritage of Mankind menjadi konsep sentral untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya global.
Prinsip ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun pihak yang berhak memonopoli sumber daya milik bersama umat manusia.
