Bayangkan Anda sedang antre di warung makan untuk membeli makan siang, tiba-tiba orang di depan Anda menuduh Anda menyerobot antrean lalu marah marah pada pemilik warung makan tersebut. Padahal, anda yakin dan tahu betul pada kenyataanya dialah yang menyerobot antrian Anda.
Hal ini sangat mungkin bahkan sering untuk terjadi di dalam pengadilan. Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebenarnya ada cara untuk membela diri sambil membalikkan tuduhan itu kepada dia, yaitu dengan cara gugatan rekonvensi.
Dengan cara ini, Anda tidak cuma membela diri, tapi juga bisa menuntut balik orang tersebut. semuanya dilakukan dalam sidang yang sama, tanpa memulai perkara baru.
Apa Itu Gugatan Rekonvensi?
Gugatan rekonvensi adalah gugatan balik yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam perkara yang sama. Gugatan awal yang diajukan oleh penggugat disebut gugatan konvensi, sedangkan gugatan balasan dari tergugat disebut gugatan rekonvensi. Mekanisme ini memungkinkan tergugat tidak hanya membela diri, tetapi juga menuntut haknya secara aktif dalam sidang yang sama, selama gugatan balik tersebut memiliki hubungan erat dengan gugatan asal.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, gugatan rekonvensi adalah
“suatu gugatan yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam proses yang sama, untuk memutuskan sengketa yang memiliki hubungan erat dengan gugatan asal.”
Senada, R. Subekti mendefinisikannya sebagai
“gugatan yang diajukan oleh tergugat kepada penggugat dalam perkara yang sedang berjalan, untuk diputuskan bersamaan dengan gugatan konvensi.”
Tujuan utama dari gugatan rekonvensi adalah menyatukan sengketa yang berhubungan erat dalam satu pemeriksaan, sehingga proses menjadi lebih efisien, biaya perkara lebih hemat, dan menghindari kemungkinan adanya putusan yang saling bertentangan.
Dasar Hukum
Dasar hukum gugatan rekonvensi diatur dalam Pasal 132a dan 132b HIR untuk wilayah Jawa dan Madura, serta Pasal 157 dan 158 RBg untuk wilayah luar Jawa dan Madura.
Pasal 132a HIR menyatakan:
“Tergugat dapat mengajukan gugatan balik terhadap penggugat, yang akan diperiksa dan diputuskan bersamaan dengan gugatan asal, apabila ada hubungan erat antara gugatan balik dengan gugatan asal.”
Sedangkan Pasal 132b HIR menegaskan:
“Gugatan balik tersebut harus diajukan selambat-lambatnya bersamaan dengan jawaban tergugat, dan hakim wajib memeriksa kedua gugatan tersebut secara bersamaan.”
Ketentuan dalam Pasal 157 dan 158 RBg memiliki substansi yang sama, hanya berbeda wilayah penerapannya.
Baca Juga: Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata yang Kuat untuk Persidangan
Syarat-Syarat Mengajukan Gugatan Rekonvensi di Persidangan
Jika Anda sebagai tergugat ingin mengajukan gugatan balik (rekonvensi), ada beberapa ketentuan yang wajib dipenuhi agar gugatan tersebut dapat diterima dan diproses oleh pengadilan. Berikut adalah syarat-syaratnya.
1. Hanya dapat diajukan oleh tergugat dalam perkara konvensi (gugatan awal)
Rekonvensi tidak bisa diajukan oleh pihak ketiga yang tidak menjadi tergugat dalam perkara asal.
2. Diajukan bersamaan dengan jawaban pertama tergugat
Waktu pengajuan ini sangat penting. Pasal 132b HIR atau Pasal 158 RBg mengatur bahwa gugatan rekonvensi harus diajukan selambat-lambatnya bersamaan dengan jawaban pertama dalam sidang.
3. Harus ada hubungan erat dengan gugatan awal
Artinya, pokok sengketa dalam gugatan balik harus berkaitan langsung dengan pokok sengketa gugatan asal, sehingga masuk akal untuk diperiksa dalam satu perkara.
4. Diajukan secara tertulis dan memenuhi unsur gugatan
Rekonvensi tetap harus disusun layaknya gugatan biasa, lengkap dengan identitas para pihak, uraian fakta dan dasar hukum (posita), serta tuntutan yang diminta (petitum).
5. Memenuhi syarat formil dan materil gugatan perdata
Jika syarat formil atau materil tidak dipenuhi, hakim dapat menyatakan gugatan rekonvensi tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
6. Disampaikan kepada majelis hakim yang memeriksa gugatan asal
Gugatan balik tidak diajukan dalam perkara baru, tetapi digabungkan dengan pemeriksaan perkara konvensi yang sedang berjalan.
Contoh Sederhana Kasus Gugatan Rekonvensi
Bayangkan sebuah perkara perdata tentang sengketa pembayaran. Penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan karena menilai tergugat belum melunasi sisa utang atas suatu perjanjian jual beli. Gugatan ini disebut gugatan konvensi.
Baca Juga: Mengenal Gugatan Derivatif Terhadap Direksi dan Komisaris Perusahaan
Dalam sidang pertama yang membahas jawaban tergugat, ternyata tergugat tidak hanya membantah gugatan tersebut, tetapi juga mengajukan gugatan balik. Dalam gugatan balasan itu, tergugat menuntut kompensasi kerugian yang timbul dari perjanjian yang sama, misalnya karena keterlambatan pengiriman atau kualitas barang yang tidak sesuai kesepakatan.
Karena gugatan balik tersebut memiliki hubungan langsung dengan pokok perkara awal, maka pengadilan dapat memeriksa keduanya secara bersamaan. Dalam proses ini:
- Penggugat akan membuktikan klaimnya terkait pelunasan utang
- Tergugat akan membuktikan klaimnya terkait kerugian yang dialami
Dengan digabungnya kedua perkara tersebut, proses menjadi lebih efisien: hanya ada satu rangkaian persidangan, biaya perkara lebih hemat, dan putusan hakim mencakup kedua tuntutan sekaligus, sehingga menghindari adanya putusan yang saling bertentangan.
Kesimpulan
Gugatan rekonvensi memberi hak kepada tergugat untuk menggugat balik penggugat dalam perkara yang sama, selama objek sengketanya berhubungan langsung. Dasarnya diatur dalam Pasal 132a–132b HIR (Jawa & Madura) dan Pasal 157–158 RBg (luar Jawa & Madura).
Langkah ini membuat proses hukum lebih praktis, hemat biaya, dan mencegah putusan yang saling bertentangan.
Butuh inspirasi strategi atau contoh nyata dari putusan pengadilan? Temukan jawabannya di Pusat Data Hukum Legal Hero. Akses cepat ke ribuan putusan untuk mendukung langkah hukum Anda!
