Mengingat kasus perpisahan pasangan suami istri (pasutri) berpotensi terjadi, Anda harus kenali hak mantan istri dan anak setelah perceraian. Sejumlah hak ini perlu diberikan dan telah diatur melalui peraturan tertentu.
Lantas, undang-undang atau peraturan apa saja yang mengatur hak mantan istri dan anak setelah perceraian di Indonesia? Artikel ini membahas beberapa kebijakan terkait pemenuhan hak istri maupun anak pasca perceraian dan konsekuensi hukumnya jika tak diberikan.
Undang-Undang yang Mengatur Hak Mantan Istri dan Anak Setelah Perceraian di Indonesia
Pasal 41 huruf (a-c) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) jo. UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan beberapa akibat dari perceraian atau putusnya perkawinan akibat cerai.
Pertama poin (a), ibu maupun bapak tetap mempunyai kewajiban untuk memelihara serta mendidik anak berdasarkan kepentingan buah hati. Jika terdapat perseteruan antara kedua pihak terkait hak asuh (penguasaan), diputuskan oleh pengadilan.
Kemudian huruf (b) menyebutkan bahwa bapak mempunyai tanggung jawab terhadap biaya pemeliharaan serta pendidikan anak. Ibu juga boleh berkontribusi untuk pembiayaan ini, jika bapak berdasarkan putusan pengadilan tak mampu menanggungnya.
Adapun poin (c) berfokus pada kewajiban suami untuk memberikan mantan istrinya biaya penghidupan dan/atau menentukan kewajiban untuknya.
Berhubungan dengan hak mantan istri, kewajiban suami pasca perceraian akibat talak dijelaskan dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Salah satunya poin (a), mengungkap suami harus memberikan mut’ah, yaitu barang maupun uang wajib yang diberikan suami setelah bercerai.
Hak-Hak Mantan Istri Menurut Hukum di Indonesia
Apa saja hak yang dimiliki mantan istri dalam perceraian menurut hukum di Indonesia? Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam Pasal 41 poin (c) UU No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019, bahwa suami harus memberikan mantan istri biaya penghidupan.
Adapun ketentuannya dalam KHI, tepatnya Pasal 149 poin (a), suami dikatakan harus menyuguhkan mut’ah. Menurut Pasal 1 poin (j) KHI, mut’ah diberikan suami kepada bekas istri yang telah ditalaknya, bisa berupa uang atau barang.
Namun demikian, ketentuan pertama hak mantan istri ini tidak berlaku jika situasinya qobla al dukhul. Menurut Pasal 158 KHI, qobla al dukhul merujuk pada pasutri yang sudah sah menikah dan belum melakukan hubungan suami istri, namun bercerai.
Kemudian Pasal 149 KHI poin (b), menyebutkan suami berkewajiban memberi nafkah, maskan, dan kiswah, selama masa iddah. Situasi ini tidak berlaku seandainya mantan istri telah diberikan talak ba’in dan kondisinya tak hamil.
Dinukil dari laman Kemenag Kalteng, masa iddah merupakan periode tunggu seorang perempuan pasca cerai dari suaminya. Adapun hak mantan istri berikutnya berdasarkan poin (c) adalah diberikan mahar terhutang seluruhnya atau sebagian, jika situasinya qobla al dukhul.
Hak-Hak Anak Setelah Perceraian yang Harus Dipenuhi
Apa saja hak-hak anak yang harus tetap dipenuhi setelah perceraian? Masih merujuk aturan serupa, Pasal 149 poin (d) Kompilasi Hukum Islam, ditetapkan bahwa seorang bapak wajib memberikan biaya hadhanah untuk anaknya sampai umur 21 tahun.
Mengutip analisis Murniasih dalam “Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian Menurut Peraturan Perundang-Undangan” (Pengadilan Agama Sanggau, 2002), anak sebagai warga negara wajib dilindungi haknya.
Beberapa hak anak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berikut ini daftar hak anak yang menjadi kewajiban orangtua, sebagaimana tertulis dalam UU tersebut.
Hak Hidup
Menurut Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hak hidup merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada anak agar mereka bisa hidup. Kita selayaknya tahu bahwa ini merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang menjadi dasar untuk berkehidupan.
Hak Beragama, Berpikir, dan Berekspresi
Ketentuan ini diatur lewat Pasal 6 UU serupa, di mana anak bebas menentukan agama yang ingin dipeluknya. Kemudian bebas untuk mengekspresikan kebebasan ataupun menyalurkan pemikiran kreativitasnya.
Hak Kesehatan dan Kesejahteraan
Kesehatan serta kesejahteraan menjadi hak yang perlu diberikan kepada anak, baik itu dalam kondisi baik-baik saja atau pascaperceraian. Selain itu, Pasal 12 UU yang sama menyebutkan bahwa mereka juga berhak menerima rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan.
Hak Pendidikan dan Pengajaran
Pengajaran serta pendidikan wajib diberikan sebagai hak anak agar mereka bisa mengembangkan pengetahuan dan mengimplementasikan kemampuan. Poin ini juga merujuk pada tanggung jawab mereka secara moral maupun sosial.
Hak Perlindungan
Dalam konteks perlindungan sendiri, anak mempunyai hak untuk dilindungi atas sejumlah hal buruk. Di antaranya agar terhindar dari penelantaran, diskriminasi, kekejaman, eksploitasi, kekerasan, dan berbagai perlakuan buruk lain.
Hak Pengasuhan
Anak-anak juga harus diberikan hak pengasuhan, yakni hak untuk memperoleh asuhan yang efektif serta bebas dari tindakan semena-mena bertekanan. Dengan begitu, mereka wajib dikasihi selayaknya anak kecil oleh orangtua maupun pihak lainnya.
Hak Mendapatkan Keadilan
Siapa di antara kita yang ingin diperlakukan tidak adil? Tentu tidak ada, termasuk anak yang harus dijaga dari perilaku ketidakadilan, baik itu dalam pemeliharaan maupun kehidupannya.
Berkaitan dengan hak-hak anak yang wajib dilindungi berdasarkan sejumlah pasal di UU No. 23 Tahun 2002 di atas, secara khusus dibahas kondisi anak pascaperceraian lewat Pasal 41 UU Perkawinan.
Sesuai ketentuan yang terlampir di pasal tersebut, melalui poin (a) dijelaskan bahwa “Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.”
Kemudian poin (b) menyatakan bahwa “Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.”
Adapun Pasal 149 poin (d) KHI menjelaskan bahwa anak berhak mendapatkan biaya hadhanah pascaperceraian. Hadhanah berarti biaya pemeliharaan, pengasuhan, dan pendidikan yang diberikan kepada anak sampai usianya dewasa, yakni 21 tahun menurut pasal terkait.
Konsekuensi Hukum Jika Kedua Hak Tersebut Tidak Dipenuhi
Perlu diketahui bahwa jumlah besaran maupun kewajiban suami harus memenuhi hak mantan istri dan anak ditentukan oleh pengadilan. Seandainya mantan suami menolak memberikan nafkah atau mengirim tak sesuai ketetapan, bisa dikategorikan sebagai bentuk kesalahan/ketidakpatuhan.
Lantaran UU Peradilan Agama tidak mengatur perihal ini, maka bisa diterapkan HIR atau Herzien Inlandsch Reglement. Dengan begitu, upaya penegakan hukum bisa berlaku untuk kasus perceraian di lingkungan pengadilan agama maupun negeri.
Pasal 196 menyebutkan bahwa konsekuensi tidak menjalankan putusan pengadilan bisa berujung kepada pemanggilan pihak yang melanggar atau lalai. Pemenuhan kewajiban akan disuruh segera berjalan paling lama delapan hari, pasca peringatan.
Adapun dalam Pasal 197 HIR disebutkan konsekuensi yang lebih berat, seandainya pihak yang bertanggung jawab memberikan hak tidak menjalankan perintah.
Langkah hukumnya bisa berupa pemberian surat dan penyitaan barang, dilakukan sampai kebutuhan untuk memberikan hak sesuai aturan terpenuhi.
Apa konsekuensi hukum jika orang tua yang memegang hak asuh tidak memenuhi hak anak? Aturan ini sekiranya tercantum dalam Pasal 156 huruf (c) KHI, di mana seorang ibu bisa saja kehilangan hak asuh jika tidak dapat menjamin keselamatan rohani maupun jasmani anak.
Adapun konsekuensi hukumnya dapat diterapkan jika terdapat kerabat yang melaporkannya ke pengadilan agama. Hak asuh bisa dicabut dan anak akan diserahkan kepada kerabat lain, yakni orang yang diklaim lebih kompeten dalam pemenuhan hak.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat melihat bahwa mantan istri dan anak harus dipenuhi hak-haknya oleh seorang bapak/mantan suami. Bekas istri misalnya, wajib diberikan mut’ah, nafkah iddah, ataupun mahar terutang, sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun hak anak meliputi hak hidup, hak dipelihara, hak kesehatan, hak beragama, hak kesejahteraan, hak pendidikan, hak mendapat keadilan, dan lain-lain. Semua itu harus terpenuhi sebagai bentuk perlindungan terhadap anak.
Melalui kesimpulan singkat tersebut, terdapat pula konsekuensi yang bisa diperoleh mantan suami jika hak mantan istri dan anak tidak dipenuhi. Anda bisa melaporkan itu melalui pengadilan di sekitar domisili rumah Anda.
Sebelum itu, Anda bisa menghubungi Hukumku untuk berkonsultasi terkait pemenuhan hak mantan istri dan anak yang dilanggar. Melalui aplikasi Hukumku, Anda bisa berkomunikasi bersama ahli hukum dan dibantu dalam proses penanganan perkaranya.
Comments