top of page

Memahami Kepailitan: Dari Dasar Hukum hingga Contoh Kasus


Temukan panduan mendalam tentang kepailitan, termasuk definisi, dasar hukum, syarat, tujuan, serta contoh kasus kepailitan di Indonesia.

Hukum kepailitan memang terdengar sangat kompleks dan mungkin akan membingungkan untuk orang awam. Oleh karena itu muncul banyak pertanyaan tentang kepailitan.


Pailit adalah status hukum dimana seorang individu atau entitas, seperti perusahaan, diakui oleh pengadilan sebagai tidak mampu membayar utang-utangnya yang jatuh tempo. Proses pailit memungkinkan debitur untuk mengatur ulang atau melikuidasi utang-utangnya dan harus dengan bantuan dan keputusan pengadilan niaga.


Dalam artikel ini akan dibahas mengenai  dasar hukum kepailitan, syarat kepailitan hingga contoh kasus kepailitan. Maka dari itu, simak artikel berikut ini.


Dasar Hukum tentang Kepailitan


Dasar hukum kepailitan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beserta peraturan pelaksanaannya. Undang-undang tersebut diatur tentang syarat-syarat dan putusan pailit, tata cara permohonan kepailitan, tata cara pelaksanaan kepailitan, tata cara penyelesaian kewajiban oleh kurator, tata cara pembatalan perbuatan hukum oleh debitur, serta tata cara pelaporannya kepada pengadilan.


Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur peranan pengadilan sebagai lembaga yang berwenang memutus permohonan pailit dan menunjuk seorang pengurus kepailitan yang bertanggung jawab atas pengurusan dan likuidasi harta kekayaan debitur pailit, serta pembagian harta kekayaan debitur pailit. Jumlah pelunasan tersebut akan dibayarkan kepada kreditur yang menjadi tanggung jawabnya. 


Semua proses kepailitan berlangsung di pengadilan dan diawasi oleh Pengawas Pengadilan, yang merupakan bagian administratif dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.


Syarat-syarat Kepailitan


Untuk terjadinya suatu kepailitan, tentu saja ada syarat-syarat yang harus dipenuhinya. berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU dapat dipahami bahwa setidaknya ada dua syarat kepailitan:


  1. Ada dua atau lebih kreditur; dan

  2. Ada satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) yang tidak dibayar lunas oleh debitur.


Permohonan pernyataan pailit juga harus dikabulkan oleh Pengadilan Niaga apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa dua syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah dipenuhi.


Tujuan dari Kepailitan


Terdapat beberapa tujuan dari proses kepailitan yaitu:

  1. Memberi kesempatan kepada debitur untuk berunding dengan para kreditornya untuk melakukan restrukturisasi utang baik dengan penjadwalan kembali pelunasan utang debitur, dengan atau tanpa perubahan syarat syarat atau ketentuan ketentuan perjanjian hutang, dengan atau tanpa pemberian pinjaman baru.

  2. Melindungi para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka kembali.

  3. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitur di antara para kreditur sesuai dengan asas pari passu (membagi secara proporsional harta kekayaan debitur kepada para kreditur konkuren berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing masing).

  4. Memastikan kebenaran jumlah dan keabsahan piutang para kreditur dengan melakukan verifikasi.

  5. Memberi perlindungan kepada debitur yang beritikad baik agar penagihan piutang kreditur tidak langsung dilakukan terhadap para debitur tetapi melalui likuidator atau kurator setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan.

  6. Memastikan siapa saja kreditur yang memiliki tagihan terhadap debitur pailit dengan melakukan pendaftaran kreditur.



Contoh Kasus Kepailitan di Indonesia


Contoh kasus kepailitan salah satunya adalah PT. Dirgantara Indonesia. PT. Dirgantara Indonesia adalah sebuah BUMN yang awalnya bernama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang didirikan pada tanggal 28 April 1976 dengan akte notaris No.15 dengan direktur utamanya BJ Habibie.


Tanggal 4 September 2007 menjadi titik balik bagi PT. Dirgantara Indonesia. Pada tanggal itu gugatan karyawan untuk mempailitkan PT. Dirgantara dikabulkan oleh hakim pengadilan niaga karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun serta jaminan hari tua kepada mantan karyawannya yang diberhentikan sejak 2003.


Akibat Hukum dari Adanya Putusan Pernyataan Pailit


Putusan pernyataan pailit tentunya mengakibatkan hukum-hukum tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UU 37/2004 yaitu:


Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.


Akibat hukum pailit bagi orang perseorangan adalah ia demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya. Dengan jatuhnya putusan pernyataan pailit maka terjadilah sita umum kepailitan. Seluruh harta orang perseorangan yang dinyatakan pailit akan dilakukan pengurusannya dan pemberesannya oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas, digunakan sebagai jaminan bersama untuk para kreditur.





bottom of page