Isitlah pailit kerap kali dijumpai dalam dunia bisnis. Untuk beberapa kasus, masih ada yang sering menyebutnya dengan bangkrut. Padahal, kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda.
Gunakan Jasa Hukumku!
Artikel ini membahas secara jelas dan ringkas tentang apa itu pailit, dasar hukum, contoh kasus, serta perbedaannya dengan kebangkrutan.
Perbedaan Pailit dan Bangkrut
Pailit adalah status hukum di mana seorang individu atau entitas, diakui oleh pengadilan sebagai tidak mampu membayar utang-utangnya yang jatuh tempo. Proses pailit memungkinkan debitur untuk mengatur ulang atau melikuidasi utang-utangnya dan harus dengan bantuan dan keputusan dari Pengadilan Niaga.
Sementara itu, bangkrut adalah kondisi ketika sebuah perusahaan atau individu mengalami ketidakmampuan finansial yang serius. Hal ini membuat perusahaan tidak bisa lagi menjalankan aktivitas bisnis atau memenuhi kewajiban keuangannya.
Berbeda dengan pailit yang statusnya ditetapkan secara hukum oleh Pengadilan Niaga, bangkrut lebih merujuk pada kondisi finansial yang sulit tanpa harus ada putusan resmi dari pengadilan.
Dasar Hukum Kepailitan
Dasar hukum kepailitan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) beserta peraturan pelaksanaannya. Undang-undang tersebut mengatur syarat, putusan, dan tata caranya seperti:
- Permohonan
- Pelaksanaan
- Penyelesaian kewajiban oleh kurator
- Pembatalan perbuatan hukum oleh debitur
- Laporan ke pengadilan.
UU 37/2004 juga mengatur peran pengadilan dalam memutus permohonan, menunjuk pengurus kepailitan untuk mengelola dan melikuidasi aset debitur, serta mendistribusikan hasil likuidasi tersebut kepada kreditur terkait.
Syarat Kepailitan
Untuk terjadinya suatu kepailitan, tentu saja ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU dapat dipahami bahwa setidaknya ada dua syarat yaitu:
- Ada dua atau lebih kreditur; dan
- Ada satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) yang tidak dibayar lunas oleh debitur.
Permohonan pernyataan pailit juga harus dikabulkan oleh Pengadilan Niaga apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa dua syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah dipenuhi.
Tujuan
Terdapat beberapa tujuan dari proses kepailitan diantaranya:
- Memberi kesempatan kepada debitur untuk bernegosiasi restrukturisasi utang, termasuk penjadwalan ulang pelunasan dan perubahan ketentuan perjanjian.
- Melindungi hak kreditur konkuren untuk mendapatkan kembali haknya.
- Menjamin pembagian harta kekayaan debitur secara proporsional kepada kreditur sesuai asas pari passu.
- Memastikan jumlah dan keabsahan piutang kreditur melalui verifikasi.
- Melindungi debitur beritikad baik dengan memastikan penagihan dilakukan melalui kurator setelah putusan pailit.
- Mengidentifikasi kreditur dengan melakukan pendaftaran secara jelas dan akurat.
Baca Juga: Perusahaan Diambang Pailit? Ini Solusi Hukumnya
Contoh Kasus
Contoh kasus kepailitan salah satunya adalah PT. Dirgantara Indonesia. PT. Dirgantara Indonesia adalah sebuah BUMN yang awalnya bernama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang didirikan pada tanggal 28 April 1976 dengan akte notaris No.15 dengan direktur utamanya BJ Habibie.
Tanggal 4 September 2007 menjadi titik balik bagi PT. Dirgantara Indonesia. Pada tanggal itu gugatan karyawan untuk mempailitkan PT. Dirgantara dikabulkan oleh hakim pengadilan niaga karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun serta jaminan hari tua kepada mantan karyawannya yang diberhentikan sejak 2003.
