Setiap keputusan bisnis mengandung risiko. Namun, apakah setiap kegagalan bisnis otomatis menjadikan direksi bersalah? Business Judgment Rule hadir untuk memberi perlindungan hukum bagi direksi yang bertindak dengan itikad baik dan profesional, meskipun hasil bisnis tidak sesuai harapan.
Artikel ini akan membahas batas perlindungan dan tanggung jawab direksi berdasarkan Business Judgment Rule dalam hukum korporasi Indonesia.
Batasan Perlindungan Business Judgment Rule
Meskipun Business Judgment Rule (BJR) memberikan perlindungan hukum bagi direksi, perlindungan ini tidak bersifat mutlak. Prinsip ini hanya berlaku jika direksi benar-benar bertindak dengan itikad baik, kehati-hatian, dan untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Apabila tindakan direksi terbukti dilakukan dengan kelalaian, penyalahgunaan wewenang, atau adanya benturan kepentingan, maka BJR tidak dapat digunakan sebagai tameng hukum.
Menurut Munir Fuady dalam Hukum Perseroan Terbatas (2018), batas utama penerapan BJR adalah perilaku profesional dan proses pengambilan keputusan yang rasional. Jika keputusan bisnis didasari spekulasi pribadi, manipulasi data, atau keuntungan diri sendiri, maka direksi tetap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian perusahaan.
Hal ini juga sejalan dengan Pasal 97 ayat (3) UUPT, yang menegaskan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perusahaan apabila bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
Dengan demikian, BJR tidak menghapus tanggung jawab direksi, melainkan memberikan perlindungan bersyarat bagi mereka yang menjalankan fungsi manajerial secara profesional dan transparan.
Dalam praktiknya, pengadilan akan menilai apakah proses pengambilan keputusan telah memenuhi standar kehati-hatian (due care) dan tidak menyalahi prinsip fiduciary duty yakni kewajiban
Berikut batasan-batasan kunci yang perlu dipahami direksi serta implikasinya dalam praktik Indonesia:
- Bad faith & motif pribadi
BJR gugur jika keputusan diambil tidak dengan itikad baik atau untuk kepentingan pribadi/pihak terafiliasi. Indikatornya: penyembunyian informasi material, side payments, atau memanfaatkan posisi untuk keuntungan sendiri.
- Kelalaian serius / keputusan irasional (gross negligence / corporate waste)
BJR melindungi proses yang wajar, bukan hasil yang sempurna. Namun, bila keputusan sangat menyimpang dari nalar bisnis (mis. membayar harga jauh di atas nilai wajar tanpa kajian), pengadilan dapat menilai terjadi waste dan menembus BJR.
- Informasi tidak memadai & proses pengambilan keputusan cacat
Keputusan yang diambil tanpa informed decision (tanpa due diligence, fairness opinion, studi risiko, atau masukan ahli) berpotensi meniadakan perlindungan BJR. Catatan rapat (notulen), memo analisis, dan paper trail menjadi bukti vital bahwa prosesnya memadai.
- Bertentangan dengan hukum, anggaran dasar, atau melampaui kewenangan (ultra vires)
BJR tidak menutup tanggung jawab atas tindakan yang melanggar peraturan/izin, melampaui kewenangan direksi, atau bertentangan dengan anggaran dasar (mis. aksi korporasi yang mensyaratkan persetujuan RUPS/komisaris tetapi diabaikan).
- Transaksi benturan kepentingan (conflict of interest) tanpa prosedur
Untuk perseroan terbuka, transaksi afiliasi/benturan kepentingan memerlukan prosedur khusus (persetujuan pemegang saham independen, fairness opinion). Mengabaikannya meniadakan BJR meski harga transaksi tampak wajar.
- Kewajiban pengawasan & kepatuhan (duty of oversight/compliance)
Bahkan tanpa keputusan bisnis spesifik, kelalaian membangun dan mengawasi sistem kepatuhan internal (anti-fraud, AML, K3, lingkungan, data pribadi) dapat meniadakan BJR. Direksi wajib memastikan ada sistem pelaporan dan pengendalian internal yang memadai.
- Beban pembuktian berada pada direksi (burden shifting)
Di Indonesia, Pasal 97 ayat (5) UUPT menempatkan beban pembuktian pada direksi untuk menunjukkan terpenuhinya empat syarat (bukan karena salah/ lalai; good faith & due care; tanpa COI; upaya mencegah rugi). Gagal membuktikan → BJR tidak berlaku.
Implikasi: Simpan rekam jejak keputusan (notulen, deck manajemen, vendor selection memos, risk registers).
- Tidak melindungi pelanggaran pidana/administrative
BJR tidak menutup tanggung jawab pidana (korupsi, penipuan, insider trading) atau sanksi administratif (pelanggaran perizinan/OJK/Kominfo/lingkungan). Perlindungan BJR adalah ranah perdata/korporasi, bukan shield universal.
- Konteks krisis & informasi dinamis
Dalam situasi krisis, standar kehati-hatian tetap berlaku, tetapi pengadilan menilai kewajaran sesuai informasi yang tersedia saat itu, bukan dengan kacamata hindsight. Karena itu, penting mencatat “timeline informasi” yang dipakai saat keputusan dibuat.
Baca Juga: Business Judgment Rule: Perisai Hukum bagi Direksi dalam Pengambilan Keputusan
Kesimpulan
Memahami batasan Business Judgment Rule membantu direksi bertindak dengan percaya diri tanpa mengabaikan tanggung jawab hukum. Namun, setiap keputusan bisnis tetap memerlukan pendampingan yang tepat agar sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan regulasi yang berlaku.
Jika perusahaan Anda menghadapi potensi risiko hukum atau membutuhkan konsultasi seputar hukum korporasi, Hukumku siap membantu. Dengan layanan konsultasi hukum online mulai dari IDR 100.000, Anda dapat berdiskusi langsung dengan mitra advokat profesional berpengalaman di bidang hukum perusahaan.
