Dalam praktiknya, hukum adat kerap beririsan dengan hukum nasional dan menjadi rujukan penting dalam penyelesaian sengketa. Oleh karena itu, memahami hukum adat bukan hanya wawasan tambahan, melainkan kebutuhan praktis bagi seorang advokat.
Artikel ini akan mengulas konsep hukum adat dalam praktik hukum Indonesia.
Definisi dan Konsep Hukum Adat
Hukum adat merupakan bagian dari sistem hukum Indonesia yang lahir dari praktik dan tradisi masyarakat setempat. Ia tidak selalu tertulis dalam bentuk undang-undang, tetapi hidup dan ditaati karena diakui sebagai norma yang mengikat dalam komunitas. Van Vollenhoven, salah satu ahli hukum terkemuka, mendefinisikan hukum adat sebagai aturan tingkah laku yang berlaku bagi orang pribumi dan Timur Asing di Indonesia, yang tidak bersumber pada hukum Barat.
Karakteristik Hukum Adat
- Tidak Tertulis tetapi Hidup dalam Masyarakat
Hukum adat tidak terkodifikasi seperti KUHPerdata atau KUHP. Ia diwariskan secara lisan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ter Haar, hukum adat lahir dari keputusan-keputusan kepala adat (beslissingenleer) yang kemudian ditaati masyarakat sehingga menjadi aturan yang mengikat.
- Bersifat Dinamis dan Fleksibel
Hukum adat dapat berubah mengikuti perkembangan sosial dan budaya masyarakat. Inilah sebabnya hukum adat disebut sebagai living law, karena ia selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman tanpa kehilangan akar tradisinya.
- Mengutamakan Keseimbangan dan Harmoni Sosial
Penyelesaian sengketa dalam hukum adat biasanya lebih menekankan musyawarah dan perdamaian dibandingkan sanksi yang bersifat menghukum. Tujuan utamanya adalah memulihkan hubungan baik dan menjaga keseimbangan dalam komunitas.
- Bersifat Komunal
Hukum adat lebih menekankan kepentingan kelompok dibandingkan individu. Contoh nyatanya adalah konsep tanah ulayat, di mana hak kepemilikan atas tanah tidak dimiliki perseorangan, melainkan komunitas adat. Hal ini juga diakui dalam UU Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) sepanjang hak ulayat tersebut masih ada dan diakui masyarakat.
- Memiliki Legitimasi Sosial
Hukum adat tetap berlaku karena diakui, ditaati, dan dijalankan oleh masyarakat. Tanpa pengakuan ini, hukum adat tidak akan memiliki daya ikat. Inilah yang membedakannya dari hukum positif yang berlaku karena dipaksakan oleh negara.
Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum Nasional
Hukum adat memiliki posisi penting dalam sistem hukum Indonesia karena diakui secara konstitusional dan dihubungkan dengan hukum positif yang berlaku. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, hukum adat tidak bisa dipandang sebagai hukum yang terpisah, melainkan menjadi bagian dari sistem hukum nasional.
Pengakuan ini juga tampak jelas dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960). Pasal 3 menyebutkan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa masyarakat hukum adat tetap diakui, sepanjang kenyataannya masih ada dan sesuai kepentingan nasional. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara hukum adat dan hukum agraria nasional, khususnya terkait kepemilikan dan pengelolaan tanah.
Dalam praktik peradilan, hukum adat kerap dijadikan sumber hukum oleh hakim ketika hukum tertulis tidak mengatur suatu persoalan. Misalnya, sengketa tanah ulayat atau warisan adat sering diputus dengan mempertimbangkan hukum adat setempat.
Pertajam Strategi Hukum Anda dengan Legal Hero AI
Legal Hero hadir untuk membantu dalam melakukan riset hukum yang sistematis dan andal menggunakan AI, dilengkapi dengan jutaan dokumen putusan dan peraturan yang siap Anda akses kapan saja. Dengan Legal Hero, Anda dapat menemukan preseden dan dasar hukum yang relevan sehingga penyelesaian sengketa lingkungan dapat dijalankan lebih efektif, profesional, dan berbasis data.
