Dalam hukum di Indonesia, dikenal sebuah istilah praperadilan. Apa itu praperadilan? Singkatnya, praperadilan adalah mekanisme hukum yang diajukan untuk menunjukkan keberatan atas tindakan atau putusan dari aparat penegak hukum.
Namun, bagaimana mekanisme praperadilan dan apa dasar hukum praperadilan ini? Mari kita simak penjelasan lengkap tentang apa itu praperadilan, objek praperadilan, dasar hukum praperadilan, syarat mengajukan praperadikan, hingga mekanisme dan contoh gugatan praperadilan berikut ini.
Apa Itu Praperadilan?
Praperadilan adalah salah satu mekanisme hukum di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada individu yang merasa dirugikan oleh tindakan atau keputusan aparat penegak hukum, seperti penyidik atau penuntut umum. Mekanisme ini memberikan hak kepada individu untuk mengajukan keberatan atas tindakan hukum yang dianggap tidak sah atau tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Tujuan dari adanya praperadilan sendiri adalah untuk memastikan bahwa tindakan atau keputusan yang diambil oleh penegak hukum tidak sembarangan dan sesuai dengan kewenangan tugasnya.
Praperadilan sendiri merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri sebagai pengawas. Lantas, siapa yang berhak mengajukan praperadilan? Pihak yang berhak mengajukan praperadilan adalah tersangka yang penahanannya bertentangan dengan pasal 21 KUHAP atau melewati batas waktu pasal 24 KUHAP, penyidik, dan penuntut umum atau pihak ketiga atau saksi korban.
Objek Praperadilan
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur dengan jelas hal-hal terkait praperadilan, salah satunya adalah penjelasan mengenai objek praperadilan. Berdasarkan UU No.8 Tahun 1981 pasal 77 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dijelaskan bahwa objek praperadilan meliputi:
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Akan tetapi, dikutip dari Website Mahkamah Konstitusi (MK), disebutkan bahwa MK telah mengeluarkan putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-Undang (UU) 8/1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa:
“objek praperadilan tidak hanya yang telah ditentukan oleh Pasal 77 KUHAP yaitu: “a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”. Tetapi juga termasuk “penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan”
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa objek praperadilan meliputi:
1. Penangkapan dan Penahanan
Praperadilan dapat diajukan untuk menguji keabsahan tindakan penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Misalnya, jika penangkapan dilakukan tanpa surat perintah atau penahanan melebihi batas waktu yang ditentukan, maka tindakan tersebut dapat digugat melalui praperadilan.
2. Penghentian Penyidikan dan Penuntutan
Tindakan penghentian penyidikan atau penuntutan oleh penyidik atau penuntut umum juga dapat menjadi objek praperadilan. Jika penghentian tersebut dianggap tidak berdasar atau tidak sah, pihak yang dirugikan dapat mengajukan praperadilan.
3. Penggeledahan dan Penyitaan
Tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan tanpa prosedur yang sah atau tanpa surat perintah dapat diuji melalui praperadilan.
4. Penetapan Tersangka
Praperadilan juga mencakup tindakan penetapan tersangka tanpa adanya batas waktu yang jelas, sehingga seseorang tersebut dipaksa oleh negara untuk menerima status tersangka.
Ruang Lingkup Praperadilan
Praperadilan, sebagai salah satu mekanisme hukum penting di Indonesia, memiliki ruang lingkup yang luas dan mencakup berbagai aspek dalam proses hukum. Salah satu aspek utama yang menjadi fokus praperadilan adalah keabsahan penangkapan dan penahanan oleh aparat penegak hukum.
Melalui praperadilan, tindakan tersebut akan dinilai apakah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum acara pidana. Selain itu, ruang lingkup praperadilan juga mencakup pengujian terhadap keputusan untuk menghentikan penyidikan atau penuntutan suatu kasus. Hal ini memungkinkan pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan praperadilan guna mempertanyakan keabsahan penghentian tersebut.
Dengan demikian, ruang lingkup praperadilan mencakup aspek-aspek penting dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.
Syarat Mengajukan Praperadilan
Setelah memahami apa itu praperadilan, objek praperadilan, dan ruang lingkup praperadilan, berikut adalah syarat mengajukan praperadilan yang perlu diketahui.
1. Pihak yang Berhak Mengajukan
Hanya pihak yang berhak yang dapat mengajukan praperadilan, termasuk tersangka, keluarga tersangka, atau pihak lain yang secara langsung terkait dengan objek yang digugat.
2. Objek yang Digugat
Permohonan praperadilan harus mencakup objek yang jelas dan spesifik, seperti tindakan atau keputusan yang dianggap tidak sah atau tidak sesuai dengan hukum acara pidana.
3. Bukti Pendukung
Permohonan praperadilan harus disertai dengan bukti-bukti yang mendukung gugatan, seperti dokumen, saksi, atau barang bukti lainnya yang dapat menguatkan argumen pemohon.
4. Prosedur Pengajuan
Permohonan praperadilan harus diajukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pengadilan, termasuk mengikuti format dan waktu yang telah ditetapkan.
5. Kesesuaian dengan Hukum
Permohonan praperadilan harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Mekanisme Praperadilan
Sebagai dasar hukum mengenai praperadilan yang berlaku, mekanisme praperadilan juga telah dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan pasal 78, 79, 80, 81, dan 82 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dikatakan bahwa mekanisme praperadilan adalah sebagai berikut.
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.
Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.
Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
Dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
Putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding. Kecuali jika putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
Upaya Hukum terhadap Putusan Praperadilan
Jika dalam upayanya putusan praperadilan dirasa tidak memuaskan salah satu pihak, terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kasasi
Pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung hanya dapat dilakukan jika ada kesalahan dalam penerapan hukum. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan kasasi untuk menguji kembali putusan praperadilan.
2. Gugatan di Pengadilan yang Lebih Tinggi
Meskipun tidak ada mekanisme banding dalam praperadilan, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan di pengadilan yang lebih tinggi untuk mendapatkan keadilan.
Konsultasikan Masalah Hukum Anda dengan Hukumku
Jika Anda menghadapi masalah hukum yang memerlukan praperadilan atau bantuan hukum lainnya, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli hukum terpercaya. Hukumku siap memberikan konsultasi profesional dan solusi hukum yang tepat untuk Anda. Melalui konsultasi hukum online di Aplikasi Hukumku, Anda bisa berkonsultasi dengan mudah kapan saja dan dimana saja.
Konsultasikan masalah hukum Anda dengan Hukumku untuk mendapatkan solusi yang tepat dan perlindungan hukum yang Anda butuhkan. Ayo download Hukumku sekarang!
Comments