Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan regulasi baru terkait mekanisme penjatahan terpusat (pooling allotment) dalam penawaran umum perdana saham (IPO) untuk investor ritel. Ketentuan tersebut tertuang dalam SEOJK No. 25/SEOJK.04/2025, yang mulai berlaku awal Desember 2025.
Langkah ini menjadi salah satu reformasi pasar modal yang bertujuan memperluas akses investor ritel, meningkatkan pemerataan penjatahan, sekaligus mendorong partisipasi publik dalam IPO—sejalan dengan tren peningkatan minat investasi domestik yang disorot Reuters dan Bloomberg dalam laporan tahunannya mengenai pasar Asia Tenggara.
Porsi Investor Ritel Naik dari 1/3 Menjadi 1/2 Penjatahan Terpusat
Riset Stockbit Sekuritas mencatat bahwa aturan baru tersebut menaikkan porsi alokasi investor ritel dari sebelumnya 1/3 menjadi 1/2 dari total penjatahan terpusat. Selain itu, OJK membatasi pemesanan maksimum hanya 10% dari seluruh nilai efek yang ditawarkan.
OJK menegaskan, bila total pemesanan ritel melebihi batas tersebut, pesanan tidak akan diproses. “Minat dan/atau pesanan itu akan dikembalikan kepada pemodal untuk disesuaikan, kemudian dapat diajukan kembali sesuai ketentuan,” demikian dikutip dari dokumen resmi OJK.
Berdasarkan laporan pasar modal Hong Kong Exchanges & SGX Research Reports, regulasi ini mirip dengan pendekatan yang digunakan di sejumlah pasar global—seperti Hong Kong dan Singapura—yang menerapkan batas pemesanan untuk mengurangi distorsi ketika IPO mengalami oversubscription tinggi.
Penambahan Golongan dan Penyesuaian Alokasi Minimal IPO
SEOJK terbaru juga mengubah struktur golongan nilai IPO, dari sebelumnya empat menjadi lima golongan, guna mengakomodasi perusahaan dengan ukuran penawaran lebih kecil.
Menurut tim riset Stockbit, “Pemecahan golongan ini dilakukan agar penawaran umum dengan nilai efek kecil tetap memiliki ruang alokasi ritel yang lebih proporsional.”
Perubahan lain yang signifikan adalah penyesuaian jumlah minimum alokasi efek saat IPO oversubscribed, terutama pada Golongan I, yang kini memiliki rentang alokasi 22,5%–30%, meningkat dari ketentuan lama di kisaran 17,5%–25%.
Rincian Alokasi Terbaru Berdasarkan Golongan IPO
Golongan I — IPO ≤ Rp100 miliar
- Alokasi efek minimal: ≥20% atau Rp10 miliar
- Penyesuaian oversubscribe: ≥22,5%; ≥25%; ≥30%
Golongan II — IPO Rp100 miliar–Rp250 miliar
- Alokasi efek minimal: ≥15% atau Rp20 miliar
- Penyesuaian: ≥17,5%; ≥20%; ≥25%
Golongan III — IPO Rp250 miliar–Rp500 miliar
- Alokasi efek minimal: ≥10% atau Rp37,5 miliar
- Penyesuaian: ≥12,5%; ≥15%; ≥20%
Golongan IV — IPO Rp500 miliar–Rp1 triliun
- Alokasi efek minimal: ≥7,5% atau Rp50 miliar
- Penyesuaian: ≥10%; ≥12,5%; ≥17,5%
Golongan V — IPO > Rp1 triliun
- Alokasi efek minimal: ≥2,5% atau Rp75 miliar
- Penyesuaian: ≥5%; ≥7,5%; ≥12,5%
Dampak ke Pasar: Akses Ritel Lebih Luas, Persaingan Saham IPO Makin Ketat
Analis pasar modal memperkirakan bahwa peningkatan porsi ritel dapat menciptakan distribusi yang lebih merata, sekaligus memberikan peluang bagi investor kecil untuk mendapatkan alokasi lebih besar—isu yang selama ini sering menjadi sorotan dalam laporan Kompas, CNBC Indonesia, dan Bloomberg terkait tren oversubscribed IPO di Indonesia.
Selain itu, batas pemesanan 10% diprediksi menekan dominasi investor berdaya beli besar dalam pooling allotment, membuat kompetisi lebih seimbang di tahap pemesanan.
OJK merilis SEOJK 25/2025 yang mengubah mekanisme penjatahan IPO. Porsi investor ritel naik jadi 1/2 alokasi pooling, lengkap dengan aturan pemesanan 10% dan lima golongan IPO terbaru.