Pada 1 Mei 2025 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang penyelenggaraan asuransi kesehatan, yang akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026. Regulasi ini menandai langkah besar menuju tata kelola industri yang lebih akuntabel. Tidak lagi sekadar pembaruan administratif, surat edaran ini menjadi sinyal reformasi menyeluruh dalam manajemen risiko dan layanan asuransi kesehatan di Indonesia.
Dengan aturan yang menegaskan pentingnya tata kelola yang lebih hati-hati (prudential management) serta tanggung jawab perusahaan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan peserta dan keberlanjutan bisnis, apa saja hal-hal penting yang diatur dalam kebijakan ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap cara perusahaan asuransi beroperasi ke depan?
Penerapan Skema Co-Payment
Salah satu ketentuan yang paling signifikan dalam surat edaran ini adalah kewajiban penerapan co-payment, dimana pemegang polis, tertanggung, atau peserta asuransi wajib menanggung minimal 10% dari nilai klaim.
Kebijakan ini lahir untuk mencegah praktik penyalahgunaan manfaat asuransi atau moral hazard, di mana peserta terlalu bergantung pada polis asuransi tanpa memperhatikan urgensi medis.
Dengan adanya co-payment, peserta diharapkan lebih selektif dan rasional dalam menggunakan layanan kesehatan. Bagi perusahaan asuransi, skema ini juga menciptakan keseimbangan antara tanggung jawab finansial peserta dan keberlanjutan dana perusahaan dalam jangka panjang.
Standar Kelayakan Operasional Perusahaan yang Lebih Tinggi
Perusahaan asuransi kini wajib memiliki sumber daya manusia dan sistem yang memadai untuk dapat menawarkan produk asuransi kesehatan. OJK menekankan pentingnya tenaga medis profesional, staf bersertifikat, dan pembentukan Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board) yang berperan memberikan pertimbangan terhadap klaim dan kebijakan produk.
Selain itu, perusahaan juga harus memiliki sistem teknologi informasi yang mampu bertukar data dengan rumah sakit atau TPA, serta mendeteksi potensi kecurangan (fraud detection). Langkah ini menunjukkan dorongan OJK terhadap tata kelola klinis dan manajemen risiko yang lebih disiplin.
Pengelolaan Data dan Pelaporan yang Lebih Terintegrasi
OJK mengharuskan perusahaan menyimpan data klaim setidaknya selama 10 tahun dan melaporkannya secara berkala. Ketentuan ini memperkuat akuntabilitas perusahaan sekaligus mempermudah pengawasan regulator. Data yang tersimpan dengan baik juga dapat menjadi dasar bagi pengembangan produk yang lebih relevan dan berbasis analisis risiko yang akurat.
Penyesuaian Premi dan Struktur Produk yang Lebih Transparan
Surat edaran ini memberi ruang bagi perusahaan untuk menyesuaikan premi berdasarkan riwayat klaim dan inflasi medis. Selain itu, OJK juga menetapkan panduan baru dalam desain produk, termasuk kejelasan batas manfaat, periode tunggu (waiting period) hingga 30 hari, dapat diperpanjang sampai satu tahun untuk kondisi tertentu—dan pengaturan antara produk berbasis inner limits maupun as charged. Dengan aturan ini, perusahaan dituntut untuk lebih transparan dalam menetapkan manfaat dan batas perlindungan bagi peserta.
Kerahasiaan Data dan Penataan Hubungan dengan Mitra
Perusahaan asuransi wajib meninjau ulang seluruh kerja sama dengan rumah sakit, Third Party Administrator (TPA), dan mitra lainnya agar sesuai dengan ketentuan baru. Setiap perjanjian harus mencantumkan pengaturan mengenai kerahasiaan data peserta serta standar operasional yang konsisten di seluruh jaringan layanan. Langkah ini bertujuan memastikan seluruh mitra bisnis mematuhi prinsip perlindungan data dan tata kelola layanan yang sesuai dengan kebijakan OJK.
Pengawasan Layanan dan Pengawasan Digital
Regulasi terbaru dari OJK menandai pergeseran pola kerja industri asuransi kesehatan menuju sistem yang lebih transparan dan terintegrasi. Pengawasan tidak lagi hanya berbasis laporan manual, tetapi mulai beralih pada sistem pelaporan elektronik dan pemantauan berbasis data. Dengan kewajiban penyimpanan klaim hingga sepuluh tahun dan pelaporan rutin, regulator kini memiliki akses yang lebih luas untuk menilai kinerja dan kepatuhan perusahaan secara real time.
Bagi pelaku industri, perubahan ini juga mendorong pembenahan internal dalam hal infrastruktur teknologi dan tata kelola informasi. Proses klaim, manajemen risiko, hingga komunikasi dengan rumah sakit dan TPA kini diarahkan agar dapat berjalan di bawah standar yang lebih seragam dan efisien.
Melalui transformasi ini, pengawasan dan layanan publik dalam sektor asuransi kesehatan menjadi lebih cepat, terbuka, dan akuntabel—tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian yang tetap menjadi inti kebijakan OJK.
Ikuti Perkembangan Hukum dengan Legal Hero!
Perubahan regulasi seperti yang diterbitkan OJK menandakan betapa cepatnya dinamika hukum dan industri keuangan berkembang. Untuk tetap relevan, pemahaman yang komprehensif terhadap arah kebijakan menjadi hal yang krusial.
Legal Hero AI hadir membantu profesional hukum dan pelaku industri menelusuri regulasi terbaru, memahami implikasinya, serta menghubungkannya dengan praktik di lapangan secara cepat dan akurat. Dengan Legal Hero, mengikuti perkembangan hukum bukan lagi sekadar kewajiban, tetapi bagian dari langkah strategis untuk tetap selangkah di depan.