Harta warisan adalah sesuatu yang penting di dalam sebuah keluarga dan telah diatur berdasarkan hukum harta waris. Dalam pembagian harta warisan, anda harus mengacu kepada hukum yang berlaku agar prosesnya sah dan adil. Lalu, bagaimana aturan dan proses pembagian harta warisan menurut hukum Indonesia?
Pada artikel di bawah ini akan dibahas mengenai hukum pembagian harta warisan, proses pembagiannya menurut hukum, dasar hukum yang berlaku, dan juga peran notaris dalam pembagian warisan.
Dasar Hukum Pembagian Warisan di Indonesia
Penjelasan hukum waris dicantumkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Berdasarkan aturan tersebut, hukum waris difungsikan sebagai aturan yang menetapkan nama-nama ahli waris, proses pemindahan, serta nominal pembagiannya.
Di Indonesia, dasar hukum waris terbagi menjadi tiga jenis, yaitu berdasarkan adat istiadat masyarakat, agama, dan ketetapan pemerintah. Hukum waris adat merupakan norma atau kebiasaan yang berlaku di suatu daerah tertentu. Umumnya, hukum ini bersifat lisan dan hanya berlaku di wilayah tertentu saja.
Secara umum, hukum waris adat memiliki empat sistem utama, yaitu sistem waris berdasarkan keturunan, kolektif, mayorat, dan individual. Pemilihan sistem ini dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan dan pola kehidupan masyarakat di suatu daerah.
Pembagian warisan sesuai hukum Islam telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.Hukum waris Islam tidak hanya membahas mengenai pembagian harta yang ditinggalkan pewaris, tetapi juga membahas mengenai aturan terkait peralihan harta tersebut karena meninggal dunia. Dalam peralihan harta warisannya pun terdapat aturan dan tata cara melalui wasiat. Dalam hal ini, pembagian yang terjadi harus dilakukan secara hati-hati dan adil sesuai dengan petunjuk di dalam Al-Qur’an.
Ketiga, hukum waris perdata mengacu pada sistem hukum dari negara Barat. Aturan ini berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia dan terdapat dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 830-1130.
Proses Pembagian Warisan Menurut Hukum Indonesia
Proses pembagian warisan menurut hukum waris adat
Hukum waris adat di Indonesia memiliki banyak sistem yang berdasarkan kekeluargaan. Sistem tersebut umumnya berjenis patrilineal, matrilineal, dan juga sistem hubungan bilateral. Matrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak ibu. Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak Bapak. Sedangkan bilateral adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari kedua belah pihak, sehingga keduanya setara.
Untuk lebih lanjut lagi, sistem hukum waris adat dibagi melalui tiga cara, yaitu individual, mayorat, dan kolektif. Berikut adalah penjelasannya.
1. Individual
Sistem kewarisan individual adalah sistem di mana para ahli waris mendapatkan bagian dari warisan untuk dimiliki dan dikuasai secara perorangan. Dalam sistem ini, setiap ahli waris memiliki hak untuk memiliki bagian warisan mereka sendiri secara individu. sistem kewarisan adat ini umumnya terdapat pada masyarakat hukum adat yang menganut sistem kekerabatan secara parental atau bilateral.
kelebihan sistem kewarisan individual adalah pewaris dapat bebas memiliki harta waris tanpa dipengaruhi anggota keluarga lain.
2. Sistem warisan kolektif
Sistem kewarisan kolektif adalah sistem kewarisan di mana para ahli waris dapat mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi secara bersama-sama. dalam sistem pewarisan ini, harta peninggalan dianggap sebagai keseluruhan yang tidak dapat terbagi dan dimiliki bersama-sama oleh para ahli waris
Adapun contoh harta bersama-sama yang tidak dapat dibagi adalah harta pusaka.Sistem kewarisan adat kolektif dipengaruhi oleh nilai-nilai komunal masyarakat adat yang menempatkan kepentingan kebersamaan di atas kepentingan individu. Ciri-ciri dari sistem kewarisan kolektif adalah harta pusaka diwarisi secara bersama-sama dan tidak dapat dibagi-bagikan; yang boleh dibagi hanyalah hak pakainya saja.
3. Sistem warisan mayorat
Sistem kewarisan mayorat adalah sistem di mana harta warisan diberikan kepada anak tertua yang menggantikan kedudukan ayah atau ibunya sebagai kepala keluarga.
Dalam sistem kewarisan mayorat, terdapat dua bentuk, yaitu mayorat laki-laki dan mayorat perempuan. Mayorat laki-laki berarti anak laki-laki tertua menjadi ahli waris tunggal dari pewaris. Sebaliknya, mayorat perempuan berarti anak perempuan tertua yang menjadi ahli waris.
Pembagian Harta Warisan Menurut KUH Perdata
Pembagian harta warisan menurut KUH Perdata hanya dapat terjadi setelah seseorang meninggal dunia. Dalam konteks ini, pembagian harta warisan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu berdasarkan surat wasiat atau ketentuan undang-undang yang berlaku.
KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam empat golongan. Berikut keempat golongan yang dimaksud.
Golongan I terdiri dari suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.
Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara.
Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas.
Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam.
Menurut KUH Perdata, ppewaris bisa saja membuat surat wasiat untuk membagi hartanya atau hibah ke ahli waris, tapi jumlah yang dibagi tidak boleh melanggar hak mutlak ahli waris.
Adapun bagian mutlak untuk ahli waris dalam garis ke bawah menurut Pasal 914 KUHPer adalah:
Jika pewaris meninggalkan satu anak sah, maka dia berhak ½ dari total harta waris.
Jika pewaris meninggalkan dua anak sah, masing-masing anak akan mendapatkan ⅔ dari total harta waris.
Apabila meninggalkan tiga anak, maka masing-masing anak mendapat ¾
Sementara itu untuk ahli waris lurus ke atas, besarannya adalah ½ dari total harta waris.
Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pembagian warisan dilakukan berdasarkan bagian yang telah ditetapkan untuk masing-masing ahli waris. Meskipun demikian, warisan juga dapat dibagi berdasarkan wasiat dengan batasan maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali jika semua ahli waris memberikan persetujuan untuk memperbesar bagian tersebut.
Besaran pembagian warisan jika ayah dan ibu meninggal, jika suami atau istrinya meninggal, dan jika saudaranya meninggal berdasarkan aturan dalam kompilasi hukum islam (KHI) adalah sebagai berikut.
Jika pewaris memiliki anak perempuan, anak perempuan tunggal akan mendapat setengah bagian. Lalu, apabila ada dua orang anak perempuan, keduanya mendapatkan dua pertiga bagian. Kemudian, apabila ada anak laki-laki, bagian anak laki-laki tersebut dua kali lipat dari anak perempuan; dua banding satu.
Jika pewaris tidak mempunyai anak, ayah mendapat sepertiga bagian. Kemudian, jika pewaris memiliki anak, ayah mendapat seperenam bagian.
Jika pewaris tidak mempunyai anak atau dua orang saudara atau lebih, ibu mendapat sepertiga bagian. Namun, jika memiliki anak atau dua saudara atau lebih, ibu mendapat seperenam bagian.
Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa warisan yang diambil oleh janda (istri) atau duda (suami) bila bersama-sama dengan ayah.
Jika pewaris tidak memiliki anak, duda mendapat setengah bagian. Namun, jika pewaris memiliki anak, duda mendapatkan seperempat bagian.
Jika pewaris tidak memiliki anak, janda mendapatkan seperempat bagian. Namun, jika pewaris memiliki anak, janda mendapatkan seperdelapan bagian.
Jika pewaris tidak memiliki anak atau ayah sebagai ahli warisnya, saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu mendapatkan seperenam bagian. Kemudian, jika saudaranya berjumlah dua orang atau lebih, masing-masing dari mereka mendapatkan sepertiga bagian.
Jika pewaris tidak memiliki anak atau ayah sebagai ahli warisnya, namun ia memiliki satu saudara perempuan kandung (seayah), saudaranya mendapatkan separuh bagian. Kemudian, bila jumlah saudara perempuan seayahnya ada dua orang atau lebih, masing-masing dari mereka mendapat dua pertiga bagian. Kemudian, apabila pewaris memiliki saudara perempuan dan saudara laki-laki seayah, bagian saudara laki-lakinya adalah dua dan saudara perempuannya adalah satu; dua banding satu.
Peran Notaris dalam Pembagian Warisan
Notaris dalam pembagian warisan berperan dalam pembuatan Akta Pernyataan Waris dan Surat Keterangan Hak Waris. Apabila terjadi sengketa, Notaris dapat membuatkan akta-akta perdamaian dan/atau perjanjian pelepasan hak tuntutan.
Para ahli waris melakukan pembagian harta warisan pewaris menggunakan Akta Pembagian Harta Warisan, yang disusun oleh atau dihadapan Notaris. Dengan adanya akta tersebut, permohonan untuk peralihan hak atas pembagian harta warisan (terutama untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah dan/atau bangunan) diajukan ke kantor Pertanahan.
Hukumku sebagai platform konsultasi hukum online yang berbasis real time dapat membantu permasalahan hukum anda di bidang hukum pembagian warisan, khususnya yang terkait dengan surat-surat penting. Hukumku menawarkan banyak solusi dengan mitra advokat yang sudah professional menangani bidang tersebut. Oleh karena itu, tunggu apalagi? ayo download Hukumku sekarang juga
Comments