Dalam beberapa tahun terakhir, aset digital seperti token berbasis blockchain, kripto, dan aset keuangan digital lainnya berkembang pesat sebagai instrumen investasi global. Namun, di Indonesia, ekosistem ini belum sepenuhnya ditopang oleh kerangka regulasi yang solid terutama dalam aspek penawaran aset digital ke publik. Menjawab kebutuhan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penawaran Aset Keuangan Digital (AKD), yang diproyeksikan berlaku mulai 2025.
Artikel ini akan membahas ruang lingkup ketentuan baru tersebut serta dampaknya bagi dunia advokasi dan bisnis digital.
Latar Belakang Regulasi
Sebelum hadirnya RPOJK ini, pengaturan mengenai aset keuangan digital hanya terdapat dalam POJK No. 27/2024 yang berfokus pada perdagangan aset digital (secondary market). Namun, belum ada regulasi khusus mengenai penawaran umum (primary market) untuk aset token dan kripto.
RPOJK ini diterbitkan sebagai respons terhadap kesenjangan tersebut, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha yang ingin menerbitkan aset digital secara legal di Indonesia
Isi Pokok RPOJK 2025
- Klasifikasi Aset Keuangan Digital (AKD)
RPOJK mengkategorikan aset digital yang bisa ditawarkan secara publik ke dalam:
- Aset token, yang dibagi menjadi:
- Token yang didukung aset (asset-backed)
- Token tanpa dukungan (non-backed)
- Aset kripto, yang dibagi menjadi:
- Kripto yang didukung mata uang fiat
- Kripto yang didukung aset lain
Klasifikasi ini penting karena setiap jenis memiliki syarat izin dan mekanisme penawaran yang berbeda.
- Entitas yang Boleh Melakukan Penawaran
Penawaran AKD hanya dapat dilakukan oleh entitas berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang telah memperoleh izin dari OJK. Entitas yang terlibat meliputi:
- Penerbit;
- Pedagang;
- Bursa;
- Lembaga Kliring Penjaminan dan Penyelesaian;
- Pengelola Tempat Penyimpanan;
- Pengelola Penyimpanan Aset; dan
- pihak lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
- Kewajiban Perlindungan Data Pribadi
Semua pihak yang terlibat wajib menjalankan prinsip perlindungan data pribadi, sesuai peraturan OJK dan perundang-undangan nasional seperti UU No. 27 Tahun 2022 tentang PDP. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
- Keterbukaan Informasi & Perlindungan Konsumen
RPOJK mewajibkan penerbit dan pedagang untuk memberikan informasi penawaran yang:
- Jelas, lengkap, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan.
- Disampaikan melalui platform resmi Penerbit bagi Penerbit dan sistem perdagangan bagi Pedagang.
- Disetujui oleh OJK
Tujuannya adalah agar calon investor dapat membuat keputusan investasi yang berdasarkan informasi yang sah dan transparan
- Mekanisme Penawaran: Tunggal dan Berkelanjutan
Penawaran dapat dilakukan melalui dua skema:
- Penawaran tunggal (single offering): berlaku untuk Aset Ditokenisasi, Aset Kripto Terdukung, dan Aset Kripto Tidak Terdukung dengan masa penawaran berlangsung sekitar 3–5 hari kerja.
- Penawaran berkelanjutan: hanya untuk Aset Ditokenisasi dan Aset Kripto Terdukung.
Pelaksanaan Penawaran untuk Aset Ditokenisasi dan Aset Kripto Terdukung dapat dilakukan setelah mendapatkan izin OJK. Sedangkat untuk Aset kripto tidak terdukung dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan bursa.
Apa dampaknya bagi Pelaku Usaha dan Advokat?
Bagi Korporasi
- Perusahaan penerbit token atau kripto wajib meninjau ulang struktur legal dan bisnis mereka agar sesuai dengan klasifikasi AKD dan mekanisme izin OJK.
- Korporasi wajib menyiapkan dokumen pengungkapan dan compliance data sesuai standar regulasi baru.
- Proses penawaran yang sah akan mempengaruhi kepercayaan investor dan keberlanjutan proyek.
Bagi Advokat
Advokat berperan strategis dalam mendampingi perusahaan menghadapi fase transisi regulasi ini:
- Audit hukum terhadap jenis aset digital yang dimiliki
- Penyusunan dokumen whitepaper dan disclosure
- Perizinan dan hubungan dengan OJK
- Kepatuhan terhadap hukum perlindungan data
Bidang ini menciptakan ruang baru bagi spesialisasi hukum teknologi dan digital finance law.
Menata Ulang Masa Depan Aset Digital Indonesia
Dengan diterbitkannya RPOJK 2025, Indonesia menunjukkan komitmen serius untuk menata ulang ekosistem aset digital. Regulasi ini menjadi fondasi penting agar inovasi di sektor digital tidak kehilangan arah dan tetap berada dalam kerangka kepatuhan yang kuat.
Bagi korporasi, momen ini adalah kesempatan untuk menjadi pelaku awal yang patuh dan terpercaya. Bagi advokat, ini adalah ruang baru untuk memberikan nilai tambah strategis di era transformasi hukum digital.