Banyak yang mengira pembagian harta warisan hanya berkisar pada surat wasiat dan hak para ahli waris. Namun, tahukah Anda bahwa hukum di Indonesia juga memiliki instrumen keadilan lain yang disebut “wasiat wajibah” untuk melindungi hak pihak-pihak tertentu? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan wasiat wajibah, dan bagaimana perbedaannya dengan wasiat biasa?
Ketidaktahuan terhadap konsep ini bisa membuka celah hukum yang berujung pada hilangnya hak pihak-pihak yang berjasa atau memiliki hubungan dekat dengan pewaris. Untuk itu, artikel ini akan membedah secara jelas perbedaan mendasar antara perbedaan wasiat dan wasiat wajibah, sekaligus menunjukkan mengapa pemahaman ini penting agar setiap pihak dapat memperjuangkan dan mempertahankan haknya.
Perbedaan Wasiat dan Wasiat Wajibah
Apa Itu Wasiat?
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf f:
Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
Sementara itu, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 875:
wasiat atau testamen dipahami sebagai sebuah akta berisi pernyataan seseorang mengenai apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.
Kedua definisi ini menunjukkan bahwa Intinya, wasiat merupakan pemberian sukarela dari pewaris yang bersifat proaktif dan dapat ditujukan kepada siapa saja, baik individu maupun lembaga, di luar ahli waris yang sah menurut hukum waris Islam.
Dalam Pasal 194 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa pembuatan wasiat hanya sah jika memenuhi beberapa syarat utama, yaitu:
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Ketentuan-ketentuan ini dirancang untuk melindungi kehendak pewaris sekaligus memberikan kepastian hukum bagi penerima wasiat, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Apa Itu Wasiat Wajibah?
Lalu, bagaimana dengan wajibah? Wasiat wajibah adalah wasiat yang ditetapkan oleh hukum melalui putusan hakim demi keadilan, meskipun pewaris tidak pernah membuatnya. Berbeda dengan wasiat biasa, wajibah lahir dari pertimbangan hukum untuk melindungi pihak yang tidak memperoleh warisan secara langsung.
Dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur bahwa:
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga (⅓) dari harta wasiat anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga (⅓) dari harta warisan orang tua angkatnya.
Kemudian di dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1/Yur/Ag/2018 diatur juga:
Wasiat wajibah dapat diberikan tidak hanya kepada anak angkat sebagaimana diatur dalam pasal 209 KHI namun juga dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama Islam
Dan terakhir, Rumusan Kamar Agama SEMA Nomor 7 Tahun 2012 menyatakan:
Anak tiri yang dipelihara sejak kecil bukan sebagai ahli waris, tetapi dapat diberi bagian dari harta warisan berdasarkan wasiat wajibah
Ketentuan-ketentuan ini mencerminkan dua sifat utama wasiat wajibah, yaitu:
- Kewajiban hukum, karena penetapannya berasal dari hakim demi keadilan, bukan dari inisiatif pewaris.
- Reaktif, karena baru berlaku setelah pewaris meninggal dan umumnya diajukan melalui sengketa atau permohonan pihak yang berkepentingan.
Penerima utamanya adalah pihak-pihak yang tidak mendapat bagian warisan secara langsung, seperti anak angkat yang berhak memperoleh maksimal sepertiga harta peninggalan orang tua angkatnya. Wasiat wajibah juga dapat diberikan kepada ahli waris beda agama, misalnya anak non-Muslim dari pewaris Muslim, sehingga tetap mendapatkan bagian meski terhalang aturan waris.
Perbedaan Wasiat dan Wasiat Wajibah
| Aspek Pembeda | Wasiat | Wasiat Wajibah |
| Sumber Kehendak | Kehendak bebas Pewaris | Putusan/kebijaksanaan Hakim |
| Sifat | Sukarela (dibuat/tidak) | Kewajiban hukum (dianggap ada) |
| Waktu Pembuatan | Semasa pewaris hidup | Ditetapkan setelah pewaris meninggal |
| Dasar Hukum Utama | Pasal 875 KUHPerdata, Pasal 171 huruf f, Pasal 194 KHI | Pasal 209 KHI, Yurisprudensi MA, Rumusan Kamar Agama SEMA |
| Penerima utama | Siapa saja (selain ahli waris dalam Islam) | Pihak tertentu (Anak Angkat, Ahli Waris Beda Agama) |
| Besaran Bagian | Maksimal 1/3 dari harta (dalam Islam) | Maksimal 1/3 dari harta (sama seperti wasiat biasa) |
Memahami Niat Pewaris dan Keadilan Hukum
Wasiat menghormati kehendak terakhir pewaris, sedangkan wajibah memastikan keadilan hukum bagi pihak yang tidak tercakup dalam aturan waris formal namun memiliki hubungan erat. Keberadaan wasiat wajibah mencerminkan bahwa hukum waris Indonesia bersifat dinamis dan progresif.
Kita sudah mengetahui bahwa hukum waris memiliki banyak seluk-beluk yang kompleks dan sensitif, sehingga jika Anda menghadapi situasi terkait wasiat, wajibah, atau pembagian harta warisan, sangat penting untuk tidak mengambil langkah sendiri.
Hukum waris memiliki banyak nuansa dan potensi sengketa. Jangan biarkan celah hukum merugikan Anda atau keluarga. Konsultasikan situasi Anda dengan mitra Hukumku dan dapatkan akses langsung ke ahli hukum berpengalaman melalui aplikasi kami.
Download dan Konsultasikan sekarang untuk melindungi hak Anda!
