Putusan ultra petita adalah kondisi ketika hakim memutus perkara melebihi apa yang diminta oleh para pihak dalam gugatan. Dalam praktik peradilan, hal ini kerap menimbulkan perdebatan karena menyangkut prinsip kehati-hatian hakim dalam memutus perkara sesuai batas kewenangan.
Fenomena ini penting dipahami oleh para pencari keadilan, khususnya advokat dan pihak yang sedang berperkara. Artikel ini akan membahas apa itu putusan ultra petita, dasar hukumnya, dan mekanisme menghadapi putusan tersebut.
Putusan Ultra Petita dalam Hukum Perdata
Dalam hukum perdata, hakim seharusnya memutus hanya sesuai tuntutan pihak. Prinsip ini dikenal dengan iudex non ultra petita, artinya hakim tidak boleh menambah atau mengurangi isi tuntutan. Jika putusan melebihi tuntutan, hal ini dianggap melampaui kewenangan hakim dan dapat digugat.
Berdasarkan Pasal 178 HIR dan Pasal 189 RBG, hakim diatur untuk memutus perkara sesuai petitum pihak. Selain itu, Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung memberi Mahkamah Agung wewenang membatalkan putusan yang melampaui kewenangan hakim.
Menurut buku Kaidah-kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung (2023) karya Drs H Busra, S.H.,M.H, menjelaskan bahwa putusan ultra petita dapat digugat melalui verzet, banding, atau kasasi.
Jika penggugat menuntut Rp 50 juta tetapi hakim memutus Rp 100 juta, pihak yang dirugikan tetap bisa menempuh jalur hukum untuk menegakkan haknya, sehingga prinsip kepastian hukum tetap terlindungi.
Putusan Ultra Petita dalam Hukum Pidana
Dalam hukum pidana, hakim memiliki fleksibilitas lebih untuk menilai bukti dan fakta persidangan sebelum menjatuhkan hukuman. Putusan yang melebihi tuntutan jaksa bisa sah, selama tetap sesuai dakwaan dan ketentuan hukum yang berlaku.
Hal ini diatur dalam KUHAP Pasal 183–184, yang memberikan hakim kewenangan menilai bukti dan menetapkan putusan pidana, serta Pasal 55 KUHP, yang memastikan hukuman hanya dijatuhkan sesuai pasal yang didakwakan.
Misalnya, jaksa menuntut hukuman seumur hidup, tetapi hakim bisa menjatuhkan hukuman lebih berat jika bukti mendukung. Putusan seperti ini sah karena tetap berada dalam koridor hukum.
Baca Juga: Jenis Putusan Pengadilan Berdasarkan Sifatnya
Mekanisme Menghadapi Putusan Ultra Petita
Hukum menyediakan jalur yang jelas untuk menanggapi putusan ultra petita:
- Verzet
Jika putusan diambil saat salah satu pihak tidak hadir, verzet memungkinkan pihak yang absen mengajukan keberatan agar putusan diperiksa ulang. - Banding
Banding dapat diajukan oleh pihak yang dirugikan untuk meninjau kembali putusan di pengadilan tingkat lebih tinggi. Proses ini memastikan hakim yang lebih tinggi menilai apakah putusan sudah tepat dan adil. - Kasasi
Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan yang melampaui kewenangan hakim, sesuai Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985, untuk memastikan prinsip iudex non ultra petita diterapkan. - Permohonan pembatalan atau perbaikan putusan
Pihak yang dirugikan dapat meminta pengadilan membatalkan atau memperbaiki putusan agar kembali sesuai tuntutan. - Langkah preventif
Menyusun tuntutan dengan jelas, memantau jalannya persidangan, dan berkonsultasi dengan pengacara akan membantu melindungi hak-hak pihak dan meminimalkan risiko putusan ultra petita.
Dalam pidana, hakim lebih fleksibel, tetapi jika putusan melebihi dakwaan atau tidak sesuai fakta persidangan, terdakwa tetap bisa menempuh upaya hukum sesuai KUHAP.
Riset Hukum 10x Lebih Cepat dengan Legal Hero!
Ingin lebih mudah memahami istilah hukum dan strategi menghadapi putusan pengadilan? Gunakan Legal Hero, asisten hukum berbasis AI yang memudahkan navigasi putusan, aturan, dan referensi hukum secara cepat dan akurat.
Klik dan gunakan sekarang untuk optimalkan riset hukum Anda, dan pastikan setiap argumentasi yang dibangun selalu didukung dasar hukum yang kuat!
