Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Restorative Justice (keadilan restoratif) mulai banyak digunakan di Indonesia. Sebagai pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara pidana, konsep ini menekankan penyelesaian melalui musyawarah, dialog, serta pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha dan masyarakat umum untuk memahami bagaimana hukum Indonesia mengatur dan memandang pendekatan ini.
Apa Itu Restorative Justice?
Restorative Justice atau keadilan restoratif merupakan pendekatan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan langsung pelaku, korban, dan masyarakat untuk mencapai kesepakatan bersama. Berbeda dari peradilan pidana konvensional yang mengedepankan hukuman penjara atau pidana lainnya, Restorative Justice lebih menekankan tanggung jawab pelaku dalam memperbaiki kerugian yang dialami korban.
Contoh sederhana Restorative Justice adalah penyelesaian kasus pencurian ringan, di mana pelaku sepakat mengganti kerugian korban tanpa melalui proses panjang di pengadilan.
Landasan Hukum Restorative Justice di Indonesia
Walaupun KUHAP tidak eksplisit menyebutkan istilah Restorative Justice, beberapa peraturan di Indonesia telah secara spesifik mengatur pelaksanaannya, di antaranya:
- Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, memungkinkan jaksa menghentikan proses pidana melalui Restorative Justice.
- Surat Edaran Kapolri No. SE/8/VII/2018, yang mengatur penerapan Restorative Justice oleh kepolisian dalam tindak pidana ringan.
- Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2014, yang memberikan pedoman hakim untuk menerapkan Restorative Justice dalam proses peradilan.
Peraturan ini menunjukkan bahwa hukum Indonesia sudah mengakui dan mempraktikkan keadilan restoratif sebagai bagian dari sistem hukum pidana.
Prinsip-prinsip Utama Restorative Justice
Penerapan Restorative Justice di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip utama, antara lain:
- Mengutamakan mediasi atau dialog antara korban dan pelaku.
- Menekankan pemulihan kerugian korban secara langsung.
- Mengedepankan kesepakatan damai atas dasar kerelaan kedua belah pihak.
- Mengurangi beban kasus yang ditangani oleh sistem peradilan formal.
Prosedur Restorative Justice dalam Sistem Hukum Indonesia
Dalam praktiknya, proses Restorative Justice di Indonesia terdiri dari beberapa tahapan utama, yaitu:
- Permohonan oleh pihak terkait: Korban, pelaku, atau pihak keluarga dapat mengajukan permohonan untuk menyelesaikan perkara secara Restorative Justice.
- Proses mediasi dan dialog: Dilakukan secara terbuka dan dipandu oleh mediator, seperti jaksa atau kepolisian.
- Pencapaian kesepakatan damai: Jika kedua pihak setuju, kesepakatan damai dicatat dan disahkan oleh penegak hukum.
- Penghentian perkara pidana: Berdasarkan kesepakatan damai, penegak hukum dapat menghentikan proses hukum.
Syarat Kasus yang Bisa Menggunakan Restorative Justice
Namun, tidak semua tindak pidana bisa diselesaikan secara Restorative Justice. Syarat utama penerapan Restorative Justice antara lain:
- Kasus pidana ringan (pencurian ringan, penganiayaan ringan, atau delik aduan lainnya).
- Pelaku tindak pidana bukan residivis dan merupakan pelanggaran pertama.
- Adanya kerelaan antara korban dan pelaku untuk berdamai.
- Tidak berlaku untuk kejahatan berat seperti pembunuhan, kekerasan seksual berat, narkotika berat, atau korupsi.
Manfaat Restorative Justice dalam Sistem Hukum Indonesia
Restorative Justice membawa beberapa manfaat nyata bagi masyarakat dan sistem hukum, antara lain:
- Penyelesaian perkara yang cepat, hemat biaya, dan efektif.
- Menurunkan angka kriminalisasi terhadap pelaku pidana ringan.
- Memulihkan hubungan sosial antara korban, pelaku, dan masyarakat.
- Meningkatkan kepuasan korban karena hak-haknya langsung dipenuhi oleh pelaku.
Tantangan dalam Penerapan Restorative Justice
Meski memiliki manfaat yang signifikan, penerapan Restorative Justice di Indonesia menghadapi tantangan yang perlu diselesaikan bersama, antara lain:
- Pemahaman yang masih kurang di kalangan masyarakat dan aparat penegak hukum tentang Restorative Justice.
- Persepsi publik bahwa penyelesaian pidana harus berupa penjara atau hukuman berat.
- Kekhawatiran bahwa Restorative Justice bisa disalahgunakan untuk kepentingan pelaku yang berkuasa atau kaya.
- Keterbatasan pedoman teknis yang mengatur secara detail pelaksanaan Restorative Justice.
Perbandingan Restorative Justice di Indonesia dengan Negara Lain
Di beberapa negara seperti Kanada dan Belanda, Restorative Justice sudah menjadi bagian integral dalam sistem peradilan pidana mereka. Kanada, misalnya, menggunakan Restorative Justice secara luas dalam kasus pidana remaja, dengan hasil yang terbukti efektif dalam menurunkan tingkat residivisme (pengulangan tindak pidana). Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara tersebut dalam memperluas dan meningkatkan kualitas penerapan Restorative Justice.
Restorative Justice adalah solusi alternatif yang menjanjikan bagi penyelesaian kasus pidana ringan di Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya cepat dan efisien, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif melalui mediasi dan dialog. Agar penerapannya optimal, diperlukan edukasi hukum yang lebih luas kepada masyarakat, aparat penegak hukum, serta penyusunan regulasi yang lebih rinci dan komprehensif.
Dengan demikian, Restorative Justice tidak sekadar menjadi konsep alternatif, tetapi dapat menjadi bagian integral dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih humanis, adil, dan efektif
