top of page
Gambar penulisronaldo heinrich

Tindak Pidana Pencucian Uang: Definisi, Bentuk, dan Kasus di Indonesia

Diperbarui: 25 Sep


Tindak Pidana Pencucian Uang: Definisi, Bentuk, dan Kasus di Indonesia

Dewasa ini kata Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sudah tidak lagi menjadi hal yang asing untuk dibicarakan dalam masyarakat hukum Indonesia, terutama dengan maraknya TPPU yang terjadi di tanah air selama sepuluh tahun terakhir. Melansir dari data yang kami peroleh di laman resmi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, sejak tahun 2014 hingga bulan September 2024 tercatat sejumlah 159 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang di berbagai Pengadilan  di Republik Indonesia.


Tindak pidana pencucian uang merupakan jenis tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat Indonesia sehingga perlu dicegah. Berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, jumlah kerugian negara pada tahun 2023 akibat Tindak Pidana Pencucian Uang mencapai Rp. 525.415.553.559. Sehingga tindak pidana tersebut perlu dicegah demi melindungi perekonomian negara. Dalam artikel ini, kami akan membahas mengenai definisi, dasar hukum, berbagai bentuk, ancaman pidana, serta contoh kasus pencucian uang di Republik Indonesia.


Apa Itu Pencucian Uang dan Dasar Hukumnya?


Kata pencucian uang berasal dari istilah bahasa Inggris money laundering, yang berarti upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana. Sebagai salah satu jenis tindak pidana di Republik Indonesia, TPPU diatur dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).


Undang-Undang tersebut mengatur mengenai definisi TPPU, jenis tindak pidana yang menjadi media untuk memperoleh harta, tindak pidana lain yang terkait, pelaporan dan pengawasan terhadap TPPU, dan lain-lain terkait TPPU. Beberapa ketentuan Pasal Undang-Undang tersebut dicabut oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yaitu ketentuan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

 


Bentuk dan Modus Pencucian Uang


Mengacu pada data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Republik Indonesia (PPATK RI), maka terdapat dua bentuk TPPU di Indonesia yaitu TPPU pasif dan aktif. TPPU Pasif adalah TPPU yang dilakukan dengan menerima atau menguasai penempatan, transfer, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran; dan menggunakan harta yang diduga diperoleh melalui Tindak Pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.


Sedangkan TPPU aktif adalah TPPU yang dilakukan dengan mengikuti ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dan dilakukan dengan cara sebagai berikut demi menyamarkan asal usul dari uang yang diperoleh melalui tindak pidana, yaitu:


1. Menempatkan;

2. Mentransfer;

3. Mengalihkan;

4. Membelanjakan;

5. Membayar;

6. Menghibahkan;

7. Menitipkan;

8. Membawa ke luar negeri;

9. Mengubah bentuk;

10. Menukarkan dengan mata uang atau Surat Berharga; dan

11. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak, atau kepemilikan yang sebenarnya.


Dengan melakukan berbagai perbuatan tersebut walau tahu atau setidaknya mengira bahwa harta tersebut diperoleh dari Tindak Pidana, maka yang bersangkutan sudah melakukan TPPU aktif. Dapat disimpulkan bahwa pada TPPU Pasif, pelaku hanya menerima atau menggunakan dan bukan melakukan perbuatan seperti mengirim atau memindahkan dana seperti pada TPPU Aktif. Jenis tindak pidana yang dapat menjadi sarana untuk memperoleh uang tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dengan setidaknya terdapat 24 jenis tindak pidana dari berbagai bidang seperti: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyeludupan tenaga kerja, terorisme, dan tindak pidana lainnya sebagaimana sudah diatur dalam ketentuan Pasal tersebut.


Ancaman Hukuman Tindak Pidana Pencucian Uang


Berdasarkan ketentuan Pasal 607 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, maka pelaku TPPU Aktif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (A) dan (B) Undang-Undang tersebut akan dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan pidana denda sebesar Dua hingga Lima Miliar Rupiah. Sedangkan pelaku TPPU Pasif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (C) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak sebesar Dua Miliar Rupiah. 


Contoh Kasus Pencucian Uang di Indonesia


Contoh kasus TPPU di Indonesia adalah kasus TPPU yang dilakukan oleh orang berinisial MW. Pelaku merupakan mantan narapidana kasus narkotika yang melakukan TPPU ketika masih menjalani pidana penjara di Lapas Krobokan, Badung, Bali, pada tahun 2016 hingga tahun 2022. MW melakukan transaksi narkotika dengan jaringannya dengan menggunakan nomor rekening orang lain selama ia menjalani masa tahanan.


MW memiliki keterkaitan dengan sejumlah pihak seperti AT yang tertangangkap di halaman parkir Lapas Krobokan pada tanggal 12 Februari 2018 dan dua orang yaitu sesama narapidana BC dan seorang di Depok yang berinisial FC, yang diamankan di Depok pada tanggal 16 Februari 2022. Setelah menelusuri aset dan uang milik MW, Direktorat TPPU Deputi Bidang Pemberantasan BNN RI menemukan bahwa MW menerima uang jual beli narkotika dengan rincian AT sebesar Rp. 9.870.350.000, BC sebesar Rp. 948.300.000, dan FC sebesar Dua Miliar Rupiah.


Dengan menggunakan uang tersebut, MW membeli sejumlah aset yaitu dua bidang tanah dan bangunan, dua mobil, dua motor, sebuah sepeda, dan perhiasan emas dimana total harga seluruhnya mencapai Rp. 15.070.530.000. Dengan berdasarkan berbagai barang bukti tersebut, petugas BNN RI mengamankan MW di rujo miliknya di Kawasan Pemongan, Denpasar, Bali pada senin tanggal 3 April 2023. Atas perbuatannya maka berdasarkan ketentuan Pasal 607 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, MW dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda sebesar dua hingga lima miliar rupiah.


Sumber: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, ”BNN RI Ungkap TPPU Kasus Narkotika Senilai 15 Miliar,” BNN, 5 Mei 2023, tersedia pada https://bnn.go.id/bnn-ri-ungkap-tppu-kasus-narkotika-senilai-rp-15-miliar/, diakses pada tanggal 14 September 2024.


Contoh kasus TPPU lainnya adalah TPPU yang dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo (atau SYL), yang juga dikenal sebagai mantan Menteri Pertanian Republik Indonesia. Selain diduga melakukan tindak pidana pencucian uang, SYL juga melakukan tindak pidana pemerasan dan penerimaan gratifikasi sehingga merugikan negara sebesar Seratus Empat Miliar Lima Ratus Juta Rupiah. Jumlah kerugian dari gratifikasi dan TPPU yang dilakukan oleh SYL mencapai Enam Puluh Miliar Rupiah.


Dalam kasus ini, SYL melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Empat Puluh Empat Miliar Lima Ratus Juta Rupiah dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian Republik Indonesia dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Pemerasan dilakukan bersama Sekjen Kementan Periode 2021-2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2023 Muhammad Hatta. Atas perbuatannya SYL dikenakan sanksi pidana penjara selama sepuluh tahun dan denda sebesar Tiga Ratus Juta Rupiah serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar lebih dari Empat Belas Miliar Rupiah.


Sumber: Isal Mawardi, ”4 Hal Terbukti dari Vonis 10 Tahun Penjara Syahrul Yasin Limpo,” Detik News, 14 Juli 2024, tersedia pada https://detik.news.com/berita/d-7438028/4-hal-terbukti-dari-vonis-10-tahun-penjara-syahrul-yasin-limpo/amp, diakses pada tanggal 14 September 2024.


Kesimpulan


Pencucian uang adalah tindak pidana serius yang berdampak luas terhadap perekonomian dan masyarakat. Melalui artikel ini, kita telah membahas definisi pencucian uang, dasar hukumnya di Indonesia, berbagai modus pencucian uang, ancaman hukuman bagi pelaku, serta contoh kasusnya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pencucian uang, kita diharapkan bisa lebih waspada dan mendukung upaya pemberantasan tindak pidana ini.


Namun, memahami kompleksitas hukum terkait pencucian uang dan tindakan hukum lainnya seringkali membutuhkan bantuan dari ahli hukum yang terpercaya. Untuk itu, penting bagi Anda untuk memiliki akses mudah dan cepat ke layanan konsultasi hukum.


Hukumku adalah platform online yang menyediakan jasa konsultasi dengan advokat dan ahli hukum terpercaya kapan saja dan di mana saja secara real-time. Dengan Hukumku, Anda bisa mendapatkan nasihat hukum yang tepat dan cepat dari para profesional berpengalaman. Jadi, jika Anda memerlukan bantuan hukum terkait kasus pencucian uang atau masalah hukum lainnya, Hukumku siap membantu Anda. 



 

Ronaldo Heinrich Herman, S.H., M.H., C.Me, adalah seorang ahli hukum yang memiliki latar belakang akademik kuat di bidang hukum perdata, bisnis, dan socio-legal. Lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ronaldo menyelesaikan program sarjana, magister, dan sedang menempuh pendidikan doktor dengan fokus pada perbandingan hukum. Dengan keahlian di bidang hukum perdata dan penelitian hukum, ia menggabungkan wawasan akademis dan praktis untuk memberikan analisis mendalam dalam setiap tulisannya.


Comments


bottom of page