Arbitrase kini menjadi pilihan populer dalam penyelesaian sengketa bisnis karena prosesnya cepat, rahasia, dan hasilnya final. Namun, bagaimana jika pihak termohon tidak hadir? Apakah sidang tetap bisa berjalan dan putusan dijatuhkan?
Artikel ini akan menjelaskan ketentuan hukum yang mengatur absennya termohon, syarat sah pemanggilan sebelum sidang dapat dilanjutkan, serta konsekuensi yang mungkin timbul bagi termohon yang memilih untuk tidak hadir.
Dasar Hukum: Pasal 44 UU Arbitrase
Ketidakhadiran termohon dalam arbitrase sudah diantisipasi oleh undang-undang. Legislator ingin memastikan proses arbitrase tidak dapat dihambat hanya karena salah satu pihak memilih untuk tidak hadir. Untuk itu, Pasal 44 UU No. 30 Tahun 1999 memberikan aturan tegas:
(1) Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi.
(2) Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa absennya termohon tidak otomatis membatalkan proses arbitrase. Setelah dua kali pemanggilan sah, majelis arbitrase dapat melanjutkan sidang dan bahkan mengabulkan permohonan pemohon. Namun, arbiter tetap wajib memastikan klaim yang diajukan memiliki dasar hukum, sehingga putusan tetap adil meskipun termohon tidak hadir.
Baca Juga: Ingin Jadi Arbiter Profesional? Ikuti Tips Ini
Syarat Sah Pemanggilan Sidang Arbitrase
Sebelum majelis arbitrase dapat melanjutkan sidang tanpa kehadiran termohon, pemanggilan harus dilakukan secara patut dan sah.
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 39–41 UU Arbitrase, yang pada intinya memberi hak kepada termohon untuk menerima salinan tuntutan, diberi waktu menjawab, dan dipanggil secara resmi.
1. Harus Dalam Bentuk Tertulis
Pemanggilan wajib dibuat dalam bentuk dokumen resmi yang berisi:
- Identitas para pihak,
- Waktu sidang,
- Agenda pemeriksaan.
Tujuan: Membuat proses lebih transparan dan memungkinkan dokumen digunakan sebagai bukti jika terjadi sengketa prosedural.
2. Disampaikan Langsung ke Pihak atau Kuasanya
Pemanggilan dianggap sah apabila:
- Dikirim ke alamat resmi perusahaan,
- Atau disampaikan ke kuasa hukum yang tercatat.
Catatan penting: Jika pengiriman dilakukan ke alamat yang salah, maka pemanggilan tersebut bisa dianggap cacat hukum dan membuka peluang bagi pihak termohon untuk menolak putusan.
3. Memuat Tenggat Waktu yang Jelas
Surat pemanggilan wajib mencantumkan batas waktu (misalnya 14 hari) untuk:
- Memberikan jawaban,
- Atau menghadiri sidang.
Manfaat:
- Memberi waktu yang adil bagi termohon untuk membela diri,
- Menjaga efisiensi proses persidangan arbitrase.
4. Dibuktikan dengan Tanda Terima Resmi
Pemanggilan harus disertai bukti pengiriman yang sah, seperti:
- Tanda terima dari pos tercatat,
- Catatan kurir resmi,
- Atau dokumen dari lembaga arbitrase.
Tanpa bukti ini, ketidakhadiran termohon bisa dianggap bukan karena kesalahan mereka, melainkan karena kegagalan prosedur.
5. Mematuhi Aturan Lembaga Arbitrase
Setiap lembaga arbitrase (seperti BANI, SIAC, atau ICC) memiliki prosedur teknis pemanggilan. Oleh karena itu:
- Pemanggilan harus mengikuti ketentuan lembaga tersebut,
- Kepatuhan ini memperkuat validitas proses dan meminimalisir risiko pembatalan putusan.
Konsekuensi Ketidakhadiran Termohon
Ketidakhadiran termohon meski telah dipanggil secara sah membawa konsekuensi serius:
1. Kehilangan Hak Membela Diri
Termohon tidak bisa menghadirkan bukti, saksi, atau bantahan. Majelis hanya menilai perkara dari sisi pemohon, sehingga posisi hukum termohon jauh lebih lemah.
2. Pemeriksaan dan Putusan Tetap Berjalan
Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU Arbitrase, majelis berwenang melanjutkan sidang setelah dua kali pemanggilan sah. Tuntutan pemohon dapat dikabulkan seluruhnya, kecuali jika jelas tidak berdasar hukum. Absen tidak menghentikan proses.
3. Putusan Bersifat Final dan Mengikat
Sesuai Pasal 60 UU Arbitrase:
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat para pihak.
Meski termohon tidak hadir, putusan tetap berlaku penuh tanpa banding atau kasasi.
4. Eksekusi Tetap Bisa Dilakukan
Berdasarkan Pasal 59 UU Arbitrase, putusan yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri dapat dieksekusi setelah mendapat penetapan eksekusi. Termohon tetap dapat dipaksa melaksanakan putusan, misalnya melalui penyitaan atau lelang aset.
Kesimpulan
Absennya termohon dalam arbitrase tidak menghentikan proses. Pasal 44 UU Arbitrase menegaskan bahwa setelah dua kali pemanggilan sah, majelis berwenang melanjutkan pemeriksaan dan menjatuhkan putusan. Putusan bersifat final, mengikat, dan dapat dieksekusi.
Sedang menghadapi sengketa arbitrase di mana lawan absen? Pastikan strategi hukum Anda tepat. Gunakan Legal Hero, AI tools yang memungkinkan advokat untuk riset dan analisis dokumen hukum lebih cepat dan efisien.
