Asas In Dubio Pro Reo merupakan prinsip penting dalam hukum pidana yang mengedepankan perlindungan terhadap terdakwa. Prinsip ini berarti, ketika hakim menghadapi keraguan dalam menilai bukti atau fakta suatu perkara, maka keputusan harus diambil untuk menguntungkan terdakwa.
Untuk memahami lebih dalam bagaimana asas In Dubio Pro Reo diterapkan ketika hakim menghadapi keraguan, termasuk dasar hukumnya dan studi kasus di Indonesia, simak pembahasan lengkapnya dalam artikel berikut.
Pengertian dan Filosofi Asas In Dubio Pro Reo
Asas in dubio pro reo berasal dari bahasa Latin yang berarti “dalam keraguan, berpihaklah pada terdakwa.” Prinsip ini menegaskan bahwa ketika hakim ragu atas kesalahan seseorang, maka keputusan yang diambil harus menguntungkan terdakwa bukan sebaliknya. Dengan kata lain, seseorang tidak boleh dijatuhi pidana jika kesalahannya belum terbukti secara meyakinkan.
Menurut Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (2008), asas in dubio pro reo merupakan bentuk konkret dari asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang melindungi hak individu dari kesewenang-wenangan penegakan hukum. Asas ini memastikan bahwa setiap proses peradilan harus berpijak pada prinsip keadilan dan kehati-hatian, bukan sekadar pada asumsi atau dugaan.
Secara filosofis, asas ini berakar pada pandangan klasik hukum pidana: “Lebih baik membebaskan seratus orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.” Ungkapan ini menggambarkan bahwa sistem hukum yang adil lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak individu daripada mengejar hukuman semata.
Baca Juga: Asas-Asas Hukum yang Mendasari Amar Putusan Perdata
Dasar Hukum Penerapan Asas In Dubio Pro Reo di Indonesia
- Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), secara tegas menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali jika terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan bahwa terdakwa benar-benar bersalah. Pasal ini mencerminkan bahwa keyakinan hakim tidak boleh dibangun atas dugaan, melainkan atas pembuktian yang pasti dan rasional.
- Pasal 191 ayat (1) KUHAP, menegaskan jika dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak cukup bukti bahwa terdakwa bersalah, maka hakim wajib menjatuhkan putusan bebas. Ketentuan ini adalah bentuk nyata penerapan asas in dubio pro reo, di mana keraguan dalam pembuktian harus diartikan untuk melindungi terdakwa, bukan menghukumnya.
- Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menegaskan bahwa “hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Prinsip ini memperkuat posisi hakim sebagai penjaga keadilan yang harus mengutamakan perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak untuk tidak dihukum tanpa kepastian kesalahan.
Kapan Asas Ini Diterapkan?
Asas in dubio pro reo diterapkan ketika hakim mengalami keraguan yang beralasan terhadap kesalahan terdakwa setelah seluruh proses pembuktian dilakukan. Artinya, asas ini tidak digunakan sejak awal pemeriksaan, melainkan pada tahap akhir penilaian bukti saat hakim harus memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak.
Menurut M. Yahya Harahap dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (2016), keraguan yang dimaksud bukan sekadar perasaan tidak yakin, tetapi harus muncul dari ketidakkonsistenan alat bukti atau kontradiksi keterangan saksi yang tidak mampu membentuk keyakinan hakim secara penuh. Dalam kondisi tersebut, hukum memerintahkan hakim untuk memutus demi kepentingan terdakwa, bukan menghukum atas dasar asumsi.
Sebagai contoh, asas ini diterapkan ketika dua alat bukti yang sah justru menimbulkan interpretasi yang berbeda misalnya, keterangan saksi tidak sesuai dengan hasil visum atau bukti digital yang tidak jelas asalnya. Dalam situasi ini, jika hakim tidak memperoleh keyakinan yang pasti, maka putusan bebas (vrijspraak) harus dijatuhkan sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
Selain itu, asas ini juga berfungsi sebagai pengaman terhadap penyalahgunaan kekuasaan penuntutan. Jaksa boleh mendakwakan seseorang, tetapi beban pembuktian tetap ada di pihak penuntut. Jika bukti yang diajukan tidak cukup kuat, maka asas in dubio pro reo memastikan agar terdakwa tidak menjadi korban dari lemahnya pembuktian.
Baca Juga: Tiga Asas Penting dalam Hukum: Memahami Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior
Pertajam Riset Hukum Anda dengan Legal Hero
Jangan biarkan argumen pembelaan Anda lemah karena keterbatasan data hukum. Gunakan Legal Hero untuk menelusuri putusan dan regulasi pendukung — karena keadilan yang pasti lahir dari riset yang tepat.
