Dalam praktik beracara, advokat sering berhadapan dengan pasal yang multitafsir atau belum mengatur secara rinci suatu persoalan. Di sinilah interpretasi hukum berperan, yaitu untuk membantu membangun argumentasi yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Artikel ini akan mengulas berbagai jenis interpretasi yang penting dikuasai untuk memperkuat posisi hukum di persidangan.
Pengertian Interpretasi Hukum
Interpretasi hukum adalah upaya untuk memahami, menjelaskan, dan menafsirkan makna suatu norma hukum ketika teks undang-undang tidak cukup jelas, menimbulkan keraguan, atau membuka banyak kemungkinan penafsiran.
Menurut Sudikno Mertokusumo, interpretasi hukum merupakan metode untuk mencari makna di balik kata-kata dalam undang-undang agar sesuai dengan maksud pembentuk undang-undang dan tujuan hukum itu sendiri. Artinya, interpretasi tidak mengubah hukum, tetapi membantu “menerjemahkan” hukum agar dapat diterapkan dengan benar dalam kasus konkret.
Pandangan serupa disampaikan oleh Utrecht, yang menyatakan bahwa interpretasi diperlukan ketika terjadi ketidakjelasan, kekosongan, atau konflik antar norma hukum. Tanpa tafsiran, hakim atau advokat hanya menjadi “pembaca teks”, bukan penegak keadilan.
Dalam praktik, penafsiran hukum digunakan untuk memastikan bahwa hukum tidak diterapkan secara mekanis, tetapi dengan pemahaman substansi dan konteks sosial.
Jenis-Jenis Interpetasi dalam Hukum
Interpretasi Gramatikal
Interpretasi gramatikal adalah metode penafsiran hukum yang berfokus pada arti kata dan struktur kalimat sebagaimana tercantum dalam teks undang-undang. Artinya, bunyi pasal dipahami berdasarkan makna bahasa sehari-hari atau tata bahasa Indonesia yang baku.
Cara ini digunakan ketika suatu norma cukup jelas secara tekstual, tetapi masih perlu memastikan makna kata seperti “dan”, “atau”, “wajib”, atau “dapat”.
Interpretasi ini penting karena kesalahan memahami frasa dalam pasal bisa berakibat pada salah penerapan norma dalam perkara pidana maupun perdata.
Namun, metode ini terbatas karena hanya melihat teks, tanpa mempertimbangkan konteks, tujuan hukum, maupun perkembangan zaman.
Interpretasi Sistematis
Interpretasi sistematis dilakukan dengan memahami suatu pasal dalam hubungannya dengan pasal lain dalam undang-undang yang sama, atau bahkan dalam sistem peraturan perundang-undangan yang lebih luas.
Metode ini digunakan untuk menjaga keselarasan dan konsistensi antar norma dalam satu sistem hukum. Misalnya, ketika menafsirkan suatu pasal dalam KUHAP, hakim atau advokat sering merujuk pada KUHP atau undang-undang khusus lainnya untuk memastikan tidak terjadi pertentangan makna.
Prinsip ini sejalan dengan tiga asas penting dalam hukum yaitu lex superior, lex specialis, dan lex posterior. Interpretasi sistematis membantu mencegah pemahaman hukum secara parsial dan menjaga harmoni dalam penerapan hukum.
Interpretasi Historis
Interpretasi historis menafsirkan norma hukum melalui penelusuran sejarah pembentukannya, seperti risalah rapat DPR, penjelasan undang-undang, atau naskah akademik. Tujuannya adalah memahami apa yang sebenarnya dimaksud oleh pembentuk undang-undang saat merumuskan pasal tersebut.
Metode ini sangat relevan ketika suatu frasa atau norma tidak lagi sesuai dengan kondisi sosial saat ini, namun masih perlu diketahui maksud awal pembuat regulasi.
Interpretasi historis menghindarkan hakim atau advokat dari penafsiran yang menyimpang total dari niat asli pembentuk undang-undang.
Interpretasi Teleologis/Sosiologis
Interpretasi teleologis (atau sosiologis) adalah penafsiran hukum berdasarkan tujuan pembentukan norma dan kepentingan masyarakat yang hendak dilindungi. Artinya, hukum tidak hanya dipahami dari teksnya, tetapi dari fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat.
Metode ini sering digunakan ketika bunyi pasal sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman atau teknologi. Contoh penerapannya dapat terlihat dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang menafsirkan aturan sesuai kebutuhan keadilan dan kondisi sosial modern.
Penafsiran hukum secara teleologis menjadikan hukum tetap hidup dan relevan, tanpa terbelenggu teks yang kaku.
Interpretasi Ekstensif
Interpretasi ekstensif memperluas makna suatu norma hukum tanpa mengubah bunyi teks undang-undang. Penafsiran ini digunakan jika pembentuk undang-undang tidak menuliskan secara eksplisit suatu kondisi atau objek hukum, tetapi secara logika hukum dan tujuan norma, objek tersebut seharusnya termasuk.
Misalnya, kata “barang” dalam hukum pidana ditafsirkan mencakup aset digital karena sifat dan nilainya sama-sama dapat menimbulkan kerugian. Metode ini membuat hukum tetap adaptif terhadap perkembangan, namun berbeda dari analogi karena tidak menambah norma baru, hanya memperluas cakupan yang sudah ada.
Interpretasi Restriktif
Interpretasi restriktif adalah kebalikan dari interpretasi ekstensif. Metode ini mempersempit makna suatu norma agar tidak diterapkan terlalu luas atau melampaui maksud pembentuk undang-undang.
Biasanya metode penafsiran ini digunakan untuk melindungi hak warga negara atau mencegah penafsiran berlebihan oleh aparat hukum. Misalnya, kata “keluarga” dalam hukum waris bisa ditafsirkan hanya mencakup keluarga inti, bukan seluruh kerabat. Interpretasi restriktif penting untuk menjaga kepastian hukum dan mencegah kriminalisasi berlebihan.
Interpretasi Autentik
Interpretasi autentik adalah penafsiran norma hukum berdasarkan definisi resmi yang telah diberikan oleh pembuat undang-undang dalam pasal definisi. Biasanya terdapat dalam Pasal 1 sebuah undang-undang. Jika suatu istilah telah didefinisikan secara autentik, maka definisi tersebutlah yang menjadi dasar utama penafsiran.
Misalnya, definisi “Informasi Elektronik” dalam UU ITE atau “Perseroan Terbatas” dalam UUPT. Interpretasi autentik menjadi rujukan pertama sebelum menggunakan metode interpretasi lain.
Interpretasi Doktrinal
Interpretasi doktrinal menggunakan pendapat para ahli hukum atau sarjana hukum untuk menafsirkan suatu norma. Doktrin hukum seperti pendapat Sudikno Mertokusumo, Utrecht, Hans Kelsen, atau Satjipto Rahardjo sering digunakan sebagai landasan akademik untuk memperkuat argumentasi hukum dalam persidangan atau penulisan legal opinion.
Metode ini sangat berguna ketika undang-undang tidak memberikan jawaban tegas atau ketika hakim membutuhkan pandangan ilmiah untuk menyelesaikan persoalan yang kompleks.
Baca Juga: Ini 9 Macam Asas Hukum Acara Pidana
Kesimpulan
Di era digital, kemampuan menafsirkan hukum harus didukung dengan akses informasi yang cepat dan valid. Melalui Legal Hero, Anda dapat mengakses jutaan dokumen hukum, putusan pengadilan, hingga analisis hukum berbasis AI untuk memperkuat interpretasi Anda dalam setiap kasus.
