Sebagai lembaga yang memegang peran penting dan strategis dalam mengatur arus investasi di Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bertugas untuk menyesuaikan kebijakannya dengan dinamika regulasi nasional dan kebutuhan pengusaha.
Tahun ini BKPM mengeluarkan Peraturan BKPM Nomor 5/2025 yang mulai berlaku sejak 2 Oktober 2025, peraturan ini memperbarui ketentuan mengenai penyelenggaraan penanaman modal serta mekanisme perizinan perizinan berbasis risiko.
Artikel ini akan membahas secara ringkas substansi utama peraturan BKPM No.5 Tahun 2025, dampaknya terhadap pelaku usaha dan penegakan hukum investasi, serta bagaimana penerapannya mempengaruhi sistem investasi di Indonesia.
Pokok Pengaturan dalam Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2025
Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2025 diterbitkan oleh Kementerian Investasi/BKPM sebagai aturan pelaksana dari PP No. 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Aturan ini menggantikan Peraturan BKPM No. 3, 4, dan 5 Tahun 2021, sehingga seluruh ketentuan lama kini dikonsolidasikan dalam satu regulasi yang lebih komprehensif. Fokus utamanya adalah menciptakan proses investasi yang lebih sederhana, terintegrasi, dan transparan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Secara umum, peraturan ini mengatur beberapa hal utama yang menjadi fondasi penyelenggaraan investasi. Pertama, mengenai mekanisme perizinan berusaha berbasis risiko, di mana tingkat perizinan ditentukan oleh kategori risiko kegiatan usaha mulai dari rendah, menengah, dan tinggi.
Model ini bertujuan menyederhanakan proses administrasi dengan mengurangi tahapan izin untuk sektor berisiko rendah, sekaligus memastikan pengawasan yang lebih ketat bagi sektor yang memiliki potensi dampak besar.
Kedua, peraturan ini memuat ketentuan mengenai persyaratan dasar usaha, seperti konfirmasi kesesuaian tata ruang (KKPR), perizinan bangunan gedung (PBG), sertifikat laik fungsi (SLF), serta izin lingkungan. Seluruh proses pengajuan, verifikasi, dan penerbitannya dilakukan secara elektronik melalui OSS, sehingga koordinasi antarinstansi menjadi lebih transparan dan terukur.
Ketiga, diatur pula kewajiban pelaku usaha dalam pelaporan kegiatan penanaman modal, termasuk kewajiban memperbarui data usaha, melaporkan realisasi investasi, serta mematuhi ketentuan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan dan lingkungan. BKPM diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan, bila diperlukan, penegakan administratif apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi.
Selain aspek administratif, peraturan ini juga mengatur koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelayanan investasi. Pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana teknis perizinan di wilayahnya, tetapi tetap berada dalam koridor sistem nasional yang dikoordinasikan oleh BKPM. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi perbedaan interpretasi antarwilayah dalam pemberian izin usaha.
Secara keseluruhan, Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2025 menegaskan arah kebijakan investasi Indonesia yang berfokus pada efisiensi prosedur, kepastian hukum, dan integrasi kelembagaan.
Dampak dan Analisis Hukum
Dari sisi pelaku usaha, aturan baru ini diharapkan bisa memangkas kerumitan birokrasi yang selama ini jadi keluhan utama, karena proses perizinan kini sepenuhnya terintegrasi dalam sistem OSS. Dengan alur yang lebih jelas dan waktu penerbitan izin yang lebih pasti, pelaku usaha memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk menjalankan kegiatan komersialnya.
Meski begitu, penyederhanaan izin tidak otomatis berarti tanpa risiko. Dalam praktiknya, pendekatan perizinan berbasis risiko membutuhkan penilaian yang objektif dan seragam di setiap sektor. Jika standar atau pengawasannya tidak konsisten, maka hal tersebut justru bisa menimbulkan ketimpangan baru antara pusat dan daerah, atau antarinstansi teknis. Maka dari itu, koordinasi dan kejelasan batas kewenangan antar lembaga menjadi kunci.
Secara kelembagaan, peraturan ini mempertegas peran BKPM sebagai koordinator utama investasi. Tapi pada saat yang sama, posisi BKPM tetap harus berhati-hati agar tidak tumpang tindih dengan kementerian teknis yang memiliki regulasi sektoral sendiri. Dalam kerangka hukum administrasi, prinsip legalitas tetap menjadi batas yang penting yaitu setiap kewenangan harus jelas dasar hukumnya agar tidak menimbulkan potensi ultra vires (melampaui kewenangan).
Selain itu, keberhasilan aturan ini sangat bergantung pada kesiapan sistem dan sumber daya di lapangan. Pemerintah daerah memegang peran besar dalam pelaksanaan OSS, sementara BKPM berfungsi sebagai pengendali arah kebijakan. Jika dua level ini tidak berjalan seirama, tujuan utama menciptakan sistem investasi yang efisien dan akuntabel akan sulit tercapai.
Telusuri Regulasi Terbaru dengan Legal Hero!
Perubahan regulasi seperti Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2025 menunjukkan bagaimana lanskap hukum investasi di Indonesia terus bergerak. Untuk tetap sigap mengikuti setiap pembaruan, praktisi hukum dan pelaku usaha butuh akses cepat ke informasi yang akurat. Di sinilah Legal Hero dari Hukumku hadir untuk membantu Anda menelusuri regulasi terbaru, memahami implikasinya, dan selalu satu langkah lebih siap menghadapi dinamika hukum bisnis.