Prosedur permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam beberapa tahapan. Mekanisme ini menjadi jalan terakhir bagi pihak yang merasa dirugikan demi mendapatkan keadilan.
Lantas, kapan PK dapat diajukan, dan bagaimana prosedurnya dijalankan di Mahkamah Agung? Simak artikel berikut ini.
Prosedur Permohonan Peninjauan Kembali
Sebagai jalur hukum luar biasa, Peninjauan Kembali bukan merupakan jalur hukum yang bisa digunakan sembarangan melainkan limitatif. Menurut Pasal 67 Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA), Peninjauan Kembali hanya bisa diajukan dengan alasan yang sangat terbatas. Ketentuan ini dibuat agar PK tidak disalahgunakan sebagai sarana memperpanjang sengketa, melainkan benar-benar menjadi pintu koreksi terakhir demi tegaknya keadilan.
Terdapat 6 alasan yang disebut dalam undang-undang yaitu:
Adanya bukti baru (novum)
Bukti yang bersifat menentukan dan belum pernah diajukan di persidangan, baik karena memang belum ditemukan maupun sengaja disembunyikan pihak lawan.
Kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata
Misalnya hakim salah menerapkan hukum atau keliru menilai fakta sehingga putusan dianggap tidak tepat.
Dikabulkan sesuatu yang tidak dituntut, atau melebihi yang dituntut
Putusan memberi lebih dari yang diminta dalam gugatan, atau memutus hal yang tidak pernah dimohonkan pihak berperkara.
Ada bagian dari perkara yang belum diputus tanpa pertimbangan alasan
Jika hakim melewatkan satu atau beberapa tuntutan yang diajukan, tanpa ada dasar pertimbangan dalam putusan.
Ada dua putusan berbeda atas perkara yang sama
Apabila perkara dengan pihak dan objek yang sama diputus oleh pengadilan yang sama atau setingkat, namun menghasilkan putusan yang berbeda.
Putusan yang bertentangan
Jika terdapat dua putusan berkekuatan hukum tetap mengenai perkara yang sama namun hasilnya berbeda, maka PK dapat diajukan untuk mengoreksinya.
Bagaimana Prosedurnya?
Lalu bagaimana proses Peninjauan Kembali dijalankan? PK tidak serta-merta diajukan langsung ke Mahkamah Agung melainkan melalui tahapan administrasi tertentu. Kurang lebih sebagai berikut:
Permohonan tertulis
PK diajukan secara tertulis oleh pihak berperkara atau kuasa hukumnya kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus pada tingkat pertama (Pasal 70 UU MA).
Pencatatan dan pemberitahuan
Panitera PN wajib mencatat permohonan dalam register khusus, lalu menyampaikan salinan permohonan PK kepada pihak lawan.
Jawaban termohon PK
Berdasarkan Pasal 72 UU MA, pihak lawan berhak mengajukan jawaban dalam waktu 30 hari sejak menerima salinan permohonan. Jawaban ini akan ikut dilampirkan ke Mahkamah Agung.
Pengiriman berkas ke Mahkamah Agung
Setelah tenggat jawaban berakhir, Panitera PN mengirim seluruh berkas perkara beserta permohonan PK dan jawabannya ke Mahkamah Agung.
Pemeriksaan di Mahkamah Agung
Majelis hakim agung akan memeriksa permohonan PK dengan ruang lingkup yang terbatas. Pemeriksaan tidak dimaksudkan untuk membuka ulang seluruh pokok perkara, melainkan hanya menilai apakah alasan yang diajukan pemohon benar-benar sah dan relevan menurut undang-undang.
Putusan MA
Putusan atas PK bersifat final dan mengikat. PK pada prinsipnya hanya dapat diajukan satu kali, kecuali terdapat kondisi khusus yang memang diatur undang-undang.
Baca Juga: Ini 4 Ketentuan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali
Gunakan Legal Hero sebagai Pendamping Hukum Kamu!
Peninjauan Kembali memang menjadi upaya hukum terakhir dalam perkara perdata, dan keberhasilannya sangat bergantung pada alasan yang kuat serta prosedur yang tepat. Untuk itu, Legal Hero siap mendampingi kamu dengan analisis mendalam dan strategi hukum yang terukur, agar setiap langkah PK tidak hanya memenuhi syarat formal, tetapi juga memberi peluang nyata untuk meraih keadilan.