Pemberian izin usaha pertambangan untuk ormas menjadi salah satu topik menarik karena menimbulkan perspektif pro dan kontra. Kebijakan ini berhubungan dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus, biasa disingkat WIUPK.
Lantas, fakta menarik apa saja yang terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan untuk ormas? Artikel ini membahas alasan mengapa ormas keagamaan dapt IUP pertambangan, menyajikan daftar ormas yang diberi izin mengelola tambang, dan mekanisme pemberian usahanya.
Selain itu, tulisan ini menjelaskan juga tentang kebijakan IUP yang menuai pro dan kontra karena berpotensi menimbulkan masalah lain.
Â
Alasan Mengapa Ormas Keagamaan Dapat IUP Pertambangan
Berhubungan dengan alasan mengapa ormas keagamaan dapat IUP pertambangan, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), memberitahukan kepada wartawan mengenai pendapatnya di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah, Jumat (26/7) lalu.
Dikutip dari CNBC, Jokowi menjabarkan bahwa terdapat keinginan terhadap munculnya perekonomian yang merata serta keadilan di bidang serupa. Pemerataan dan keadilan ekonomi ini diungkapkan persis setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima WIUPK.
Mengutip Tempo, alasan pemberian izin usaha pertambangan untuk ormas juga diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Izin ditujukan sebagai balas jasa terhadap tokoh-tokoh keagamaan RI yang sudah berjuang meraih kemerdekaan.
Â
Daftar Ormas Keagamaan yang Diberi Izin Kelola Tambang
Terdapat daftar ormas keagamaan yang diberikan jatah mengelola tambang lewat pemberian izin usaha pertambangan. Dikutip dari laman PWM Jateng, izin tersebut diberikan kepada organisasi-organisasi dari lima agama yang ada di Indonesia.
Pertama-tama Ormas Islam, terdapat Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Sarekat Islam, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Mathlaul Anwar, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Darud Dakwah Wal Irsyad, DDII, Wanita Islam, Al Jam’iyatul Washliyah, Hidayatullah, hingga Alkhairaat.
Adapun Ormas Kristen meliputi Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Persekutuan Gereja-Gereja Tionghoa Indonesia (PGTI), dan sebagainya.
Ormas Katolik meliputi Wanita Katolik RI (WKRI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA). Lalu, Ormas Hindu mencakup Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Lembaga Pengembangan Dharma Gita, dan Peradah Indonesia.
Sementara itu, Ormas Buddha terdiri dari Yayasan Lumbini, Majelis Buddhayana Indonesia, Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia, dan Pemuda Theravada Indonesia.
Berhubungan dengan kuota pertambangan, NU dan Muhammadiyah terdaftar sebagai dua ormas yang menerima tawaran pemberian WIUPK. Namun demikian, terdapat pula sejumlah organisasi masyarakat keagamaan yang menolak penawaran tersebut.
Ormas keagamaan yang menolak pemberian izin usaha pertambangan meliputi Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), HKBP, PGI, KWI, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, dan Jaringan Gusdurian.
Â
Mekanisme Pemberian Izin Usaha Pertambangan
Prosedur ataupun mekanisme pemberian izin usaha pertambangan ormas keagamaan dimulai dengan pemerintah yang memberikan penawaran terhadap WIUPK. Aturan ini tertulis dalam Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
WIUPK dapat ditawarkan kepada berbagai badan usaha milik ormas keagamaan. Penentuan wilayah izin usaha pertambangan khusus bagi ormas keagamaan tersebut dipercayakan kepada Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, seperti dikutip Kontan.
Adapun wilayah yang ditawarkan tertulis melalui ayat (2), yakni beberapa wilayah tambang bekas PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Setelah itu, IUPK dan/atau kepemilikan saham ormas keagamaan yang sudah menerima penawaran tidak dapat dialihkan dan/atau dipindahtangankan. Ketentuan penerima IUPK ini tidak dapat diganggu gugat, kecuali atas persetujuan Menteri.
Penawaran terhadap pemberian izin usaha pertambangan ormas keagamaan ini diberlakukan selama 5 tahun mulai pertama kali PP berlaku. Adapun dalam proyek, badan usaha tidak dibolehkan terlibat atau bekerja sama dengan mantan pemegang PKP2B beserta afiliasinya.
Â
Kebijakan yang Menuai Pro dan Kontra
Perspektif pro demi pemerataan ekonomi dan keadilan ekonomi dari kebijakan pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan memang bisa kita anggap baik. Namun, situasi kontra juga berpotensi muncul di kemudian hari akibat peraturan tersebut.
Pertama-tama, konflik kepentingan berpotensi terjadi lantaran ormas keagamaan yang mengurusi kegiatan sosial-agama terjun ke dunia bisnis. Mengutip Noviana Rahmadani di Bandung Bergerak, konflik itu bisa membuat nama organisasi buruk dan berujung ke meja hukum.
Bukan hanya itu, kebijakan pemberian izin usaha pertambangan khusus untuk ormas keagamaan juga punya risiko terhadap lingkungan.
Jika mengacu pada catatan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), pernah ada 827 kasus kriminalisasi maupun intimidasi di masa pemerintahan Jokowi terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan, paling besar di sektor pertambangan.
Selain dua pendapat di atas, terdapat pula potensi kemunculan politik balas budi. Sebut saja beberapa ormas keagamaan yang diberikan penawaran suatu saat akan diminta membantu pihak lain dalam kegiatan politik.
Â
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, fakta menarik pemberian izin usaha pertambangan untuk ormas keagamaan memang ditujukan demi kebaikan. Di antaranya untuk pemerataan ekonomi, keadilan ekonomi, dan membalas perjuangan tokoh keagamaan masa lalu.
Penawaran terkait IUP kepada organisasi masyarakat berbasis agama ini bisa diterima ataupun ditolak oleh ormas yang diberikan wilayah. Mereka yang menerima akan diberikan wilayah bekas PKP2B dan tidak boleh berkontak dengan pemegang wilayah sebelumnya.
Adapun mekanisme pemberian izin usaha pertambangan ormas keagamaan harus melewati Menteri Investasi/BKPM terlebih dahulu. Kemudian dalam proses produksi atau pengolahan tambangnya diawasi ESDM.
Kendati bermaksud baik, tetap terdapat potensi buruk yang menyebabkan kemunculan opini kontra. Beberapa ormas keagamaan yang ditawarkan wilayah pertambangan pun ada yang menolak akibat sejumlah pertimbangan.
Pendapat kontra mengenai IUP tersebut didasarkan pada potensi kehadiran konflik kepentingan, risiko terhadap lingkungan, dan politik balas budi.
Comments