Kerja sama bisnis lintas negara menjadi hal yang lazim. Namun, saat terjadi pelanggaran kontrak atau perselisihan dengan mitra asing, pengusaha Indonesia dihadapkan pada tantangan hukum yang tidak sederhana.
Melalui artikel ini kami akan mengulas bagaimana seorang pengusaha Indonesia dapat menuntut ganti rugi terhadap mitra bisnis yang berada di luar negeri, serta strategi pencegahan agar sengketa serupa tidak terjadi di masa depan.
Sengketa dalam Kerja Sama Bisnis Internasional
Kerja sama bisnis internasional melibatkan dua entitas hukum dari yurisdiksi yang berbeda. Ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, seperti gagal mengirim barang sesuai pesanan, tidak membayar tagihan, atau melakukan pelanggaran terhadap perjanjian, maka pihak yang dirugikan memiliki hak untuk menuntut ganti rugi.
Namun, menuntut mitra bisnis asing bukan sekadar membawa perkara ke pengadilan. Diperlukan analisis lebih lanjut: hukum negara mana yang digunakan sebagai dasar gugatan, lembaga penyelesaian sengketa apa yang disepakati, dan bagaimana cara menegakkan putusan terhadap pihak yang berada di luar negeri.
Landasan Hukum untuk Menuntut Ganti Rugi
Dalam hukum Indonesia, gugatan ganti rugi bisa didasarkan pada dua hal utama: wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH). Jika kerugian timbul karena pihak lain melanggar perjanjian yang sah, maka dasar hukumnya adalah wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.
Jika tidak ada hubungan kontraktual, namun terjadi kerugian karena tindakan melawan hukum, maka dasar gugatan bisa menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata tentang PMH.
Namun dalam hubungan internasional, aspek yang lebih krusial adalah keberadaan klausul yang mengatur governing law (pilihan hukum) dan dispute resolution (forum penyelesaian sengketa) dalam kontrak. Tanpa adanya klausul ini, pengusaha dapat kesulitan menentukan dimana gugatan diajukan dan hukum mana yang digunakan untuk menilai pelanggaran.
Menentukan Yurisdiksi dan Hukum yang Berlaku
Langkah awal yang harus dilakukan adalah meninjau isi kontrak. Apakah kontrak menyebut hukum mana yang berlaku? Apakah disebutkan bahwa sengketa akan diselesaikan melalui pengadilan di negara tertentu atau melalui arbitrase?
Apabila kontrak menyebutkan bahwa hukum Singapura berlaku dan sengketa diselesaikan di SIAC (Singapore International Arbitration Centre), maka proses harus mengikuti mekanisme yang telah disepakati tersebut. Jika tidak ada penunjukan yang jelas, maka dapat timbul konflik yurisdiksi antara pihak yang bersengketa.
Kehadiran choice of law clause dan forum selection clause sangat penting agar proses hukum dapat berjalan secara efisien dan menghindari sengketa tambahan mengenai tempat dan mekanisme penyelesaian.
Proses Menuntut Mitra Bisnis Asing
- Langkah pertama adalah menyampaikan somasi atau pemberitahuan tertulis atas pelanggaran tersebut. Somasi ini harus menjelaskan jenis pelanggaran, bukti pendukung, serta tuntutan pemulihan atau ganti rugi.
- Kalau tidak ada tanggapan, pengusaha dapat melanjutkan ke proses litigasi atau arbitrase, sesuai dengan kesepakatan kontraktual. Jika belum diatur kesepakatan sebelumnya, maka pihak yang dirugikan harus menentukan forum hukum yang paling memungkinkan berdasarkan prinsip hukum internasional dan perjanjian antarnegara.
- Setelah Putusan keluar, perlu untuk menegakkan atau mengeksekusi putusan tersebut di negara tempat mitra bisnis berada. Putusan pengadilan Indonesia, misalnya, belum tentu dapat langsung dieksekusi di negara lain, kecuali negara tersebut memiliki perjanjian timbal balik dengan Indonesia.
Arbitrase Internasional sebagai Mekanisme Ideal
Arbitrase internasional sering menjadi solusi yang lebih efisien dan fleksibel dibanding litigasi di pengadilan negara. Arbitrase memiliki keunggulan seperti proses yang lebih cepat, kerahasiaan lebih terjaga, dan arbitrator dapat dipilih berdasarkan keahlian di bidang tertentu.
Putusan arbitrase internasional juga diakui oleh lebih dari 160 negara yang tergabung dalam Konvensi New York 1958, termasuk Indonesia. Dengan demikian, proses penegakan hasil putusan lebih terjamin secara internasional dibanding putusan pengadilan domestik.
Beberapa lembaga arbitrase internasional yang umum digunakan oleh pelaku usaha antara lain ICC (International Chamber of Commerce), SIAC (Singapore International Arbitration Centre), dan HKIAC (Hong Kong International Arbitration Centre).
Langkah yang Dapat Dilakukan Pengusaha untuk Mencegah Sengketa
Agar tidak terjebak dalam sengketa internasional yang rumit dan mahal, pengusaha perlu mengambil langkah preventif saat menyusun perjanjian kerja sama:
- Pastikan kontrak bisnis internasional disusun secara profesional, dengan melibatkan konsultan hukum berpengalaman. Kontrak harus secara eksplisit mencantumkan hukum yang berlaku dan forum penyelesaian sengketa.
- Gunakan bahasa hukum yang jelas dan tegas untuk menghindari multitafsir. Setiap kewajiban, hak, dan sanksi atas pelanggaran harus dijabarkan secara rinci.
- Pertimbangkan untuk memasukkan klausul arbitrase dalam perjanjian. Hal ini akan memberikan alternatif penyelesaian yang lebih cepat, netral, dan dapat ditegakkan lintas yurisdiksi.
- Lakukan due diligence sebelum menjalin kemitraan dengan pihak asing. Menelusuri latar belakang hukum, reputasi bisnis, dan rekam jejak mitra sangat penting untuk menghindari kerja sama yang berisiko.
- Simpan semua komunikasi dan dokumentasi kontrak secara rapi. Bukti tertulis akan menjadi kunci penting saat terjadi sengketa dan proses pembuktian di forum penyelesaian sengketa.
Kesimpulan
Menuntut ganti rugi terhadap mitra bisnis asing memerlukan pemahaman yang kuat terhadap hukum internasional, mekanisme penyelesaian lintas negara, dan strategi perlindungan hukum yang tepat.
Dalam hal menghadapi sengketa atau merancang perjanjian bisnis internasional, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tim hukum yang memahami dinamika lintas yurisdiksi. Hukumku siap membantu Anda menyusun kontrak internasional yang aman serta mendampingi dalam penyelesaian sengketa, baik melalui arbitrase maupun pengadilan.
