Pentingnya Aturan Kerja untuk Pekerja Remote
- Tim Penulis Hukumku
- 7 jam yang lalu
- 3 menit membaca

Kerja jarak jauh atau remote working kini menjadi pola kerja yang semakin lumrah di berbagai sektor industri, terlebih sejak pandemi COVID-19 mengubah cara kerja banyak perusahaan.
Namun, fleksibilitas yang ditawarkan dapat menimbulkan tantangan serius baik dari segi operasional, hukum, hingga perlindungan hak-hak karyawan. Maka dari itu, penting untuk membuat aturan kerja untuk karyawan remote agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan.
Tim Penulis Hukumku akan membahas pengaturan seperti apa yang diperlukan dalam menghadapi trend ketenagakerjaan yang baru ini.
Menerapkan Kebijakan untuk Pekerja Remote
Perusahaan perlu secara proaktif menyusun kebijakan atau aturan tertulis untuk karyawan yang bekerja secara jarak jauh.
Divisi HRD berperan besar dalam merancang aturan untuk remote working yang adil, jelas, dan dipahami semua pihak. Untuk menyusun kebijakan ini, perhatikan beberapa elemen penting yang harus dicakup dalam aturan karyawan remote:
Tentukan jam kerja dan lembur
Media Komunikasi & Kolaborasi
Kriteria & Prosedur WFH
Fasilitas Kerja
Keamanan Data
Evaluasi Kinerja
Hak & Kewajiban
Landasan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Meskipun saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur sistem kerja jarak jauh atau Work From Home (WFH) secara eksplisit, namun perlindungan terhadap hak-hak karyawan tetap dijamin melalui sejumlah regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.
Artinya, meskipun perusahaan menerapkan sistem kerja modern seperti remote, pelaksanaannya tetap harus tunduk pada norma dan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang sudah ada.
Beberapa regulasi utama yang menjadi landasan hukum penerapan kerja remote di Indonesia antara lain:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU Ketenagakerjaan menjadi pondasi utama dalam hubungan kerja antara pengusaha dan karyawan. Beberapa poin penting dalam UU ini yang tetap berlaku bagi karyawan remote antara lain:
Jam kerja: maksimal 7 jam per hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam per hari untuk 5 hari kerja (total 40 jam per minggu).
Upah dan lembur: pengusaha wajib membayar upah lembur apabila karyawan bekerja melebihi jam kerja yang telah ditentukan, termasuk karyawan remote.
Hak cuti, THR, dan jaminan sosial: tetap berlaku untuk semua karyawan tanpa memandang lokasi kerja.
Peraturan Perusahaan (PP): perusahaan dengan ≥10 karyawan wajib menyusun Peraturan Perusahaan, yang dapat mencakup aturan kerja jarak jauh.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja
UU ini merupakan penyempurnaan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan memberikan fleksibilitas dalam sistem hubungan kerja, termasuk dalam hal pengaturan kerja fleksibel. Meski tidak mengatur secara khusus mengenai WFH, UU ini:
Mendorong sistem kerja yang adaptif dengan perkembangan teknologi.
Tetap mengatur bahwa hak-hak normatif pekerja (seperti jam kerja, upah, cuti, dan jaminan sosial) tidak boleh dikurangi walaupun pola kerja berubah.
Memberikan dasar hukum untuk menyusun bentuk perjanjian kerja yang sesuai dengan kebutuhan fleksibel, termasuk remote working.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 Tahun 2021
Keputusan Menteri ini diterbitkan dalam konteks pandemi dan memberikan pedoman umum bagi perusahaan yang ingin menerapkan sistem kerja fleksibel. Beberapa poin penting dari keputusan ini:
Mendorong perusahaan dan karyawan untuk berdialog secara bipartit dalam menyusun sistem kerja remote.
Menyatakan pentingnya kesepakatan bersama dalam perubahan pola kerja, termasuk jam kerja dan bentuk pemantauan kinerja.
Menekankan perlunya memperhatikan hak-hak pekerja dalam pelaksanaan kerja jarak jauh.
Prinsip Kepatuhan terhadap Standar Minimum
Dalam menyusun kebijakan kerja remote, penting untuk diingat bahwa perusahaan tidak diperbolehkan menetapkan ketentuan yang lebih rendah daripada standar minimum yang ditetapkan undang-undang. Beberapa contoh ketentuan yang tetap harus dipatuhi meskipun karyawan bekerja dari rumah antara lain:
Upah lembur: sesuai Pasal 78 UUK, wajib dibayarkan 1,5 kali upah untuk jam pertama lembur dan 2 kali upah untuk jam berikutnya.
Jam kerja dan waktu istirahat: meskipun jam kerja fleksibel diperbolehkan, total jam kerja tidak boleh melebihi 40 jam per minggu tanpa kompensasi lembur.
Perlindungan sosial: karyawan tetap wajib didaftarkan dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Upah minimum: tidak boleh dikurangi karena lokasi kerja remote.