Berganti kewarganegaraan sering kali menjadi langkah besar dan bahkan dapat menjadi salah satu goal dalam hidup seseorang, entar karena pekerjaan, pernikahan, atau alasan pribadi lainnya. Tentu hal tersebut perlu melalui proses administratif yang panjang, salah satu hal penting yang sering terlupakan adalah nasib tanah atau rumah yang dimiliki seseorang di Indonesia setelah mereka resmi menjadi warga negara asing.
Ini bukan merupakan hal sepele karena menurut hukum agraria di Indonesia, hak milik atas tanah hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia. Jadi, ketika seseorang berubah status menjadi WNA, otomatis akan muncul konsekuensi hukum terhadap kepemilikan tersebut. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada tanah dengan status Hak Milik jika pemiliknya pindah kewarganegaraan?
Prinsip Kepemilikan Tanah Menurut UUPA
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan hak milik adalah hak tertinggi yang dapat dimiliki individu di Indonesia. Namun, para pemegang hak milik tanah harus merupakan warga negara Indonesia (WNI) seperti yang tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA. Artinya, warga negara asing, badan hukum asing, atau siapa pun yang bukan WNI tidak dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik.
Lantas, hak apa yang dapat dimiliki oleh warga negara asing atau entitas non-WNI? Hukum di Indonesia memperbolehkan kepemilikan tanah dalam bentuk hak lain yang lebih terbatas, seperti Hak Pakai, Hak Sewa, atau Hak Guna Bangunan (HGB). Hak-hak ini tidak bersifat permanen, dan umumnya diberikan untuk jangka waktu tertentu serta dengan syarat-syarat yang diterapkan oleh pemerintah.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa sistem agraria Indonesia dibangun atas asas nasionalitas, di mana tanah memiliki fungsi sosial dan dianggap sebagai sumber daya nasional yang hanya boleh dimiliki secara penuh oleh warga negara Indonesia. Karena itu, perubahan status kewarganegaraan akan langsung berpengaruh terhadap kepemilikan tanah seseorang.
Apa yang Terjadi Setelah Pindah Kewarganegaraan?
Begitu seseorang resmi kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia, kepemilikan tanah dengan status Hak Milik (HM) tidak lagi sah secara hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA, yang menegaskan bahwa apabila seseorang yang bukan lagi WNI memiliki tanah hak milik, maka tanah tersebut wajib dilepaskan, dialihkan, atau diubah statusnya dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak kehilangan kewarganegaraan.
Jika dalam jangka waktu tersebut tanah tidak dialihkan atau diubah statusnya, hak milik itu hapus karena hukum, dan tanahnya akan jatuh ke negara. Dengan kata lain, negara berhak mengambil alih tanah tersebut tanpa kompensasi kepada pemilik lama. Inilah sebabnya, proses pengalihan hak menjadi sangat penting bagi mereka yang telah berpindah kewarganegaraan.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Menjual Tanah Wakaf? Ini Penjelasannya
Konsultasikan Masalah Hukum Anda Dengan Hukumku!
Untuk menghindari risiko kehilangan hak milik atau sengketa di kemudian hari, penting bagi setiap individu memahami prosedur hukum yang tepat. Jika Anda menghadapi situasi serupa atau membutuhkan panduan lebih lanjut, Hukumku siap membantu Anda melalui layanan konsultasi hukum langsung dengan advokat berpengalaman.