
Somasi sering kali digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah sebelum melibatkan pengadilan. Dalam arti lain, somasi merupakan sebuah peringatan tertulis dengan langkah-langkah non-litigasi untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Tim Hukumku akan mengulas secara lengkap apa itu somasi, dasar hukum, tujuan, serta perannya dalam penyelesaian sengketa hukum. Memahami somasi dapat membantu Anda untuk mengambil langkah yang tepat ketika menghadapi masalah hukum.
Apa Itu Somasi?
Somasi adalah sebuah peringatan tertulis dalam dunia hukum yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang dianggap telah melanggar hak atau kewajibannya.
Menurut Joanedi Effendi dalam Kamus Istilah Hukum Populer (2016), somasi bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat untuk tidak atau menghentikan sesuatu perbuatan sebagaimana yang dituntut oleh penggugat.
Peringatan ini bertujuan untuk meminta pihak yang bersangkutan agar segera memenuhi kewajiban atau menghentikan tindakan tertentu yang merugikan.
Dengan adanya somasi, pihak yang diperingatkan diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan atau memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu tertentu. Jika somasi tidak diindahkan, langkah hukum seperti gugatan ke pengadilan dapat menjadi langkah lanjutan yang ditempuh oleh pihak yang dirugikan.
Dalam pandangan hukum, somasi merupakan langkah awal dalam upaya penyelesaian sengketa secara damai yang diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Somasi juga bertujuan untuk memberikan peringatan kepada pihak yang wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian.
Menurut Pasal 1243 KUHPerdata, pihak yang tidak memenuhi kewajibannya setelah diberikan somasi dapat dianggap lalai (wanprestasi), sehingga memberikan dasar bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. Proses somasi ini biasanya dilakukan secara tertulis, baik melalui surat resmi maupun melalui kuasa hukum.
Dasar Hukum Somasi di Indonesia
Dasar hukum somasi di Indonesia diatur dalam beberapa pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Salah satu pasal utama yang menjadi landasan somasi adalah Pasal 1238 KUHPerdata, yang menyatakan:
"Si berutang dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau menurut kekuatan perjanjian, yaitu jika hal itu menentukan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."
Pasal ini menunjukkan bahwa somasi diperlukan untuk memberikan peringatan kepada pihak yang dianggap lalai atau wanprestasi sebelum tindakan hukum lebih lanjut dapat dilakukan.
Baca Juga: Cara Membuat Surat Somasi
Selain itu, Pasal 1243 KUHPerdata juga mengatur bahwa jika pihak yang lalai tidak memenuhi kewajibannya setelah diberikan somasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Pasal ini berbunyi:
"Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan baru mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya."
Dasar hukum somasi juga bisa ditemukan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang mengatur mengenai perbuatan melawan hukum. Dalam kasus ini, somasi dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menuntut pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum tersebut.
Apa Fungsi Somasi?
Somasi tidak hanya berfungsi sebagai peringatan, namun memiliki fungsi lain terutama dalam hukum perdata. Menurut Richard Eddy dalam buku Aspek Legal Properti: Teori, Contoh, dan Aplikasi (Hal. 114), somasi bisa dilakukan dalam hal:
Kreditur menuntut ganti rugi dari debitur
Debitur keliru melakukan prestasi dan kelirunya itu adalah dengan itikad baik
Peritakaan yang tidak dipernuhi pada waktunya.
Memberikan Peringatan kepada Pihak yang Lalai
Fungsi utama somasi adalah untuk memberikan peringatan kepada pihak yang dianggap telah melanggar kewajiban atau wanprestasi. Melalui somasi, pihak yang dirugikan secara resmi menyampaikan keberatannya dan meminta pihak yang bersangkutan untuk segera memenuhi kewajibannya atau menghentikan tindakan yang merugikan.
Menunjukkan Itikad Baik
Somasi juga berfungsi sebagai bentuk itikad baik dalam menyelesaikan sengketa. Dengan mengirimkan somasi, pihak yang merasa dirugikan menunjukkan niat untuk menyelesaikan masalah secara damai tanpa langsung membawa kasus ke pengadilan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik di antara kedua pihak, terutama dalam konteks bisnis atau perjanjian kontrak.
Memberikan Kesempatan untuk Penyelesaian
Somasi memberikan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan kewajibannya atau melakukan mediasi sebelum konflik masuk ke ranah hukum. Dalam banyak kasus, somasi berhasil mendorong penyelesaian sengketa tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang dan mahal.
Menjadi Bukti di Pengadilan
Somasi memiliki nilai hukum yang dapat dijadikan alat bukti jika sengketa berlanjut ke pengadilan. Isi somasi yang jelas dan terperinci mencerminkan langkah awal penyelesaian sengketa yang dilakukan secara resmi. Hal ini membantu pengadilan menilai bahwa pihak yang dirugikan telah mengikuti prosedur hukum dengan benar.
Menentukan Status Wanprestasi
Somasi juga berfungsi untuk menetapkan status wanprestasi pada pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Jika setelah menerima somasi pihak tersebut tetap tidak bertindak, maka ia dapat dianggap lalai secara hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata. Ini menjadi dasar bagi pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi atau sanksi hukum lainnya.
Apa Saja yang Harus Dimuat dalam Isi Somasi?
Jonaedi Efendi membenarkan bahwa tidak ada aturan yang baku dalam perumusan somasi. Pihak pengirim bisa secara bebas membuat atau merumuskan isi somasi kepada tergugat dengan catatan pengirim wajib menentukan pihak yang dituju, masalah, dan apa yang menjadi kehendak pengirim yang harus dilaksanakan oleh penerima.
Seirama dengan Efendi, Richard Eddy menuturkan tiga hal utama yang harus dirumuskan dalam somasi yaitu: Hal yang harus dituntut, dasar tuntutan, dan jangka waktu pemenuhan.
Contoh kasus somasi yang ada di Indonesia
Berikut adalah beberapa contoh kasus somasi yang pernah terjadi di Indonesia:
Kasus Somasi oleh Purwanto terhadap Ketua BPK
Pada tahun 2013, Purwanto Johan Riyadi, seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi biaya operasional kendaraan Transjogja, melayangkan somasi kepada Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Purwanto menganggap Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara yang dibuat oleh BPK tidak valid dan tidak akurat, serta dilakukan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Melalui somasi tersebut, Purwanto meminta BPK untuk memberikan klarifikasi dan menarik kembali LHP tersebut dalam waktu 7x24 jam sejak diterimanya surat somasi. Jika tidak ditindaklanjuti, tindakan BPK dianggap sebagai pelanggaran kode etik dan perbuatan melawan hukum.
Kasus Somasi Es Teh Indonesia terhadap Konsumen
Pada tahun 2022, perusahaan minuman Es Teh Indonesia menjadi sorotan publik setelah melayangkan somasi kepada seorang konsumen bernama Gandhi. Gandhi mengkritik rasa minuman yang terlalu manis melalui media sosial, yang kemudian ditanggapi oleh perusahaan dengan somasi. Tindakan ini memicu perdebatan mengenai hak konsumen dalam menyampaikan pendapat dan kritik terhadap produk yang dikonsumsi. Kasus ini menyoroti pentingnya perusahaan dalam menangani kritik konsumen secara bijak dan proporsional.
Konsultasikan Masalah Hukum Anda dengan Hukumku
Dalam hukum Indonesia, somasi memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, serta memiliki peran penting dalam menjaga itikad baik, memberikan kesempatan penyelesaian damai, dan menjadi alat bukti yang sah jika sengketa berlanjut ke pengadilan.
Jika Anda memiliki masalah hukum yang membutuhkan somasi, Hukumku hadir untuk membantu Anda. Dengan tim ahli hukum profesional, kami dapat memberikan layanan konsultasi, jasa pembuatan somasi, hingga memberikan pendampingan hukum. Jangan biarkan masalah hukum Anda menjadi lebih rumit—percayakan penyelesaiannya kepada kami. Kunjungi Hukumku dan konsultasikan masalah hukum Anda sekarang juga!