Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berhubungan dengan perjanjian, baik secara sadar maupun tidak. Mulai dari membeli makanan di warung, menyewa rumah, hingga menandatangani kontrak kerja sama bisnis, semuanya adalah bentuk perjanjian. Di dalam hukum perdata Indonesia, perjanjian menjadi dasar yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
Namun, agar sebuah perjanjian sah, adil, dan bisa ditegakkan, ada prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu asas-asas hukum perdata dalam perjanjian. Asas ini berfungsi sebagai fondasi yang memberi arah dan batasan dalam membuat serta melaksanakan perjanjian.
Pengertian Asas Hukum Perjanjian
Secara sederhana, asas hukum adalah prinsip atau pedoman utama yang menjadi roh dari suatu aturan. Dalam konteks perjanjian, asas hukum perdata menjadi landasan yang menjamin perjanjian tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga mencerminkan keadilan, kepastian, dan perlindungan bagi para pihak yang terikat.
Dengan memahami asas ini, seseorang tidak hanya bisa membuat perjanjian dengan bebas, tetapi juga tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan agar kesepakatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum.
Asas-Asas Hukum Perdata dalam Perjanjian
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku layaknya undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Dari sini lahir asas kebebasan berkontrak, yaitu setiap orang bebas membuat perjanjian sesuai kebutuhan dan kesepakatannya.
Namun, kebebasan ini dibatasi oleh Pasal 1337 KUH Perdata yang melarang isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Bahkan dalam praktik, klausul baku dalam perjanjian konsumen juga dibatasi oleh UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2. Asas Konsensualisme
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan. Artinya, sebuah perjanjian sudah dianggap lahir sejak tercapainya kata sepakat, meskipun belum dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini dikenal sebagai asas konsensualisme.
Namun, untuk jenis perjanjian tertentu, undang-undang mewajibkan bentuk tertulis atau bahkan harus dibuat di hadapan pejabat berwenang. Contohnya, perjanjian jual beli tanah yang harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Masih di Pasal 1338 KUH Perdata, ditegaskan bahwa perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Inilah yang disebut asas pacta sunt servanda. Maksudnya, perjanjian tidak bisa begitu saja diabaikan atau diubah sepihak. Selama dibuat secara sah, perjanjian wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai kesepakatan.
4. Asas Itikad Baik
Pada ayat (3) Pasal 1338 KUH Perdata juga ditegaskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Artinya, para pihak wajib bersikap jujur, adil, dan saling menghormati dalam melaksanakan perjanjian. Dengan asas ini, hukum tidak hanya menilai dari sisi formalitas isi kontrak, tetapi juga sikap para pihak dalam menjalankannya.
5. Asas Kepribadian
Asas ini tertuang dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Intinya, sebuah perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya, bukan orang lain di luar itu. Dengan kata lain, pihak ketiga tidak bisa dituntut ataupun menuntut berdasarkan perjanjian yang tidak pernah ia sepakati.
Fungsi dan Peran Asas Hukum Perjanjian
Asas hukum bukan sekadar teori. Dalam praktiknya, asas perjanjian memiliki fungsi penting, di antaranya:
1. Memberikan Kepastian Hukum
Asas perjanjian memastikan bahwa perjanjian yang sudah disepakati tidak bisa diubah atau dibatalkan sepihak. Dengan adanya kepastian ini, para pihak bisa merasa aman karena hak dan kewajibannya jelas diatur. Misalnya, kontrak kerja yang ditandatangani tidak bisa dibatalkan sepihak oleh perusahaan tanpa alasan yang sah.
2. Menjamin Keadilan
Fungsi lain dari asas perjanjian adalah menjaga keseimbangan agar tidak ada pihak yang dirugikan. Keadilan berarti kedua belah pihak mendapatkan manfaat yang seimbang. Contohnya, dalam perjanjian pinjam-meminjam, bunga yang ditetapkan tidak boleh terlalu tinggi hingga membebani peminjam.
3. Menjadi Batasan
Kebebasan berkontrak memang luas, tapi tetap ada pagarnya. Asas hukum memastikan isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Misalnya, sekalipun ada kesepakatan untuk jual beli narkoba, perjanjian itu otomatis batal demi hukum karena bertentangan dengan aturan yang berlaku.
4. Memberikan Perlindungan Hukum
Ketika terjadi sengketa, asas perjanjian menjadi dasar hakim untuk menilai apakah perjanjian sah dan adil. Dengan begitu, pihak yang dirugikan tetap punya dasar hukum untuk menuntut haknya. Misalnya, pembeli yang dirugikan karena penjual tidak jujur soal kondisi barang bisa menuntut dengan dasar asas itikad baik.
Baca Juga: Advokat Harus Tau! Ini Asas Hukum yang Berlaku Secara Internasional
Contoh Penerapan Asas Perjanjian
Untuk lebih mudah memahaminya, berikut contoh nyata penerapan asas perjanjian:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Sebuah perusahaan dan vendor bebas menentukan harga dan jangka waktu kerja sama sesuai kebutuhan. Selama tidak melanggar hukum, isi kontrak sah dan mengikat.
2. Asas Konsensualisme
Ketika seseorang membeli motor bekas, perjanjian sudah sah sejak terjadi kesepakatan harga dan kondisi barang, meskipun belum dibuat dalam bentuk tertulis.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Dalam kontrak kerja, apabila salah satu pihak ingkar janji, pihak lain berhak menuntut berdasarkan isi kontrak karena perjanjian tersebut berlaku layaknya undang-undang.
4. Asas Itikad Baik
Penjual rumah wajib memberi informasi jujur soal kondisi bangunan, sementara pembeli wajib membayar sesuai waktu yang disepakati. Kedua pihak harus menjalankan kontrak dengan sikap saling menghormati.
5. Asas Kepribadian
Asas kepribadian menegaskan bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Misalnya, perjanjian sewa rumah hanya mengikat pemilik dan penyewa, sehingga tetangga tidak bisa menuntut atau dituntut berdasarkan kontrak tersebut. Begitu pula perjanjian kredit antara bank dan debitur, yang tidak otomatis membebani penjamin kecuali dibuat akta penjaminan secara khusus.
Kesimpulan
Asas-asas hukum perdata dalam perjanjian adalah fondasi penting yang membuat suatu kontrak bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga adil dan bisa ditegakkan. Dengan memahami asas ini, setiap pihak akan lebih hati-hati saat menyusun maupun melaksanakan isi perjanjian, sehingga terhindar dari sengketa yang merugikan.
