
Pemerasan adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan cara memaksa seseorang untuk memberikan, melakukan, atau tidak melakukan sesuatu dengan ancaman kekerasan. Di Indonesia, tindakan pemerasan diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pelaku pemerasan bisa dikenakan hukuman penjara hingga beberapa tahun, tergantung pada tingkat kejahatan yang dilakukan. Tim Hukumku akan membahas secara rinci pasal pemerasan, sanksi hukumnya, dan contoh kasus pemerasan pasal 368 KUHP.
Apa Itu Pemerasan Menurut Pasal 368 KUHP?
Pemerasan didefinisikan dalam Pasal 368 KUHP sebagai perbuatan memaksa orang lain dengan ancaman kekerasan untuk memberikan barang, uang, atau melakukan sesuatu yang menguntungkan pelaku dan merugikan korban. Ancaman yang digunakan dapat berupa ancaman fisik, psikis, atau intimidasi verbal.
Bunyi Pasal 368 Ayat (1) KUHP
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Dari bunyi pasal tersebut, jelas bahwa pelaku yang terbukti melakukan pemerasan dapat dikenakan pidana maksimal 9 tahun penjara.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemerasan
Untuk membuktikan seseorang melakukan tindak pidana pemerasan sesuai Pasal 368 KUHP, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi:
Perbuatan Memaksa: Pelaku harus terbukti menggunakan paksaan baik secara fisik maupun psikis terhadap korban.
Ancaman Kekerasan: Ancaman tersebut dapat berupa ancaman langsung atau tidak langsung yang membuat korban merasa takut dan terpaksa mengikuti kehendak pelaku.
Maksud Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain: Tindakan pemerasan harus didasarkan pada niat untuk memperoleh keuntungan bagi diri pelaku atau orang lain.
Merugikan Korban: Perbuatan tersebut harus menyebabkan kerugian bagi korban, baik secara materiil maupun non-materiil.
Sanksi Hukum Pelaku Pemerasan dalam Pasal 368 KUHP
Pelaku pemerasan yang terbukti bersalah dapat dikenakan sanksi sesuai tingkat kejahatannya. Berikut beberapa sanksi yang diatur dalam Pasal 368 KUHP:
Hukuman Penjara Maksimal 9 Tahun
Sesuai dengan Pasal 368 Ayat (1) KUHP, pelaku pemerasan dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama 9 tahun. Ini berlaku untuk kasus pemerasan biasa tanpa unsur tambahan yang memberatkan.
Hukuman yang Lebih Berat Jika Disertai Kekerasan
Jika pemerasan dilakukan dengan kekerasan fisik yang menyebabkan korban mengalami cedera serius atau kematian, hukuman dapat lebih berat. Dalam beberapa kasus, pemerasan dengan kekerasan dapat digolongkan sebagai tindak pidana berat.
Denda Tambahan
Selain hukuman penjara, pelaku juga dapat dikenakan denda tambahan yang jumlahnya ditentukan oleh hakim berdasarkan tingkat kerugian yang dialami korban.
Contoh Kasus Pemerasan Pasal 368 KUHP
Untuk memahami penerapan Pasal 368 KUHP, berikut beberapa contoh kasus pemerasan yang pernah terjadi di Indonesia:
Kasus Pemerasan dengan Ancaman Kekerasan Fisik
Seorang pelaku memaksa korban untuk menyerahkan uang tunai sebesar Rp 50 juta dengan ancaman akan melukai keluarganya. Korban yang merasa terancam akhirnya menyerahkan uang tersebut. Pelaku kemudian ditangkap dan dikenakan Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara.
Kasus Pemerasan di Media Sosial
Pemerasan juga bisa terjadi di dunia maya. Contohnya, pelaku mengancam akan menyebarkan foto pribadi korban jika korban tidak memberikan sejumlah uang. Kasus ini juga dapat dikenakan Pasal 368 KUHP, karena pelaku menggunakan ancaman untuk memperoleh keuntungan.
Kasus Pemerasan oleh Oknum Petugas
Ada pula kasus pemerasan yang melibatkan oknum petugas yang meminta uang dari masyarakat dengan ancaman akan menyulitkan urusan mereka. Kasus seperti ini sering terjadi di sektor pelayanan publik dan pelakunya bisa dikenakan sanksi berat.
Perbedaan Pemerasan dan Pengancaman
Meskipun pemerasan dan pengancaman sering dianggap serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar:
Pemerasan: Mengandung unsur paksaan untuk mendapatkan sesuatu dari korban, seperti uang atau barang.
Pengancaman: Lebih bersifat menakut-nakuti korban tanpa tujuan untuk mendapatkan keuntungan materiil.
Perlu diketahui, kedua tindakan ini bisa dikenakan pasal yang berbeda tergantung pada tujuan dan konsekuensinya.
Proses Hukum Pemerasan
Proses hukum bagi pelaku pemerasan mengikuti prosedur pidana umum, mulai dari pelaporan hingga persidangan. Berikut tahapan proses hukum yang harus dilalui:
Pelaporan ke Kepolisian
Korban pemerasan dapat melaporkan kejadian ke kantor polisi terdekat. Laporan harus disertai bukti yang cukup, seperti rekaman percakapan, saksi, atau dokumen pendukung lainnya.
Penyidikan oleh Kepolisian
Polisi akan melakukan penyidikan untuk mengumpulkan bukti dan memeriksa pelaku. Jika bukti cukup, kasus akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses penuntutan.
Persidangan di Pengadilan
Di pengadilan, hakim akan memeriksa bukti dan mendengarkan keterangan saksi serta pihak-pihak terkait. Jika terbukti bersalah, pelaku akan dijatuhi hukuman sesuai Pasal 368 KUHP.
Tentang Hukumku
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menjadi korban pemerasan, segera laporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang atau konsultasikan ke pengacara kasus pemerasan untuk mendapatkan perlindungan hukum.