Pemutusan hubungan kerja atau PHK karena merger merupakan tindakan memberhentikan karyawan karena adanya penggabungan perusahaan. Peristiwa pemecatan tersebut kerap terjadi juga di beberapa perusahaan yang mengalami akuisisi.
Bagaimana fenomena PHK saat perusahaan melakukan merger dan akuisisi di Indonesia? Artikel ini membahas mengenai fenomena tersebut, apakah tindakannya melanggar hukum, dan strategi mengelola reputasi perusahaan akibat PHK karena Merger.
Fenomena PHK saat Merger dan Akuisisi di Indonesia
Menurut Pasal 1 nomor (9) UU Perseroan Terbatas, merger yang disebut penggabungan dideskripsikan sebagai perbuatan hukum yang dijalankan suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada.
Sementara akuisisi diatur melalui Pasal 1 ayat (11), disebut perbuatan hukum yang dilakukan suatu badan hukum maupun perorangan untuk mengambil alih saham perseroan. Tindakan tersebut menyebabkan kendali perusahaan berpindah.
Berbicara mengenai merger dan akuisisi di Indonesia, terdapat sejumlah faktor mengapa dua hal itu bisa mendorong keputusan PHK. Merger misalnya, beberapa perusahaan yang digabungkan tentu akan mengurangi jumlah karyawannya demi efektivitas kerja.
Dengan begitu, biaya maupun kinerja tidak terkesan membludak sehingga perusahaan tetap bisa berjalan sesuai budget. Berbeda dengan pengambilalihan perusahaan yang kerap membawa orang-orang baru untuk bekerja.
Pihak yang mengambil alih tentu sudah mempersiapkan berbagai hal untuk perusahaan barunya, termasuk para karyawan. Sejumlah karyawan lama yang sebelumnya bekerja di sana pun jadi tersingkirkan.
Di Indonesia sendiri, seperti dikutip dari Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), ada 12.395 orang yang mengalami PHK per Maret 2024. Statistik fenomena PHK ini terus meningkat drastis, tercatat data Januari-Juni 2024, di mana terdapat 101.536 pekerja yang diberhentikan.
Apakah PHK karena Merger Melanggar Hukum?
Pertanyaan di atas mungkin muncul ketika ada seseorang yang terkena PHK sepihak karena merger. Untuk memastikannya, Anda bisa memantau ketentuan Pasal 163 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berikut bunyi pasalnya:
“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).”
Sesuai bunyi pasal di atas, PHK karena merger bisa dilakukan oleh perusahaan dan tidak termasuk bentuk pelanggaran hukum. Namun demikian, harus ada pemberian uang pesangon yang diatur melalui pasal 156 ayat (2) sampai (4).
Agar sesuai dengan syarat hukum, pegawai yang kena PHK karena merger harus diberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Selanjutnya Pasal 158 menyebutkan perusahaan dapat pula memberhentikan karyawan jika orang tersebut melakukan kesalahan berat. Namun demikian, harus tetap diberi uang penggantian hak sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Strategi Mengelola Reputasi Perusahaan Akibat PHK karena Merger
Potensi menurunnya reputasi perusahaan akibat PHK karena merger bisa saja terjadi. Apalagi seandainya pegawai yang diberhentikan kerja tersebut merasa tidak terima atas keputusan sepihak pelaku usaha.
Oleh sebab itu, strategi mengelola reputasi perusahaan akibat PHK karena merger perlu diketahui pebisnis. Pertama-tama terkait komunikasi, Anda sebagai perwakilan perusahaan harus mampu menjelaskan alasan pemberhentian.
Sebut misalnya PHK terjadi akibat penggabungan perusahaan, sampaikan bahwa pegawai terpaksa diberhentikan karena ternyata angka karyawannya membludak. Kemudian tuliskan bahwa peristiwa merger yang tidak memberhentikan pegawai berpotensi menurunkan produktivitas.
Setelah itu, baru ungkapkan mengenai benefit beserta apa yang akan diterima pihak terkena PHK. Hal ini terkesan lebih baik dibanding menyampaikan bahwa pengeluaran perusahaan yang besar bisa menyebabkan PHK sepihak dengan pesangon kecil suatu hari nanti, sesuai keadaan buruk yang kemungkinan terjadi di masa depan.
Istilah merencanakan prospek perusahaan di masa depan serta berbagai dampak negatifnya ini disebut dengan manajemen krisis. Setiap badan hukum maupun pelaku usaha perorangan tentunya tidak ingin berhenti menjalankan bisnisnya.
Selain itu, sampaikan juga bahwa pemberhentian mereka sebagai karyawan sepenuhnya demi kepentingan kedua belah pihak. Dengan begitu, komunikasi yang sesuai dapat memuat fakta bahwa pemberhentian bukan untuk keuntungan perusahaan pribadi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa merger merupakan bentuk penggabungan beberapa perusahaan menjadi satu. Merger maupun akuisisi ternyata menjadi sorotan di tengah fenomena PHK yang meningkat.
PHK karena merger tidak dilarang oleh Kemnaker lantaran diatur ketentuannya melalui Pasal 163 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Namun, tetap harus mengikuti persyaratan pesangon yang ditentukan melalui Pasal 156 di UU serupa.
Strategi mengelola reputasi perusahaan akibat PHK karena merger dapat dilakukan melalui komunikasi. Anda bisa menyebutkan bagaimana manajemen krisis telah menganalisa bahwa pemberhentian secepatnya lebih baik untuk dilakukan.
Pastikan Anda mengkomunikasikannya secara formal melalui surat sehingga karyawan tidak menganggapnya main-main. Jangan lupa untuk menyebutkan bahwa tindakan pemberhentian dilakukan demi kepentingan bersama, baik perusahaan maupun pegawai yang di-PHK.
Comments